Kasus meninggalnya Falya Raafani Blegur (14 bulan) akhirnya terungkap. Rumah Sakit Awal Bros Bekasi terbukti melakukan malpraktik saat menangani Falya, pada Rabu, 28 Oktober 2015.
Demikian diputuskan oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Bekasi, Senin (27/06/2016) dalam sidang gugatan perdata keluarga Falya melawan RS Awal Bros Bekasi.
Majelis Hakim yang dipimpin Frans Sihaloho itu mengharuskan RS Awal Bros Bekasi membayar ganti rugi materil sebesar Rp 205.500.000 kepada keluarga Falya.
“Ketua majelis hakim sudah memutuskan bahwa putri kami meninggal dunia di Rumah Sakit Awal Bros, akibat malpraktik,” ujar ayah Falya, Ibrahim Blegur, usai pembacaan putusan perkara.
Sedangkan tuntutan imateril sebesar Rp 15 miliar tidak dikabulkan oleh majelis hakim. “Yang dikabulkan hanya kerugian materil saja,” ucapnya.
Dugaan Ibrahim sebelumnya tidak meleset: Falya meninggal akibat pemberian antibiotik yang salah pada Kamis siang, 29 Oktober 2015, oleh perawat pendamping Dokter Yenny Wiarni Abbas.
Dalam sidang perdata tersebut terungkap, Falya diberikan 1 gram antibiotik Tricefin. Kesalahan paling fatal adalah, pihak RS Awal Bros tidak melakukan prosedur skin test sebelum memberikan antibiotik.
“Saat itu, pukul 12.00, saya keluar. Yang menjaga Falya adalah istri saya. Sekitar pukul 13.00, perawat memberikan antibiotik begitu saja,” cerita Ibrahim.
Pada pukul 15.30, Ibrahim kembali ke ruangan Falya. Dia kaget karena Falya sudah kehilangan kesadaran.
Saat Ibrahim datang, tangan Falya sudah dingin dan terdapat bercak-bercak warna merah. Tubuhnya membiru serta bengkak. Perutnya juga kembung.
“Padahal rencananya hari itu juga Falya bisa keluar. Saya panik dan meminta pertolongan,” kata Ibrahim.
Menurut Erri Kursini, ibu Falya, 30 menit setelah disuntik infus antibiotik, sang anak mengalami kejang-kejang dan pada mulutnya mengeluarkan busa.
“Yang ganti infus perawat tanpa sepengetahuan ayah Falya. Katanya atas perintah dokter Yeni,” kata Erri.
Sejak Kamis siang itu, Falya tetap tidak sadarkan diri dan kondisi kesehatannya terus menurun. Pada Minggu pagi, 1 November 2015, Falya dinyatakan meninggal dunia.
Jalan panjang mencari keadilan
Ibrahim dan Erri, juga keluarganya, nyaris putus asa mencari keadilan. Ia sudah melaporkan ke kepolisian, namun hasilnya nihil. Ia tidak pernah tahu apa penyebab anaknya meninggal.
Di sisi lain, Pemerintah Kota Bekasi besama Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) dan Ikatan Dokter Indonesia (IDI), mengumumkan hasil investigasi mereka: RS Awal Bros Bekasi tidak bersalah.
Sejumlah pihak berusaha menutup rapat kasus ini. Kepala Dinas Kesehatan Kota Bekasi Anne Nur Chandrani meminta kepada Ibrahim agar tidak membesar-besarkan kasus ini.
Anne, yang tercatat juga sebagai dokter aktif di RS Awal Bros Bekasi, berada di barisan paling depan mengawal tim yang terbentuk atas landasan Surat Keputusan Wali Kota Bekasi itu.
Belakangan, belum lama ini, Anne segera digeser dari jabatannya oleh Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi.
Rumor yang beredar, penggeseran dilakukan karena Pemkot Bekasi tidak ingin ‘kehilangan muka’ setelah putusan hakim dibacakan.
Tidak hanya Pemkot Bekasi, DPRD Kota Bekasi, yang seharusnya menjadi tempat pengaduan bagi masyarakat, justru turut menyudutkan keluarga Falya. “Tidak bisa menjadi penengah,” kata Ibrahim.
Kondisi yang rumit demikian sempat membuat Ibrahim curiga: apakah uang telah membuat segalanya berubah, sehingga keadilan sulit ditegakkan?
“Kami hanya mencari keadilan,” kata Ibrahim. (Res)
Baca arsip berita: #Malpraktik RS Awalbros Bekasi
Renaldi
Sabtu, 2 Juli 2016 at 07:48Jika saya jadi orang tua korban, jika sdh ada putusan dr pengadilan apalagi sdh berkekuatan hukum maka saya ke polisi utk dimajukan pidananya.