Di tengah masalah kemacetan yang tak terselesaikan, Pemerintah Kota Bekasi justru mengoperasikan kendaraan roda tiga jenis bajaj. Ditengarai ada kepentingan bisnis terselubung.
Senin, 18 Oktober 2016, sebanyak 20 bajaj berbahan bakar gas buatan PT TVS King dan PT Bajaj RE diuji coba di Kelurahan Bekasi Jaya, Kecamatan Bekasi Timur.
Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi bahkan langsung mengawalnya. Menurutnya, sasaran operasi bajaj adalah semua jalan lingkungan di Kota Bekasi.
“Uji coba dilakukan selama 10 hari ke depan tanpa dipungut biaya bagi warga yang menaikinya. Kami berharap warga setempat terbantu dengan angkutan lingungan ini,” kata Rahmat.
Kepala Dinas Perhubungan (Dishub) Kota Bekasi, Yayan Yuliana menjelaskan, sebanyak 1.200 bajaj ditargetkan beroperasi di 12 kecamatan dalam waktu dekat.
Masyarakat umum bisa membeli bajaj tersebut seharga Rp 67 juta. Syaratnya hanya masuk dalam keanggotaan Koperasi Angkutan Bekasi (Koasi) di bawah Organisasi Angkutan Darat (Organda) Kota Bekasi.
“Kami sudah arahkan para pengendara ojek pangkalan dan tukang becak untuk memiliki bajaj. Ini untuk meminimalisir persinggungan trayek,” katanya.
Yayan menilai operasi becak dan ojek pangkalan di tengah masyarakat saat ini sudah tidak relevan lagi diterapkan sehingga perlu ada peralihan profesi.
“Ke depan kami akan berkoordinasi dengan Satpol PP untuk menertibkan becak dan ojek pangkalan di lingkungan perumahan,” ungkapnya.
Yayan mengklaim sudah mengaji kebijakan ini secara matang dengan cara menyusun standar operasional prosedur, termasuk berkoordinasi dengan Satlantas Polres Metro Bekasi Kota.
“Ada sanksi yang akan diberikan bila sopir mengemudikan bajaj keluar jalur atau masuk jalur utama (jalan raya). Kecuali mengisi bahan bakar,” kata Yayan.
Saat ini, ada dua Stasiun Pengisian Bahan Bakar Gas (SPBG). Pertama di Jalan Sultan Agung, kedua di Jalan Juanda Kota Bekasi.
Ketua Organda Kota Bekasi Hotman Pane membenarkan bahwa pengoperasian bajaj merupakan tanggung jawab pihaknya, termasuk pengawasan dan pembinaan para sopir maupun pemilik bajaj.
Bisnis terselubung
Sumber kami mengungkap versi lain cerita datangnya bajaj ke Kota Bekasi. Bukan soal kebutuhan warga terhadap mobilitas, bukan pula soal transportasi ramah lingkungan.
“Ini adalah bisnis terselubung para elite. Ada dua bisnis yang disasar. Yang pertama pengadaan bajaj itu sendiri,” ungkap sumber.
Soal proyek pengadaan bajaj, sebut sumber, Yayan Yuliana dan Hotman Pane memang sudah ‘geleng-angguk’ dengan penyedia bajaj. Targetnya, yang penting barang laku.
Keberadan bajaj juga akan membuat kas Organda bertambah karena setiap bajaj mesti memiliki izin trayek untuk beroperasi–dan kendalinya ada di Organda.
“Hotman Pane orangnya wali kota. Dengan Yayan, dia berhasil memengaruhi wali kota untuk menjalankan proyek-proyek,” sebut sumber.
Mereka sudah merancang proyek bajaj jauh-jauh hari dengan berlindung di balik keputusan wali kota. Dimulai dengan merombak trayek hingga menyita puluhan angkot tua.
Di internal Organda sendiri, para anggota merasa Hotman Pane tidak berpihak kepada mereka. Puncaknya, mereka menggelar demonstrasi besar-besaran pada akhir Agustus 2016 di kantor wali kota.
Para sopir angkot mendesak wali kota mencabut sejumlah aturan yang merugikan mereka dan membebaskan angkot tua yang disita. Dan, yang juga penting: mencopot Hotman Pane.
Di samping penjualan bajaj, menurut sumber, ada bisnis lain yang ikut mendorong diterapkannya kebijakan pengoperasian bajaj. Adalah bisnis pendirian SPBG.
“Sejumlah pejabat di Pemkot Bekasi saat ini tengah gencar menyiapkan investasi di bidang tersebut. Dan mereka memikirkan cara menjualnya” katanya.
Sebagai contoh pendirian SPBG di Jalan Juanda, Kelurahan Duren Jaya, Bekasi Timur. Kabarnya, SPBG tersebut berdiri di atas lahan atas nama istri salah satu pejabat eselon II.
Selama ini, investor banyak yang tidak berminat membuka SPBG lantaran terganjal penjualan. Bahkan, di Jakarta, Transjakarta kerap kesulitan mengisi bahan bakar gas.
“Jadi memang sengaja didorong oleh sejumlah petinggi agar ada bajaj di Kota Bekasi. Sehingga SPBG yang mereka dirikan laku,” katanya.
Kebijakan pengoperasian bajaj hanya langkah awal saja. Nantinya, Pemkot Bekasi juga meluncurkan Trans Patriot–moda transportasi massal sejenis Transjakarta berbahan bakar gas.
Kepala Badan Pelayanan Perizinan Terpadu (BPPT) Kota Bekasi, Amit Riyadi membantah kabar soal kepemilikan SPBG di Bekasi Timur. “Itu milik pemerintah,” jawab Amit singkat.
Namun jawaban berbeda justru keluar dari Vice President Corporate Communication PT Pertamina (Persero), Wianda Pusponegoro. Menurutnya, SPBG di Bekasi Timur bukanlah milik pemerintah.
“Milik swasta di bawah naungan PT Cakratama,” jelas dia, saat dihubungi Klik Bekasi.
Yayan Yuliana, saat kami tanyakan mengenai adanya bisnis terselubung di balik pengoperasian bajaj, membantah keras. Ia tetap pada argumen awalnya.
“Tidak benar. Ini murni niat pemerintah menyediakan sarana transportasi yang ramah lingkungan,” jawab Yayan. (Ical)