Panas Dingin Eksekutif Legislatif di APBD Kota Bekasi 2017

Sempat dingin, hubungan Pemerintah Kota Bekasi dengan DPRD kini kembali panas. Berebut kue APBD 2017 untuk persiapan Pilkada 2018.

Di legislatif, Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi dan Wakilnya, Ahmad Syaikhu, menjadi bahan gunjingan.

Para politikus Kalimalang–sebutan legislatif Kota Bekasi–gusar lantaran jatah anggaran aspirasi mereka tidak masuk dalam rancangan APBD Kota Bekasi 2017.

Ketua DPRD Kota Bekasi, Tumai, menuding eksekutif sengaja membunuh karakter legislatif di tengah masyarakat.

Padahal, selama ini, aspirasi merupakan sarana paling efektif bagi anggota dewan untuk bisa lebih dekat dengan masyarakat. Dengan aspirasi, konstituen mereka bisa tetap loyal saat agenda pemilihan selanjutnya tiba.

“Kalau begini caranya sama saja menghabisi teman-teman dewan. Masyarakat bisa tidak percaya lagi kepada kami,” kata Tumai kepada Klik Bekasi, Kamis (4/8/2016).

Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bapeda) Kota Bekasi, Jumhana Lutfi, tidak menampik kabar tersebut. Anggaran aspirasi dewan untuk tahun 2017, terang Lutfi, memang dipangkas.

“Tapi bukan berarti dihilangkan semuanya. Tetap masuk, hanya saja tidak maksimal,” kata Lutfi.

Menurut Lutfi, aspirasi anggota dewan seringkali tidak sejalan dengan program strategis Pemkot Bekasi, terutama mengenai investasi dan peningkatan perekonomian.

“Aspirasi harus mendukung dengan tema serta isu strategis tahun 2017. Kebanyakan aspirasi tidak sesuai dengan isu strategis yang ada,” kata dia.

Kemungkinan ditolak

Tumai pesimis pembahasan APBD Kota Bekasi 2017 bisa berjalan mulus. Ia memprediksi akan banyak penolakan dari anggota dewan, yang terdiri atas sejumlah fraksi.

“Ya bisa jadi teman-teman melakukan penolakan terhadap APBD Kota Bekasi tahun 2017,” kata dia.

Meski demikian, kata Tumai, legislatif akan mencoba bersikap profesional dengan tetap membahas APBD Kota Bekasi 2017 sesuai prosedur yang ada.

Saat ini, kata Tumai, eksekutif sudah menyerahkan nota keuangan APBD Kota Bekasi 2017 kepada legislatif, dengan rencana anggaran Rp 5 triliun. Namun hingga sekarang memang belum dibahas.

“Tetap nanti kami bahas. Tapi untuk sampai disahkan, kembali lagi kepada teman-teman anggota dewan,” kata dia.

Jumhana Lutfi tidak mau berkomentar banyak mengenai langkah apa yang dilakukan eksekutif jika nyatanya legislatif menolak APBD.

“Namun yang jelas kami upayakan pendekatan kepada legislatif dengan lobi. Saya pikir selama sesuai prosedur tidak menjadi persoalan. Kami akan coba memberikan penjelasan kepada anggota dewan,” kata Lutfi.

Pada tahap lobi, praktik suap menyuap sebenarnya rawan terjadi. Tidak usah jauh-jauh di daerah lain, di Kota Bekasi, suap untuk memuluskan APBD pun pernah terjadi pada tahun 2010.

Caranya, semua dinas patungan. Formulasinya, setiap dinas menyumbang 2 persen dari total nilai proyek yang ada. Hasil yang terkumpul kemudian diserahkan kepada petinggi legislatif.

Praktik suap itulah yang membuat Wali Kota Bekasi saat itu, Mochtar Mohamad, harus berurusan dengan hukum.

Ketua Fraksi Gerindra, Tahapan Bambang Sutopo, menduga eksekutif sudah memiliki alternatif lain untuk memuluskan APBD–tanpa perlu berkompromi dengan legislatif.

Alternatif yang dimaksud Bambang adalah Peraturan Wali Kota tentang APBD, seperti terjadi di DKI Jakarta ketika DPRD menolak rancangan APBD dari gubernur.

“Dengan gaya seperti itu, eksekutif sepertinya sudah siap menanggung risikonya. Paling nanti akan keluar Perwal. Itu mungkin strategi mereka,” kata dia.

Ancang-ancang Pilkada 2018

Pemangkasan anggaran aspirasi–secara resmi disebut pokok pikiran atau pokir–disinyalir menjadi ancang-ancang Rahmat Effendi dan Ahmad Syaikhu untuk pemenangan Pilkada 2018.

Tahun 2016, total pokir anggota dewan mencapai Rp 290 miliar. Setiap anggota dewan bisa mendapatkan jatah pokir Rp 4 miliar sampai Rp 5 miliar.

(Baca: APBD Kota Bekasi 2016, Proyek ‘Pokir’ Titipan DPRD Rp 290 Miliar)

Sumber kami di eksekutif menyebut, anggaran pokir anggota dewan terlalu besar dan nilainya dari tahun ke tahun semakin bertambah. “Itu tidak bisa dibiarkan,” katanya.

Sejumlah anggota dewan yang kami wawancarai curiga anggaran pokir dialihkan untuk pencitraan petahana. Dengan anggaran ratusan miliar, petahana bisa dengan mudah mengadakan proyek-proyek fisik yang terlihat jelas.

“Pokir di dewan paling banyak adalah kegiatan fisik, seperti pembenahan jalan lingkungan dan saluran air. Dengan kegiatan fisik seperti itu, masyarakat menaruh simpatik yang besar,” katanya.

Penguasaan anggaran terbukti ampuh. Pada Pilkada sebelumnya, misalnya, suara Rahmat Effendi menguat di daerah-daerah perumahan. Masyarakat memuji, karena jalan di lingkungan mereka menjadi bagus.

“Bisa jadi akan ada monopoli proyek. Kontraktor yang mengerjakan berada dalam satu kendali. Ini mudah, karena proyek tersebut biasanya nilainya kecil-kecil sehingga tak perlu lelang,” katanya.

Dengan monopoli proyek, sebut sumber, uang fee pun semakin terkumpul banyak sehingga bisa menjadi tabungan untuk pemenangan Pilkada. Paling sedikit, kontraktor memberikan fee 5 persen kepada pengusul proyek.

“Kalau semua dikendalikan Pemkot, berarti feenya bisa sangat besar. Miliaran. Namun yang pasti, tahun 2017 adalah tahun ancang-ancang bagi petahana,” katanya. (Ical)

Tinggalkan komentar