Perkembangan dunia teater di Bekasi hampir tidak terdengar gaungnya. Pertunjukan teater nyaris alpa. Dunia yang awalnya dijadikan tempat pengemblengan para aktor kini sepi peminat. Para pemainnya berubah menjadi tua. Namun, siapa sangka jika ternyata Teater mempunyai akar sejarah dan tradisi yang panjang di Bekasi, masih mengeliat dan menemukan bentuknya di pojok-pojok kampus yang pengap di Bekasi.
Ketua Dewan Kesenian Bekasi, Ridwan Marhid, menjelaskan bahwa tradisi teater di Bekasi sebenarnya sudah berlangsung sejak tahun 1970an. Saat itu, kata Ridwan, kelompok teater kebanyakan berasal dari Organisasi Kemasyarakatan. Teater dijadikan alat propaganda yang efektif untuk menyampaikan pesan, misi organisasi, bahkan kritik kepada pemerintah.
“Era keemasan teater di Bekasi pada akhir tahun 1980an, kala itu semua kelompok teater melebur dalam satu wadah,” kenang Ridwan.
Namun memasuki tahun 1990, saat stasiun televisi swasta mulai bermunculan, jumlah kelompok teater menyusut drastis dan mengalami stagnansi. Dalam hitungan DKB, jumlah kelompok teater di kota Bekasi ada 40 sanggar, namun yang eksis sampai saat ini hanya hitungan jari.
“Teater sudah banyak ditinggalkan karena kalah dengan perkembangan dunia hiburan dan multimedia,” lirih Ridwan.
Beruntung, masih ada segelintir orang yang mengabdikan dirinya dengan penuh totalitas di ranah teater. Mereka yang memiliki daya kreatif dan imajinatif tanpa batas, mengkreasikan tehnik teater modern dengan mengadopsi muatan lokalitas Bekasi. Teater Bekasi, meskipun, tidak hingar bingar dan gemerlap di bawah sinar lampu panggung, mampu bertahan dalam kesederhanaan tanpa mengurangi bobot dan kualiasnya. Beberapa pemain dan kelompok teater di Bekasi bahkan sudah menasional dengan segudang prestasi.
Seperti yang dilakukan oleh kelompok Teater Korek Unisma Bekasi yang tetap mencoba konsisten di jalur ini meskipun berjalan terseok-seok. “Kami ingin mengenalkan dunia teater kepada para mahasiswa. Sebab, saat ini sadah sangat sedikit peminatnya,” kata Acus, salah satu pengurus Teater Korek.
Menurut Acus, Teater Korek mencoba mengangkat kesenian lokal dalam setiap pementasan teater yang mereka lakukan. Seperti misalnya, mengadopsi unsur topeng Bekasi dan musik ketimpring. Bahkan, lanjutnya, dialeg yang dilakukan juga menggunakan unsur bahasa Bekasi.
“Ternyata konsep ini justru lebih mudah diterima oleh penonton, karena ada ikatan lokalitas kebudayaan,” pungkasnya.
Teater Korek juga rutin mengadakan festival teater untuk pelajar SMA. Tujuannya, agar kelompok teater di Bekasi bisa melakukan regenarasi. “Kami khususkan pesertanya pelajar SMA. Selama ini, teater di kalangan pelajar SMA kurang dianggap. Nah, kami ingin memopulerkan,” kata Acus.