Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimudjono meminta Pemerintah Kota Bekasi menghentikan penggusuran bangunan liar di wilayah setempat.
Pihaknya merasa bertanggung jawab karena hampir semua titik penggusuran di Kota Bekasi berada di atas tanah Kementerian PUPR, yang dikelola Perusahaan Umum Jasa Tirta II.
“Kita akan buat surat ke Pemkot Bekasi, agar disetop dulu supaya masyarakat bisa tenang dan menghindari hal hal yang bisa merugikan banyak pihak,” kata dia kepada wartawan di Jakarta, Minggu (27/11/2016).
Basuki juga segera mengutus tim khusus untuk mengecek kondisi di lapangan, menindaklanjuti adanya laporan bahwa banyak tanah PUPR di Kota Bekasi yang dimanfaatkan untuk kepentingan pengusaha, bahkan dijual.
“Yang namanya aset negara itu tidak bisa dijual-belikan. Makanya, tim PUPR kita turunkan untuk mengecek semua masalah-masalah yang terjadi di Bekasi. Kita tidak ingin rakyat dirugikan,” tegas Basuki.
Menurut Basuki, pihaknya baru tahu jika di Kota Bekasi ada kebijakan penggusuran yang masif dan menimbulkan polemik di masyarakat. “Harusnya PUPR tahu. Mekanismenya kan ada,” kata dia.
(Baca juga: Penggusuran dan Lobi Gelap Para Politikus)
Sekadar diketahui, tahun 2016, Pemkot Bekasi menargetkan penggusuran di 51 titik. Sampai sekarang, tinggal beberapa titik saja yang belum dieksekusi.
Hampir semua warga korban penggusuran menuntut Pemkot Bekasi mencarikan solusi. Mereka merasa tidak pernah diajak dialog oleh pemerintah.
Program penggusuran itu digawangi dua dinas sekaligus: Dinas Tata Kota dan Dinas Bina Marga dan Tata Air (Disbimarta). Masing-masing memiliki peran yang berbeda.
Dinas Tata Kota berperan sebagai ekskutor penggusuran. Sedangkan Disbimarta bertugas melakukan tindak lanjut pascapenggusuran dengan membangun jalan ataupun saluran.
Untuk membangun jalan dan saluran di atas lokasi bekas penggusuran, Pemkot Bekasi mengalokasikan dana Rp 100 miliar pada APBD 2016. Disbimarta yang menggarap.
(Baca juga: Penggusuran Pesanan Taipan)
Kepala Dinas Tata Kota, Koswara Hanafi mengatakan, hampir semua bangunan liar di dekat saluran air memang berdiri di atas tanah milik Kementerian PUPR.
“Semua pembongkaran berkaitan dengan bangunan liar di atas tanah pengairan. Yang nantinya lahannya akan digunakan untuk jalan, normalisasi atau RTH,” kata Koswara.
Koswara juga menjelaskan, Perum Jasa Tirta II selalu terlibat dalam rapat. Terakhir, ada pengukuran tanah bersama: mana yang milik pengairan dan bukan.
Kepala Disbimarta Kota Bekasi, Tri Adhianto juga mengklaim sudah sejak lama menjalin kesepakatan dengan pihak Kementerian PUPR soal pemanfaatan lahan.
“Jadi sudah ada MoU (memorandum of understanding) sejak 2013. Kami diperbolehkan. Kami bukan menguasai tapi memanfaatkan lahan,” katanya. (Res)