Reses Fiktif Juga ‘Dimainkan’ Anggota DPRD Jabar dan DPR RI

Dugaan soal kegiatan reses fiktif ternyata tidak hanya berhenti pada anggota DPRD Kota Bekasi. Anggota DPRD Jawa Barat dan DPR RI dari dapil Kota Bekasi-Depok juga diduga ikut memainkan modus serupa.

Informasi yang dihimpun Klik Bekasi, dari 9 anggota DPRD Jabar asal Kota Bekasi, hanya beberapa saja yang sering ‘nongol’ melakukan kegiatan menyerap aspirasi masyarakat selama masa reses.

Begitu pun anggota DPR RI asal Kota Bekasi. Dari 6 anggota, hanya satu dua orang saja yang sering terlihat melakukan kegiatan. Sisanya tidak kelihatan batang hidungnya.

Menanggapi kabar tersebut, anggota DPRD Jabar Nur Supriyanto mengatakan, reses fiktif merupakan tindakan yang sangat memalukan.

“Hari gini masih ada pejabat yang mau fiktif?” kata Supriyanto santai kepada Klik Bekasi.

Hal senada juga dikatakan anggota DPRD Jabar lain, Waras Wasisto. Menurut politikus PDI Perjuangan itu, tiap kali masa reses, ia mendapatkan anggaran Rp 50 juta untuk lima kegiatan.

“Satu titik 10 juta rupiah, dipotong pajak dan pendamping bisa tinggal 7 juta. Tujuh dikali lima berarti Rp 35 juta. Semua saya kembalikan untuk rakyat. Bahkan seringkali saya tombok,” kata dia.

Untuk DPRD Jabar, masing-masing anggota dalam setahun menjalani 3 kali masa reses. Setiap masa reses anggota harus turun minimal di lima lokasi. Setahun, mereka mendapatkan anggaran Rp 150 juta.

Anggota DPR RI dari PDI Perjuangan, Risa Mariska, mengaku tidak ambil pusing. Menurut dia, melakukan kegiatan atau tidak memang urusan masing-masing anggota dewan.

“Kalau saya setiap masa reses selalu turun ke konstituen baik di Kota Bekasi atau Depok. Tapi kan tidak selalu terpublikasi,” kata Riska saat berada di Bekasi Utara, Minggu (27/3/2016) malam.

Soal penyelewengan dana reses, ia menyerahkan sepenuhnya kepada Badan Pemeriksa Keuangan. Kalau memang ada manipulasi, kata Riska, lembaga independen itu pasti memperlihatkan dalam uaditnya.

“Tiap kali masa reses saya mendapatkan sekitar Rp 200 juta. Nanti (kalau fiktif) kan keliatan yah pas dilakukan audit oleh BPK,” ungkap Riska.

Disebutkan Riska, anggota DPR RI menjalani masa reses sebanyak 5 kali dalam satu tahun. Tiap masa reses waktunya sebulan. Setahun, mereka bisa mendapatkan anggaran minimal Rp 1 miliar.

Sekadar diketahui, 9 DPRD Jabar dari Kota Bekasi ialah: Nur Supriyanto (PKS), Waras Wasisto (PDI Perjuangan), Sumiyati (PDI Perjuangan), Siti Aisyah (Golkar), Abdul Harris Bobihoe (Gerindra).

Kemudian Irfan Suryanegara (Demokrat), Hasbullah (PAN), Diding Saefudin (PPP) dan Marjaya Ibrahim (Hanura).

Ada 6 anggota DPR RI dari Kota Bekasi antara lain ; Sukur Nababan (PDI Perjuangan), Risa Mariska (PDI Perjuangan), Mahfudz Abdurrahman (PKS), Lucky Hakim (PAN), Nuroji (Gerindra) dan Wenny Haryanto (Golkar).

Direktur Center for Budget Analysis (CBA), Uchok Sky Khadafi mengatakan, reses fiktif merupakan tindak pidana korupsi yang pelakunya bisa dijerat ke ranah hukum.

“Sangat bisa dipenjara, karena telah merugikan keuangan negara. Entah itu dilakukan anggota DPRD Kota Bekasi, DPRD Jawa Barat atau DPR RI,” kata Uchok kepada Klik Bekasi.

Karenanya, Uchok meminta penegak hukum bersikap tegas terhadap dugaan reses fiktif anggota dewan dan bergerak sesegera mungkin.

“Siapa pun yang melakukannya harus ditindak. Kalau DPR RI yang berbuat, KPK yang usut. Kalau tingkat kota ada Kejaksaan, provinsi bisa Kejaksaan Tinggi,” tandansya.

Mantan Ketua KPK, Busyro Muqoddas menekankan hal serupa. Karenanya, ia meminta masyarakat memperkuat peran kontrol untuk mencegah perilaku korup yang dilakukan wakil rakyat.

“Hari ini, yang kita butuhkan adalah kekuatan rakyat,” kata Busyro kepada Klik Bekasi, saat hadir di acara Muhammadiyah Kota Bekasi, Jumat (25/3/2016) kemarin.

Diberitakan sebelumnya, para anggota dewan melakukan reses fiktif dengan berbagai modus. Tujuannya adalah untuk mengentit anggaran dari pemerintah.

(Baca: Modus Reses Fiktif Ala Anggota DPRD Kota Bekasi)

Kepala Kejaksaan Negeri Bekasi Didik Istiyanta menyebut reses fiktif sudah termasuk tindak pidana korupsi, sehingga bisa diusut penegak hukum. (Ical)

Tinggalkan komentar