Sardi Effendi dan Kisah Jatuh Bangun di Politik

Politik bukanlah hal baru bagi Ketua Komisi IV DPRD Kota Bekasi, Sardi Effendi. Bahkan jatuh bangun sudah ia alami sejak awal karir politiknya.

Memulai karir sebagai calon anggota legislatif dari PKS pada Pileg 2004, Sardi yang masih hijau di politik gagal melenggang ke DPRD Kota Bekasi.

Usai gagal pada pencalegan perdananya, Sardi kembali maju pada Pileg 2009. Kali ini nasib berpihak pada mantan Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Negeri Jakarta tersebut. Sardi pun lolos menjadi anggota DPRD Kota Bekasi periode 2009-2014.

Masuk menjadi anggota dewan, Sardi tergolong vokal. Ia banyak melontarkan kritik terhadap sejumlah kebijakan Pemkot Bekasi.

Pendidikan dan kesehatan menjadi dua bidang yang tidak pernah lepas dari sorotan dan kritik Sardi yang duduk di Komisi D yang kini berubah nama menjadi Komisi IV.

Pada Pileg 2014, nasib baik tidak berpihak kepada Sardi. Ia gagal melenggang kembali sebagai anggota dewan.

Tidak lagi menyandang status anggota dewan, bukan berarti karinya habis. PKS masih mencalonkannya di Pileg 2019 dari Daerah Pemilihan Bekasi Barat-Medan Satria. Sardi pun melenggang untuk kali kedua.

“Dua kali tertunda, dua kali juga terpilih jadi anggota dewan,” kata dia.

Menjaga ideologi pergerakan

Pernah beberapa kali gagal, Sardi punya alasan tersendiri mengapa sampai detik ini bertahan di politik.

Bagi Sardi, politik bukan sekadar soal kekuasaan semata. Tapi soal menjaga ideologi pergerakan.

“Kami di pergerakan dituntut menjaga ideologi pergerakan. Mulanya kami ini parlemen jalanan yang menuntut adanya perbaikan sistem, setalah kami masuk ke sistem ternyata ideologi kita masih bisa kita bahwa. Kita masih bisa melakukan perubahan dari dalam. Itulah mengapa sampai saat ini saya masih bertahan di politik,” kata dia.

Banyak perubahan menurutnya, yang berhasil ia upayakan pada saat pertama kali duduk sebagai anggota dewan pada periode 2009-2014.

“Mendorong perbaikan sistem PPDB Online, perbaikan sistem pendidikan, perbaikan sarana dan prasarana hingga kompetensi tenaga pendidikan. Tentunya untuk Kota Bekasi yang lebih baik,” kata dia.

Dalam era demokrasi transaksional, Sardi mengaku beruntung bisa bergabung dengan PKS. Sebab, PKS hanya menuntut kadernya untuk memenangkan partai semata.

“Boleh dicek, tidak ada namanya mahar politik di sistem kepartaian kami. Bahkan untuk medical check up saja waktu pencalegan semua caleg dibiayai partai. Tugas kami hanya dituntut memenangkan partai,” kata dia.

Di periode keduanya sebagai anggota dewan, ia mengaku bakal fokus pada persoalan perbaikan layanan pendidikan dan kesehatan di Kota Bekasi.

“Kita akan benahi pendidikan sekolah dasar dan menengah. Kita ingin mebeuler bagus semua, tenaga pendidikannya berkwalitas dan delapan standar pendidikan terpenuhi. Di bidang kesehatan kita ingin layanan kesehatan di RSUD maupun rumah sakit swasta itu dipermudah untuk masyarakat,” terang dia.

Sementara soal langkah politik di masa mendatang, Sardi memilih menyerahkan hal tersebut kepada partai. Menurutnya, sebagai kader ia siap ditempatkan di mana saja.

“Nunggu arahan dari partai saja, mau ditempatkan di mana saja saya siap,” pungkasnya.(Ical)

Tinggalkan komentar