Perjalanan sebuah kota dalam era otonomi daerah tidak bisa lepas dari politik. Begitu juga dengan perjalanan 23 tahun Kota Bekasi. Suka tidak suka, politik punya pengaruh nyata dalam perjalanan kota ini.
Bicara politik, maka kita tidak bisa lepas dari partai politik berikut figurnya. Sejak pemilihan kepala daerah lewat DPRD pada tahun 2003 hingga era pilkada langsung 2018, tampuk kekuasan beberapa kali berganti dari satu tangan ke tangan yang lain.
Pada tahun 2003 tampuk kekuasan dipegang oleh Ahmad Zurfaih selaku wali kota dari Partai Golkar bersanding dengan wakilnya, Mochtar Mohamad dari PDI Perjuangan.
Tahun 2008 kekuasaan beralih ke tangan Mochtar Mohamad. Ia memimpin Kota Bekasi dengan didamping wakilnya, Rahmat Effendi dari Golkar setelah menang dalam pilkada langsung untuk pertama kalinya.
Di tengah jalan, Mochtar yang tersangkut kasus hukum digantikan Rahmat tepatnya pada 2012. Sejak naik menjadi wali kota, Rahmat Effendi tidak tergantikan.
Pilkada 2013, Rahmat yang maju bersama Ahmad Syaikhu dari PKS berhasil menang. Lima tahun berselang tepatnya pada Pilkada 2018, Rahmat yang maju bersama anak buahnya di pemerintahan, Tri Adhianto kembali menang.
Dari fakta yang ada, maka politik menjadi sebuah keniscayaan yang tidak bisa ditawar di kota ini. Dan ke depan, politik masih akan menjadi kekuatan yang berpengaruh dalam perjalanan Kota Bekasi.
Peta politik 2023
Hari ini di usia Kota Bekasi yang ke 23, peta politik Kota Bekasi di masa depan sudah mulai terlihat meski samar-samar. Terutam peta politik pada tahun 2023, saat jabatan Rahmat Effendi-Tri Adhianto berakhir.
Peta politik Kota Bekasi tahun 2023 diperkirakan tidak akan mengalami perubahan jauh.
Tiga poros politik utama, yakni Golkar, PDI Perjuangan dan PKS masih akan menjadi kekuatan dominan yang berpeluang besar menggapai tampuk kuasa di Kota Bekasi.
PKS dengan status pemenang Pileg 2019 dan menguasai mayoritas kursi parlemen jelas layak diperhitungkan di masa mendatang.
Begitu juga PDI Perjuangan yang punya perolehan kursi sama dengan PKS plus punya sosok wakil wali kota, Tri Adhianto.
Lalu bagaimana dengan Golkar? Banyak prediksi yang menyebut kalau Golkar akan kesusahan pada Pilkada mendatang sebab tidak ada lagi figur sekaliber Rahmat Effendi. Meski demikian, Golkar tetaplah Golkar. Sejak tahun 2004, Golkar tak pernah absen dalam tampuk kekuasaan. Tahun 2004 berhasil menduduki jabatan wali kota, 2008 wakil wali kota, 2013 sampai saat ini Golkar tak tergantikan menguasai jabatan wali kota.
Menarik dinanti, akan seperti apa suksesi politik 2023 mendatang. Dan akan jatuh ke tangan siapa tampuk kekuasaan itu ?
Redaksi