Wali Kota Bekasi, Tri Adhianto bisa dibilang cukup sering memproduksi konten media sosial (medsos). Karena seringnya memproduksi konten tersebut, sejumlah orang kerap memplesetkan jabatannya sebagai wali kota dengan sebutan wali konten.
Sejak dilantik 20 Februari 2025 silam sampai hari ini atau sebulan lebih empat hari, total puluhan konten medsos sudah diproduksi dan dipublish di laman medsos miliknya baik Instagram ataupun TikTok.
Di Instragram pria yang akrab disapa Mas Tri itu tercatat cukup aktif memproduksi konten. Terhitung ada 39 postingan ia buat di akun @mastriadhianto sejak resmi dilantik menjadi Wali Kota Bekasi.
Sementara untuk di TikTok jumlah konten yang diproduksi tak kalah banyak. Pada rentan waktu yang sama, ia sudah membuat 23 postingan di akun @mastriadhinato
Banyaknya jumlah konten yang ia produksi, justru berbanding terbalik dengan Wakil Wali Kota Bekasi, Abdul Harris Bobihoe. Sejak dilantik bersama Tri Adhianto, Bobihoe tercatat baru membuat 4 buah postingan di Instagram @harris.bobihoe.
Sementara di TikTok, pria yang akrab disapa Bobihoe tersebut sama sekali tidak aktif. Ini bisa dilihat dari postingan terakhirnya yang ia buat pada 5 Februari 2025 di TikTok miliknya @harrisbobihoe.
Sampai hari ini misalnya, belum ada postingan baru dari laman TikTok miliknya. Bukan itu saja, biodata pada akun TikToknya juga belum berubah, yakni sebagai Calon Wakil Wali Kota bukan bukan Wakil Wali Kota.
Produktifnya Tri Adhianto memproduksi konten tentu bisa dipahami. Sebab di era yang serba sosial media, jangankan seorang pejabat atau politisi, kaum emak-emak saja hampir tak mau kalah dengan mereka.
Bahkan, Tri sendiri sempat menjadi korban emak-emak yang aktif di sosial media. Ia sempat dirujak netizen gara-gara video Istrinya menginap di salah satu hotel saat Kota Bekasi dilanda kebanjiran viral setelah diposting oleh salah seorang emak-emak yang mengaku teman Istri Tri Adhianto, tersebut.
Tentu saja tidak ada yang salah terhadap apa yang Tri lakukan di sosial media. Apalagi isi kontennya menyangkut aktivitas kesehariannya sebagai pejabat publik di Kota Bekasi.
Bahkan dengan aktif di sosial media, masyarakat bisa tahu apa yang telah dikerjakan Tri sebagai Wali Kota Bekasi. Sehingga apa yang dilakukan bisa juga disebut pemenuhuan apek keterbukaan informasi bagi masyarakat Kota Bekasi.
Sosial media pada titik tertentu juga bisa menjadi semacam jembatan komunikasi antara Wali Kota dengan masyarakat. Sebab tidak semua warga memiliki nomor handphone Wali Kota dan mau membuat pengaduan ke saluran resmi yang dibuat Pemkot Bekasi karena mungkin tidak familiar alias ribet bagi mayoritas warga.
Menjadi masalah kemudian, bila kinerjanya sebagai kepala daerah jauh dari pemenuhan harapan publik. Ia misalnya tidak bisa memenuhi apa yang sudah ia janjikan saat maju menjadi calon kepala daerah pada Pilkada 2024 silam.
Sekali lagi produktif tidaknya seorang kepala daerah di sosial media, bukanlah alat ukur keberhasilan seorang kepala daerah dalam memimpin sebuah kota.
Toh yang namanya konten itu sesuatu yang bisa dibuat dan bahkan sengaja dibuat. Tinggal target seperti apa yang ingin didapat dari konten tersebut.
Bahkan melalui konten di sosmed, seorang pejabat publik bisa dicitrakan sebagai sosok tegas, pemberani, jujur, bersih, berwibawa, merakyat dan antikorupsi. Padahal itu berbanding dengan pada kehidupan nyata sosok tersebut.
Sekali lagi sosial media adalah panggung depan dan rakyat tak tahu apa yang terjadi di panggung belakang. Bagaiamana Tri Adhianto bekerja sebagai kepala daerah, bagaiamana kondisi riil Kota Bekasi itu semua panggung belakang yang tak semua orang tahu dan mungkin Tri sendiri tak mau orang lain tau.