Apa yang diharapkan dari organisasi masyarakat (ormas) jika ternyata keberadaan mereka justru merugikan masyarakat? Jargon “atas nama rakyat” sepertinya sudah tidak relevan, basi, usang, dan memuakkan.
Kita kerap menyaksikan bagaimana ormas-ormas tersebut menggelar demonstrasi dengan cara yang brutal di jalan raya. Mereka tidak menaati rambu-rambu lalu lintas, tidak mengenakan helm, bonceng tiga orang, bahkan menggunakan jalur yang berlawanan.Tapi, mengapa polisi membiarkan?
Kamis pagi, 25 September 2014, ormas Gerakan Masyarakat Bawah Indonesia (GMBI) membuat ulah di Jalan Hasibuan Kota Bekasi. Mereka menerabas jalan. Namun ketika warga mengingatkan, mereka justru marah dan mengeroyok orang tersebut: ramai-ramai memukul dengan bambu!
Ormas-ormas tersebut bahkan sering memeras masyarakat, dengan alasan sumbangan ini dan itu. Jika tidak diberi, mereka marah. Jika ini dibiarkan, kita sama saja melanggengkan syahwat hewani: yang kuat yang berkuasa.
Polisi, sebagai institusi yang bertanggung jawab atas keamanan masyarakat, tidak boleh diam. Demonstrasi memang dijamin oleh Undang Undang, tapi bukan berarti itu dijadikan sebuah ajang mempertontonkan kekerasan dan kebrutalan. Hak asasi menjadi gugur ketika hak tersebut ternyata melanggar hak orang lain juga.(Redaksi)