Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi baru-baru ini mencopot dua pejabat penting. Mereka adalah Kepala Dinas Pendidikan, Rudi Sabarudin dan Kepala Dinas Sosial, Agus Dharma.
Keduanya dipecat dengan alasan gagal memenuhi kontrak kinerja dan kurang cakap selama memimpin.
Kebijakan tersebut cukup membuat geger publik. Bahkan bagi Agus dan Rudi sendiri sampai saat ini masih ‘gagal paham’ dengan keputusan orang nomor satu di Kota Bekasi itu.
“Pencopotan yang tidak beretika,” kata Agus. “Sesuai aturan kepegawaian, mestinya ada peringatan. Dengan peringatan, maka ada ruang evaluasi. Ini tidak. Main copot saja.”
(Baca: Bongkar Pasang Kepala Dinas, Sikap Wali Kota Bekasi Janggal)
Namun, terlepas dari rentetan alasan pemecatan, Klik Bekasi mencoba sedikit mengulas siapa sosok Agus Dharma–yang lebih frontal ‘melawan’ wali kota, ketimbang Rudi pascaputusan.
Siapa sebenarnya Agus Dharma?
Dalam gerbong birokrasi, Agus merupakan birokrat senior. Ia tercatat pernah menduduki jabatan sebagai kepala dinas di beberapa Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD).
Agus pernah menjabat Kepala Dinas Perhubungan di rezim mantan Wali Kota Bekasi, Mochtar Mohamad–yang kemudian masuk penjara karena kasus korupsi.
Dari Dinas Perhubungan, Agus kemudian didaulat menjadi Kepala Kesbangpolinmas (Kesatuan Bangsa, Politik dan Lindungan Masyarakat) pada saat Rahmat Effendi menjabat Pelaksana Tugas Wali Kota Bekasi.
Rahmat menggantikan posisi Mochtar Mohamad selama setahun lebih. Barulah, di tahun 2013, Rahmat Effendi ‘benar-benar’ menjadi wali kota, setelah menang dalam Pilkada Kota Bekasi.
Agus, yang terkenal memiliki kedekatan dengan Mochtar Mohamad, langsung ‘masuk kotak’. Ia dimutasi menjadi Staf Ahli Wali Kota Bekasi.
Dari Staf Ahli, Agus kemudian kembali mendapat jabatan sebagai Kepala Dinas Sosial, sampai akhirnya Rahmat Effendi mengambil langkah untuk mencopotnya.
Pencopotan Agus itu kemudian memunculkan aroma tidak sedap. Kedekatan Agus dengan Mochtar Mohamad disebut-sebut menjadi salah satu faktor dominan mengapa ia harus dicopot.
Dan, bukan soal dekat saja, Agus Dharma–selaku birokrat senior–punya potensi membelah birokrasi.
Dengan kelebihan itu, Agus dikhawatirkan bisa mengacaukan skenario pemenangan Rahmat Effendi dalam Pilkada Kota Bekasi 2018 mendatang.
Selain dekat Mochtar Mohamad, dicopotnya Agus tidak bisa lepas dari intrik di dalam internal birokrasi Pemkot Bekasi.
Kabar berhembus, banyak pejabat eselon II di Kota Bekasi yang tidak nyaman dengan keberadaan Agus.
Agus, oleh para birokrat, disebut-sebut menjadi ancaman. Ia sewaktu-waktu bisa menyeruduk ke posisi puncak birokrasi dengan menduduki posisi Sekda yang saat ini diduduki Rayendra Sukarmadji.
Menengok ke belakang, sebelum Rayendra terpilih sebagai Sekda, Agus merupakan pesaing kuat Rayendra Sukarmadji. Dari 11 orang pejabat eselon II yang mengikuti seleksi Sekda saat itu, Agus Dharma masuk peringkat tiga besar bersama Rayendra dan Nandi Surjakandi yang saat ini sudah pensiun.
Seandainya Mochtar Mohamad tidak tersandung masalah hukum, Agus adalah calon terkuat untuk menjabat Sekretaris Daerah (Sekda) saat itu.
Dengan posisi demikian, maka, untuk saat ini pun, Agus masih merupakan pejabat eselon II di Kota Bekasi yang paling memiliki potensi menggantikan Rayendra Sukarmadji seandainya yang bersangkutan pensiun atau berhalangan tetap.
Rahmat Effendi menepis rumor tersebut. “Ini bukan selera. Tidak ada selera. Dibuat matriks saja indikator kegagalan dengan keberhasilannya,” kata Rahmat. (Ical)