Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi membuat heboh jajaran birokrasi: dua kepala dinas dicopot jabatannya secara mendadak. Mereka adalah Kepala Dinas Sosial, Agus Dharma, dan Kepala Dinas Pendidikan, Rudi Sabarudin.
Rudi dan Agus, terhitung sejak Selasa (19/7/2016), bukan lagi menjadi bagian gerbong utama wali kota. Mereka kini menjadi pegawai biasa.
Apa sebab?
Rumor yang beredar di kalangan birokrat, wali kota memang kurang ‘sreg’ kepada Agus dan Rudi. Mereka bukan selera wali kota.
Agus, misalnya, dicap kurang loyal kepada wali kota. Ia masih belum bisa ‘move on’ dari wali kota yang lama, Mochtar Mohamad.
“Padahal, bagi Rahmat Effendi, loyalitas itu penting. Dia tidak butuh orang pintar, tapi butuh orang loyal,” kata sumber kami.
Sedangkan Rudi, sedari awal menjabat kepala dinas, didesas-desuskan tidak bisa dipercaya oleh wali kota karena ‘kurang patuh’.
“Dari awal Rudi tidak senang ditaruh di Dinas Pendidikan. Dia mengeluh, di sana terlalu banyak kepentingan,” kata sumber.
Sekretaris Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Kota Bekasi, Dinar Faisal Badar, menepis rumor itu. Namun, ia sungkan menjelaskan secara detail alasan pemberhentian itu.
“Pemberhentian mereka berdasarkan evaluasi dan rekomendasi dari Badan Pertimbangan Jabatan dan Kepangkatan (Baperjakat) Kota Bekasi,” jelas Dinar secara normatif, Kamis (21/7/2016).
Baperjakat, kata Dinar, memang bertugas memberikan pertimbangan kepada wali kota dalam hal pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian pegawai dari jabatannya.
“Landasannya Pasal 14 Permen Nomor 100 tahun 2000 tentang tugas pokok Baperjakat,” jelas Dinar.
Kepala Bidang Administrasi pada Badan Kepegawaian Daerah Kota Bekasi, Ali Sofyan, menyebut Agus dan Rudi telah melanggar sejumlah kontrak kerja.
Wali kota, kata Ali, menilai pelaksanaan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) 2016 tidak memuaskan.
“Saat sidak Wali Kota Bekasi ke kantor dinas beberapa lalu diketahui masih ada orang tua calon siswa yang tidak terlayani dengan baik,” katanya.
Selain itu, Rudi dianggap tidak maksimal dalam menyerap anggaran tahun 2016 di dinas yang dipimpinnya.
Sekolah Dasar Negeri (SDN) Margajaya I dan II di Kecamatan Bekasi Selatan, sebagai contoh, tidak memiliki bangku belajar. Padahal dua sekolah itu berada di pusat kota.
Agus, kata Ali, pun tidak mampu memberikan pelayanan yang prima kepada masyarakat.
“Wali kota menilai mereka tidak bisa melayani masyarakat dengan baik. Penyerapan anggaran juga minim,” ungkap Ali.
Lalu, seperti apakah kepala dinas ideal selera sang wali kota?
Barangkali Kepala Dinas Tata Kota Bekasi, Koswara Hanafi, dan Kepala Dinas Binamarga dan Tata Air, Tri Adhianto, bisa menjadi contoh.
Sejak Rahmat Effendi memimpin Kota Bekasi bersama Ahmad Syaikhu sebagai wakilnya, Koswara dan Tri tidak pernah tersentuh mutasi atau pergeseran jabatan hingga sekarang.
Di lingkungan pejabat Kota Bekasi, mereka dianggap sebagai ‘anak emas’ wali kota. Padahal kinerja mereka tidak begitu istimewa.
Koswara malah disebut-sebut bermasalah. Ia digosipkan ‘menerima banyak setoran’ dari para pengusaha properti yang punya kepentingan bisnis di Kota Bekasi. Ia memegang peranan kunci dalam perencanaan tata ruang.
Sejumlah elemen masyarakat kerap mendesak penegak hukum untuk mengusut dugaan kongkalikong dalam penataan ruang Kota Bekasi. Namun, desakan itu lagi-lagi mentah di kejaksaan.
Ada pun Tri, tersangkut sejumlah masalah pengerjaan proyek infrastruktur. Badan Pemeriksa Keuangan RI bahkan menyebut dia ‘tidak beres’ dalam mengemban tanggung jawabnya sehingga keuangan negara dirugikan dalam jumlah besar.
Jadi, apa yang membuat wali kota berselera?