Partai Golkar mesti ambil sikap tegas kepada para kadernya yang terbukti tidak mendukung calon yang diusung oleh partai di Pilkada Kota Bekasi. Sanksi tegas harus diberikan kepada kader yang terbukti ke kanan ke kiri alias tidak tegak lurus dengan kebijakan politik partai.
Seperti diketahui dalam Pilkada Kota Bekasi, Golkar secara resmi mengusung Uu Saeful Mikdar-Nurul Sumarheni sebagai Calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota Bekasi. Namun faktanya, sejumlah kader partai berlambang pohon beringin kedapatan mendukung pasangan lain baik secara sembunyi-sembunyi maupun terang-terangan.
Salah satu kader Golkar, Novel Saleh Hilabi misalnya, secara terang-terangan memberikan dukungan kepada pasangan lain yakni Heri Koswara-Sholihin. Bahkan ia tak canggung hadir dalam beberapa kegiatan yang digelar pasangan tersebut. Bukan hanya itu, ia juga masuk dalam struktur tim pemenangan yang didaftarkan ke KPU Kota Bekasi.
Padahal Novel sendiri tadinya adalah salah satu kader yang diproyeksikan maju di Pilkada Kota Bekasi. Bahkan DPP Golkar waktu itu sudah mengeluarkan rekomendasi untuknya. Meskipun belakangan rekomendasi partai berubah seiring adanya peralihan kekuasaan dari Airlangga Hartato ke Bahlil Lahadalia.
Selain Novel, ada nama Dewan Pertimbangan DPD Partai Golkar Kota Bekasi, Aan Suhanda. Meskipun sejauh ini dia tidak bersikap mendukung calon lain, tapi Organisasi Daerah Laskar Badan Kekeluargaan Masyarakat Bekasi (BKMB) Bhagasasi yang mana ia berada di dalamnya baru saja mendeklarasikan dukungan untuk Heri Koswara-Sholihin pada Jumat (25/10/2024).
Sedangkan semua orang tau persis, bahwa Laskar BKMB Bhagasasi tidak bisa dipisahkan dari sosok Aan Suhanda yang merupakan Panglima Laskar BKMB Bhagasasi. Meskipun bicara Laskar BKMB Bhagasasi merupakan organisasi yang bersifat otonom, sehingga Aan sendiri tidak sepenuhnya bisa mengarahkan sikap politik organisasi.
Terakhir ada nama tokoh masyarakat Rawalumbu, Abu Bakar Sidiq yang menjadi otak di balik pendirian relawan GO-TRI (Golkar Tri) selaku relawan pendukung Calon Wali Kota Bekasi, Tri Adhianto.
Memang betul, Abu Bakar Sidiq bukanlah kader atau simpatisan Golkar dan bahkan namanya tidak pernah tercatat di struktur organisasi partai dari berbagai jenjang pengurus.
Tapi semua orang tau, bahwa Abu Bakar Sidiq merupakan ayah kandung dari Adelia Sidiq yang merupakan Anggota DPRD Kota Bekasi dari Fraksi Partai Golkar.
Sehingga kehadiran GO-TRI sendiri patut dipertanyakan. Sebab secara tidak langsung GO-TRI menggunakan sumber daya pemilih Golkar khususnya pendukung Adelia Sidiq untuk mendukung Tri Adhianto yang notabene bukan calon usungan Golkar.
Bahkan, GO-TRI gosipnya dijadikan alat bargaining politik untuk memuluskan langkah politik Adelia Sidiq. Baru-baru ini misalnya, Adelia bisa terpilih sebagai Ketua Komisi IV DPRD Kota Bekasi lantaran didukung oleh anggota fraksi partai pendukung Tri Adhianto di Pilkada Kota Bekasi. Mereka bisa mendukung Adelia, karena melihat sumbangsih GO-TRI terhadap Tri Adhianto di Pilkada Kota Bekasi.
Sebenarnya, selain nama-nama di atas, masih banyak kader Golkar yang berlaku serupa. Hanya saja, mereka lebih bermain aman salah satunya memilih pasif. Yang artinya memilih menarik diri untuk tidak terlibat dalam perkara Pilkada.
Sikap ini mereka lakukan karena yang bersangkutan memiliki karir politik yang mereka pertaruhkan. Misalnya yang bersangkutan merupakan anggota dewan dari partai Golkar. Sehingga mau tidak mau, mereka seolah-olah mendukung keputusan partai, meskipun faktanya tidak demikian.
Fenomena mbalelo dalam ajang pemilihan seperti Pilkada sebenarnya bukan fenomena baru. Dan tentu hal seperti ini hampir lazim terjadi. Bukan saja di Golkar mungkin juga partai lain.
Ada beberapa penyebab yang membuat kader atau anggota partai melakukan manuver politik demikian. Bisa jadi karena ada kekecewaan atas keputusan yang dikeluarkan partai. Sehingga untuk mengekspresikan kekecewaan tersebut kader memilih berseberangan dengan sikap partai.
Selain itu, manuver demikian terjadi karena ada individu-individu oportunis. Yang mencoba mencari keuntungan pribadi untuk dirinya tanpa mengindahkan kepentingan partai politik tempat mereka bernaung.
Dan di Golkar, memang menjadi sesuatu yang lazim terjadi. Bahkan kerap dipertontonkan para elit partai. Contohnya pada Pemilu Presiden 2014 silam, Golkar dengan tegas mendukung Prabowo-Hatta Rajasa. Namun kader-kader mereka justru berada di kubu Jokowi-Jusuf Kalla sebutlah Nusron Wahid dan Luhut Binsar Panjaitan termasuk Jusuf Kalla sendiri yang jelas-jelas merupakan kader Golkar.
Jadi bila fenomena ini terjadi di Pilkada Kota Bekasi tentu bukan sesuatu yang mengherankan. Namun demikian Golkar mestinya mengambil langkah dan sikap tegas terhadap kader-kader demikian.
Sebab apapun itu, ada nama besar partai yang dipertaruhkan di Pilkada Kota Bekasi kali ini. Mengingat sejak era Pilkada langsung tak pernah sekalipun Golkar kalah dalam Pilkada Kota Bekasi. Bahkan pada Pemilu 2024 lalu, Golkar menjadi partai dengan suara terbanyak ke dua.
Kini tinggal di lihat sejauh mana Golkar punya keberanian untuk mengambil tindakan tegas kepada kader-kader demikian. Adakah nyali DPD Golkar Kota Bekasi menindak kader-kader yang terbukti main serong. Paling tidak membuat rekomendasi pemecatan untuk ditembuskan ke DPP Partai Golkar atau rekomendasi Pemberhentian Antar Waktu (PAW) bagi kader yang berstatus anggota dewan.
Berani Golkar?
Tulisan ini merupakan Opini yang ditulis Redaksi Klik Bekasi