Utak-atik Dana Website Pemkot Bekasi

Pemerintah Kota Bekasi setiap tahun menggelontorkan anggaran besar untuk utak-atik situs web (website) sejumlah instansi. Banyak keganjilan dalam pelaksanaannya.

Penelusuran Klikbekasi.co pada ABPD Kota Bekasi 2016, ada sekitar tujuh mata anggaran yang berhubungan dengan website: lima untuk pemeliharaan, dua untuk pembuatan website baru.

Anggaran tertinggi ada pada pemeliharaan website Pemkot Bekasi yang beralamat di bekasikota.go.id, yaitu Rp 450 juta. Angka ini malah turun drastis dari tahun sebelumnya, Rp 700 juta.

Pemeliharaan website Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah (Bapusipda) tertinggi kedua, yakni Rp 202,5 juta. Disusul Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Rp 100 juta.

Kemudian Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup (BPLH) Rp 90 juta, serta Badan Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (BP3AKB) Rp 45 juta.

Ada pun website yang baru dibuat antara lain Dinas Tata Kota (Distako) Rp 500 juta (plus jurnal cetak) dan Dinas Perhubungan (Dishub) Rp 160 juta.

Enam website terakhir sebenarnya merupakan subdomain. Artinya, alamatnya menginduk pada domain utama. Sebagai contoh, website BPLH, bisa diakses melalui alamat bplh.bekasikota.go.id.

Kepala Bagian Telematika Kota Bekasi, Sudarsono mengungkapkan, semua infrastruktur website instansi–dalam hal ini satuan kerja perangkat daerah atau SKPD–sudah ditanggung pihaknya sebagai pengelola server dan domain utama.

“Untuk pengelolaan subdomain memang ada di Bagian Telematika sebagai pengelola domain SKPD. Tidak ada biaya apa pun yang dikeluarkan SKPD,” kata Sudarsono.

Tahun ini, Bagian Telematika mendapatkan kucuran anggaran belanja langsung urusan kurang lebih Rp 6,8 miliar. Semua anggaran itu digunakan untuk infrastruktur telematika.

Menurut Sudarsono, yang ditanggung masing-masing SKPD hanyalah biaya pembuatan desain website dan pengelolaan konten–yang ditampilkan di laman website.

infografis-website-instansi-pemkot-bekasi

Banyak keganjilan

Masih ingat kasus website Revolusi Mental yang menghebohkan itu? Jumlah anggaran pembuatan website Rp 140 miliar adalah kata kunci yang memantik perdebatan panjang.

Para praktisi teknologi informasi menganggap anggaran itu tidak masuk akal. Pembuatan website ditaksir tidak lebih dari Rp 100 juta–itu pun sudah mencakup infrastruktur, pemeliharaan dan pengelolaan konten.

Biaya terbesar untuk pembuatan website ideal sebenarnya ada pada perangkat keras dan koneksi.

“Untuk membeli server saja butuh dana sekitar US$ 2.500 sampai US$ 3.000 (atau setara Rp 35-42 juta),” jelas Direktur Operasional Pengelola Nama Domain Internet (Pandi) Sigit Widodo, belum lama ini.

Agar bekerja maksimal, server itu pun mesti dititipkan di tempat khusus (colocation) dengan biaya sekitar Rp 5 juta sampai Rp 10 juta per tahun.

Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) belakangan membantah isu anggaran Rp 140 miliar. Harga pembuatan desain website Revolusi Mental nyatanya tidak lebih dari Rp 20 juta.

Di Kota Bekasi, anggaran untuk website instansi diduga mengada-ngada. Ada oknum yang sengaja mengakali uang negara dengan berlindung di balik proyek-proyek telematika.

Website Bappeda, misalnya, sampai saat ini tidak menampilkan konten apa pun. Padahal, tidak hanya tahun ini, sejak 2015, Bappeda sudah menggelontorkan Rp 100 juta untuk pemeliharaan.

Meski desain sedang dalam pengembangan, mestinya ada riwayat konten yang telah diunggah Bappeda–kecuali jika website tidak dibuka aksesnya sementara untuk publik.

Bapusipda juga demikian: tidak lebih dari 10 konten yang diunggah. Sejak tahun 2015, instansi ini sudah menganggarkan Rp 200 juta untuk website. Instansi lainnya sama saja.

Jadi berapa sebenarnya harga pembuatan website instansi di Pemkot Bekasi?

Hasil analisa kami dari segi teknis, biaya pembuatan website instansi Pemkot Bekasi berkisar Rp 5 juta sampai Rp 20 juta. Tergantung berapa besar pengembang website mematok jasanya. Itu sudah termasuk pemeliharaannya.

Website instansi di Pemkot Bekasi kebanyakan menggunakan sistem manajemen konten (atau CMS) berbasis WordPress untuk mengunggah atau mengelola konten seperti tulisan, gambar, dan video. Gratis.

WordPress juga menyediakan tampilan desain (template) gratis. Ada pula template berbayar: harganya berkisar $29 sampai $64 (setara Rp 383.000 sampai Rp 844.000). Website BP3AKB, misalnya, menggunakan template WordPress gratis.

Dilihat dari segi teknis itu, wajarnya, instansi hanya mengeluarkan anggaran satu kali karena subdomain dan infrastruktur koneksi sudah ditanggung Bagian Telematika.

Instansi boleh saja berkilah anggaran puluhan sampai ratusan juta dikucurkan untuk keperluan pengelolaan konten. Namun, faktanya, tidak semua instansi menganggarkan untuk konten.

Website kecamatan di Kota Bekasi dan beberapa dinas, sebagai contoh, dalam APBD tidak ada anggarannya tetapi pengelolaan kontennya tetap berjalan.

Sejumlah praktisi komunikasi massa yang kami wawancarai menjelaskan, untuk mengisi website tidaklah sulit. Teknisnya mudah diajarkan–tidak berbeda jauh dengan menggunakan media sosial.

Pengelola website instansi tidak harus menjadi produsen konten utama. Menjadi aggregator pun tidak masalah dengan cara mengambil konten dari website lain seperti media online atau media cetak.

Lagi pula, anggaran Bagian Humas Pemkot Bekasi cukup besar, mencapai sekitar Rp 4 miliar pada tahun 2016. Rp 945 juta di antaranya untuk kerjasama kehumasan dengan media massa, dan Rp 832 juta untuk penyebarluasan informasi kegiatan pemerintah daerah.

Korupsi di bidang telematika memang bukan hal baru di Kota Bekasi. 2014 lalu, Kepala Bagian Telematika Sri Sunarwati lebih dulu menjajal dan akhirnya harus menjalani hukuman di penjara. (Res)

Tinggalkan komentar