Site logo

Sepandai-pandai Tumai

Ketua DPRD Kota Bekasi, Tumai, adalah figur penting yang mewarnai dinamika Kota Bekasi dalam satu dasawarsa terakhir. Selalu lolos dalam berbagai skandal.

2010 adalah tahun yang gawat untuk Tumai. Banyak orang memprediksi karir politiknya akan tamat setelah Komisi Pemberantasan Korupsi menetapkan Mochtar Mohamad–wali kota saat itu–sebagai tersangka.

Saat itu, Mochtar didakwa 4 perkara. Salah satunya adalah menyuap anggota DPRD Kota Bekasi Rp 4 miliar untuk memuluskan pengesahan APBD 2010 yang ketika itu tak kunjung rampung.

Dokumen KPK menggambarkan secara detail: Tumai, bersama empat rekan anggota dewan–Lilik Haryoso, Sutriyono, Choiruman Juwono Putro dan Muhammad Said–menerima uang tersebut pada 23 Desember 2009.

7 Maret 2012, Mahkamah Agung memvonis Mochtar bersalah. Tumai tak juga tersentuh–bahkan sampai sekarang, sampai Mochtar bebas setelah menjalani hukuman enam tahun penjara.

Selain kasus suap, Tumai juga digoyang dengan skandal ijazah palsu yang pada era Jokowi mengemuka dengan hebat setelah dipantik Menteri Ristekdikti, M Nasir.

Tumai berkali-kali didemo massa karena diduga memalsukan ijazah atas gelar sarjana ekonominya. Toh, Tumai tetap baik-baik saja.

Mampu melewati badai skandal membuat Tumai semakin lincah. Akhir tahun 2015, Tumai kembali uji kebolehan. Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama ‘Ahok’ adalah lawannya.

tumai-dprd-2

Tumai menjadi beking bos besar PT Godang Tua Jaya, Rekson Sitorus, untuk mempertahankan kontrak pengelolaan TPST Bantar Gebang Kota Bekasi milik DKI Jakarta yang hendak digunting putus Ahok.

Melalui tangan Komisi A DPRD, Tumai melancarkan serangan kepada Ahok secara bertubi-tubi. Dengan dalih sebagai pengontrol kebijakan, Komisi A lalu mempreteli satu per satu kesalahan DKI Jakarta.

Dimulai dengan menyetop truk pengangkut sampah milik DKI Jakarta yang hendak dibuang ke Bantar Gebang, Komisi A berhasil membangun polemik. Kemudian dilanjutkan perang opini.

(Baca: Dalang Kisruh Bantar Gebang)

Hampir semua media massa di lokal ataupun nasional menyorot kasus Bantar Gebang. Wakil Presiden Jusuf Kalla pun akhirnya harus ikut berkomentar. Ia ingin kegaduhan diselesaikan.

Kapolda Metro Jaya, Tito Karnavian–yang sekarang menjadi Kapolri–menerjunkan ratusan polisi ketika situasi semakin panas di lapangan.

Polisi berjaga-jaga di sepanjang jalur pengangkutan sampah untuk menghindari penyetopan oleh massa bayaran yang dikerahkan pihak PT Godang Tua Jaya.

Meski akhirnya proses pemutusan kontrak tetap berjalan, tetap saja, Ahok belum mampu menyeret Tumai Cs ke jalur hukum–yang ia sebut-sebut menerima aliran dana dari PT Godang Tua Jaya.

Geleng angguk dengan wali kota

Sebagai Ketua DPRD Kota Bekasi, Tumai memiliki peran vital dalam pengambilan berbagai keputusan di Kota Bekasi. Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi cukup ‘geleng angguk’ saja dengan Tumai.

Ketika pemerintah mengusulkan Peraturan Daerah (Perda) baru atau revisi, Wali Kota Bekasi tak perlu capek-capek. Ia tinggal mengajukan ke DPRD via Tumai.

Selanjutnya, Tumai akan mengatur semuanya dengan menugaskan kepada perwakilan masing-masing fraksi atau Badan Legislasi DPRD Kota Bekasi.

Begitu juga dalam soal pembahasan anggaran. Molor tidaknya pembahasan tergantung kepada Tumai selaku pemegang palu. Jika Tumai tidak sreg, bisa dipastikan, pembahasan akan tersendat.

Ibarat bermain layang-layang, Tumai pun mampu menarik-ulur kasus sensitif yang menimpa eksekutif. Tiap tahun, Badan Pemeriksa Keuangan memberikan laporan hasil audit kepadanya.

tumai-pepen

DPRD, seperti disebut dalam UU No 15 tentang BPK, memiliki kewenangan membahas hasil audit. Selanjutnya, DPRD memberikan rekomendasi kepada wali kota tentang apa saja yang harus ditindaklanjuti secara serius.

Di dalam audit BPK, banyak kasus-kasus yang sebenarnya mengandung unsur pidana. DPRD mestinya bisa melaporkan temuan BPK ke penegak hukum dan mendesak wali kota agar mengawalnya.

(Baca: Para Penggelap Kasus Korupsi di Kota Bekasi)

Tahun 2015 lalu, misalnya, DPRD memberikan rekomendasi ‘ecek-ecek’ yang tidak menyentuh subtansi masalah sama sekali. Sejumlah kasus yang bisa berujung ke pidana tidak disebut.

Audit BPK atas pekerjaan proyek pengendalian banjir di Perumnas 3, Kelurahan Aren Jaya, adalah salah satu contoh temuan yang mengarah kepada tindak pidana korupsi.

Di sana, BPK menemukan adanya manipulasi lelang dan pemahalan harga (mark up) anggaran proyek sampai Rp 1,6 miliar. Bahkan BPK melampirkan bukti-bukti yang sangat kuat.

Tapi, lagi-lagi, berkat kepiawaian Tumai memainkan perannya, audit BPK yang penuh noda itu tercuci bersih.

Siapakah Tumai?

Tumai adalah nama yang sederhana–seperti halnya Slamet atau Joko. Namun, apalah arti sebuah nama? Begitulah kata sastrawan besar Inggris, William Shakespeare.

Yang jelas, lelaki berusia 44 kelahiran Pekalongan, Jawa Tengah, itu bukan politikus karbitan yang hari ini banyak bercokol di dalam tubuh PDI Perjuangan Kota Bekasi.

Tumai merangkak dari bawah. Karirnya di PDI Perjuangan dimulai sebagai Ketua Korcam Bekasi Timur tahun 1997. Dua tahun berikutnya, 1999, ia menjadi Ketua PAC Bekasi Timur.

Tahun 2005, Tumai punya jabatan agak bergengsi di partai. Ia menjadi Sekretaris DPC PDI Perjuangan Kota Bekasi. Bahkan sampai sekarang. Siapa pun ketuanya, ia sekretarisnya.

tumai-dprd

Melihat rekam jejak politik Tumai, jelas: ia adalah generasi pertama PDI Perjuangan di Kota Bekasi. Maka, sudah sepantasnya jika ia berhubungan baik dengan orang-orang penting partainya di pusat.

Tumai juga meniti karir di legislatif sejak 2004. Lima tahun berselang, tepatnya 2009, ia kembali terpilih sebagai anggota dewan. Di periode itu, Tumai menjabat Wakil Ketua DPRD Kota Bekasi.

Dan, di tahun 2014, Tumai menduduki jabatan Ketua DPRD Kota Bekasi—karena partai tempatnya bernaung meraih jumlah kursi terbanyak. (Baca: Banteng Gemuk Tak Bisa Nyeruduk)

Puluhan tahun berkecimpung dalam dunia politik membuat Tumai begitu lihai. Sehingga orang sering bergurau: sepandai-pandai Tumai melompat, akankah jatuh juga?

Redaksi

Comments

  • No comments yet.
  • Add a comment
    Home
    Mulai Menulis
    News