Sejumlah komunitas di Kota Bekasi membuat petisi untuk Wali Kota Bekasi, Rahmat Effendi, yang isinya meminta pemerintah membebaskan biaya parkir di ruang publik.
Ruang publik yang dimaksud ialah seperti alun alun, hutan kota, taman dan fasilitas lainnya.
Mereka menggalang dukungan tanda tangan petisi di Alun Alun Kota Bekasi, Jalan Pramuka, Kelurahan Margajaya, Kecamatan Bekasi Selatan, Kota Bekasi, pada Sabtu (30/1/2016) malam sekira pukul 20.00 sampai 23.30 WIB.
Aksi tersebut mendapat respon positif. Sejumlah warga yang kebetulan sedang berada di Alun Alun terlihat ikut membubuhkan tanda tangan di atas spanduk warna putih yang disediakan.
Koordinator aksi tersebut, Hasan Basri mengatakan, petisi tersebut diajukan lantaran mereka tidak ingin ruang publik menjadi ajang komersialisasi. Ruang publik, kata dia, sepenuhnya adalah hak masyarakat.
“Kalau harus bayar, itu sama saja pemerintah membatasi akses masyarakat ke ruang publik. Ini Alun Alun, ada hutan kota juga. Kalau sedikit-sedikit bayar, apa artinya ruang publik?” kata Hasan.
Kawal Kebijakan Pemerintah
Founder Komunitas Teman Ngopi, Syahrul Ramadan mengatakan, petisi tersebut sebenarnya merupakan wujud dukungan komunitas terhadap program 1.000 taman yang digagas Pemerintah Kota Bekasi.
Dengan petisi tersebut, kata Syahrul, komunitas ingin mengajak pemerintah berpikir bagaimana menyediakan fasilitas yang layak bagi pengunjung taman.
Di banyak kota, misalnya, pemerintah setempat berusaha menggandeng swasta untuk menggarap taman agar biaya yang dikeluarkan bisa ditekan seminimal mungkin.
“Fasilitas itu bisa tempat sampah, toilet, tempat bermain anak, tempat duduk, termasuk tempat parkir. Itu kan mesti dipikirkan,” kata Syahrul.
Menurut Syahrul, membebaskan biaya parkir–dengan tetap menyediakan tempat parkir–tidak membuat rugi pemerintah. Apalagi jika melihat banyaknya titik parkir liar yang belum ‘digarap’ pemerintah.
“Parkir liar itu banyak sekali. Itu saja coba diurus, ditertibkan. Itu kan potensi yang selama ini dinikmati oknum tertentu. Jangan malah mengkomersilkan ruang publik dengan menarik biaya parkir di situ,” kata dia.
Ia menambahkan, aksi menolak bayar parkir di ruang publik tidak berhenti pada pengajuan petisi. Mereka ingin berdialog langsung dengan Wali Kota dan DPRD Kota Bekasi agar parkir gratis di ruang publik bisa masuk dalam Peraturan Daerah.
“Kebetulan di Kota Bekasi sedang digodok Perda parkir. Kalau internet saja bisa gratis di ruang publik, mengapa parkir tidak?” kata Syahrul.
Sekadar diketahui, biaya parkir di Alun Alun Kota Bekasi saat ini besarnya mencapai Rp 2.000. Adapun untuk pengelolaanya, Pemkot Bekasi menyerahkannya kepada pihak ketiga dengan sistem kerja sama.
Komunitas yang tergabung dalam gerakan penolakan bayar parkir tersebut antara lain, Pemuda Bekasi Bersatu, Komunitas Teman Ngopi (KTN), Komunitas Kabari, Komunitas Intelektual Muda Bekasi (Komunikasi), Mahasiswa Lumbung Informasi Rakyat (Mahali), Bekasi Music Club (BMC), Bang Jali Family (BJF), Bekasi Resque (Beras), Teater Arah, Komunitas Alun-alun (KoAal), Berpetualang Dengan Bahagia (Bedebah Adventure).
(Res)