Site logo

Permainan Tabu di TPAS Sumurbatu

Sumurbatu hanyalah nama kelurahan di Bantar Gebang, kecamatan pinggiran Kota Bekasi. Namun, di sanalah, sampah warga DKI Jakarta dan Kota Bekasi bermuara.

Ada dua tempat pembuangan sampah di Bantar Gebang. Tentu saja, lahan milik DKI Jakarta lebih luas, mencapai ratusan hektar. Tidak hanya meliputi Sumurbatu, tapi juga kelurahan lain seperti Cikiwul dan Ciketing Udik. Sedangkan tempat pembuangan sampah milik Pemerintah Kota Bekasi berada Sumurbatu saja, sekitar 16 hektar.

Sampah memang tidak akan ada habisnya, namun ia bisa dikendalikan, bahkan diolah. Pengolahan sampah menjadi energi gas atau listrik adalah contohnya.

Itulah mengapa, sejak dua dekade terakhir, banyak daerah berlomba-lomba untuk mengelola sampah dengan mengeluarkan modal sampai triliunan rupiah. Kebanyakan menggunakan jasa pihak ketiga atau operator, termasuk di lahan milik DKI Jakarta dan Kota Bekasi.

Sayangnya, uang yang dikeluarkan pemerintah daerah tidak selalu mulus dengan apa yang diharapkan. Operator demi operator datang silih berganti, namun tak satu pun memenuhi janji.

Dua tahun terakhir, misalnya, DKI Jakarta memutus kontrak PT Godang Tua Jaya sebagai operator Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu (TPST) Bantar Gebang yang dinilai wanprestasi. Hingga saat ini, DKI Jakarta masih memilih untuk mengolah sendiri.

Permasalahan pengolahan sampah menjadi rumit ketika politik kekuasaan masuk ke dalamnya dan berharap ada imbalan yang diterima. Ketegangan antara DPRD Kota Bekasi dan Pemprov DKI Jakarta menjadi cerita paling relevan untuk menggambarkannya.

DPRD Kota Bekasi, sebagai tuan rumah, menuding Pemprov DKI Jakarta merugikan warganya dengan segudang pelanggaran–sehingga berujung pemblokiran truk sampah. Sebaliknya, Basuki Tjahaja Purnama, gubernur kala itu, menuding DPRD Kota Bekasi telah mendapatkan semacam ‘uang preman’ dari PT Godang Tua Jaya untuk menggagalkan rencana pemutusan kontrak kerja sama pengolaha sampah.

Terlepas dari kisruh politik, yang jelas, ada uang dalam jumlah besar di sektor pengelolaan sampah. Setiap tahun, dari DKI Jakarta saja, uang menggelontor sekitar Rp400 miliar kepada operator. Sehingga wajar jika operator berusaha keras untuk mempertahankan megaproyeknya itu–meskipun tidak bisa memenuhi kewajibannya.

(Baca: Kisruh Sampah Bantar Gebang)

Langkah yang sama, dan alasan yang sama, juga diikuti Pemkot Bekasi dengan menggunting putus PT Gikoko Kogyo Indonesia dari TPAS (Tempat Pemprosesan Akhir Sampah) Sumurbatu. Bedanya, Pemkot Bekasi menyodorkan operator lain, PT Nusa Wijaya Abadi, sebagai pengganti Gikoko, pada pertengahan 2016.

Seperti kasus TPST Bantar Gebang, TPAS Sumurbatu juga dirundung desas-desus. Konon, Pemkot Bekasi sudah mengondisikan PT Nusa Wijaya Abadi sedari awal dengan dukungan penuh dari wali kota Bekasi Rahmat Effendi. Pemkot disebut-sebut melakukan ‘permainan tabu’ dengan operator baru.

Berkembang kabar di internal Pemkot Bekasi, Rahmat Effendi memiliki saham di PT Nusa Wijaya Abadi. Namun, ia membantah kabar itu, dengan alasan operator baru memang murni memenangkan tender.

“Waktu itu Pemkot Bekasi membuka tender dan PT Nusa Wijaya Abadi yang menang,” kata Rahmat Effendi belum lama ini.

Orang nomor satu di Kota Bekasi itu juga menjelaskan bahwa operator lama diputus kontrak semata-mata karena wanprestasi, bukan karena mengondisikan operator baru untuk masuk.

“Sudah habis dua tahun lalu kontraknya. Lagi pula, itu sama pemerintahan yang dulu. Kerja sama itu hanya untuk mengakali uang dari bank dunia. Makanya dibuat seoalah-olah Kota Bekasi sudah bisa mengolah sampah dengan baik,” kata Rahmat menyebut Gikoko.

Bahkan bukan hanya Rahmat Effendi yang tertimpa kabar miring. Anak buahnya, yakni Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kota Bekasi, Koswara Hanafi, disebut punya saham di PT Nusa Wijaya Abadi.

Melalui tangan Koswara inilah, disinyalir, kerja sama pengelolaan sampah menjadi energi listrik didesain. Dugaan ini kian diperkuat dengan adanya fakta bahwa pengelolaan sampah masuk dalam agenda Smart City Pemkot Bekasi di mana Koswara adalah pimpinan dari program Smart City.

Koswara menepis kabar miring tersebut. “Tidak, tidak betul itu,” kilah Koswara.

Chief Executif Officer PT Nusa Wijaya Abadi, Teddy Sujarwanto, juga membantah mengenai informasi kepemilikan saham Rahmat Effendi dan Koswara di perusahaannya. Ia justru mengeluh tidak ada fasilitas apa pun yang diberikan Pemkot Bekasi kepada PT Nusa Wijaya Abadi.

“Tidak ada. Saya sudah merugi kok. Kalau investor lain kan minta tipping fee dibayar Pemkot. Kalau saya kongkalikong pasti dapat fasilitas. Ini realnya,” elak Teddy Sujarwanto.

Apa yang dikatakan Teddy tidak sepenuhnya benar, setidaknya jika melihat dokumen perjanjian kerja sama Nomor 208 Tahun 2016 dan Nomor 01/NWA/PKS/VI/ 2016 tertanggal 29 Juni 2016.

Yang bertanggung jawab dan menandatangani dokumen perjanjian dari pihak pertama, dalam hal ini Pemkot Bekasi, adalah Rahmat Effendi selaku wali kota. Sedangkan dari pihak kedua, operator, adalah Tenno Ekaseptian Amyhardjo selaku Direktur Utama PT  Nusa Wijaya Abadi. Berlaku sampai 20 tahun ke depan.

Dalam perjanjian itu, Pemkot Bekasi wajib menyediakan lahan seluas 3,2 hektar atau senilai Rp17.184.000, beserta bangunan yang telah terbangun seluas 200 meter persegi. Sementara PT Nusa Wijaya Abadi wajib menyediakan modal investasi Rp1.598.862.000.000 untuk melaksanakan pemrosesan Refused Derived Fuel (Bahan Bakar Pengganti), dalam hal ini membangun Pembangkit Listrik Tenaga Sampah.

Dari segi kontribusi keuntungan bagi Pemkot Bekasi, PT Nusa Wijaya Abadi hanya memberikan 10 persen dari hasil penjualan listrik kepada PLN (Perusahaan Listrik Negara). Pemberian 10 persen berlaku di bulan kedua tahun ke-16, itu pun jika dinyatakan layak oleh jasa akuntan publik.

Singkatnya, Pemkot Bekasi hanya menginginkan tumpukan sampah di TPSA Sumurbatu dimusnahkan oleh operator.

PT Nusa Wijaya Abadi juga mendapat keuntungan dalam urusan perizinan. Sesuai isi perjanjian, Pemkot Bekasi berkewajiban mengurusi perizinan PLTSA Sumurbatu.

Selain itu, PT Nusa Wijaya Abadi menerima pemberian insentif perizinan terkait pengendalian tata ruang Kota Bekasi. Seperti tertuang dalam Instruksi Wali Kota Bekasi Nomor 134.4/4543/KSI.

Permainan Tabudi TPAS Sumurbatu

Di luar perjanjian, PT Nusa Wijaya Abadi bahkan diberikan sejumlah fasilitas seperti biaya Bahan Bakar Minyak (BBM) plus gaji supir eskavator pengangkut sampah ke lokasi PLTSA secara gratis. Nilainya sekitar Rp6 miliar pada anggaran tahun 2018.

Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kota Bekasi, Jumhana Lutfi, membenarkan ada fasilitas lebih yang diberikan kepada PT Nusa Wijaya Abadi. Namun, ia membantah jika fasilitas tersebut diberikan karena ada tekanan dari wali kota.

“Bukan diperintah Pak Wali Kota. Tapi konsekuensi dari perjanjian kerja sama yang diatur antarpihak. Prinsipnya proyek ini adalah inovasi untuk mengatasi sampah bahkan dapat bermanfaat untuk energi listrik” jelas Jumhana.

(Baca: Ngeri-ngeri Sedap Retribusi Sampah)

Dengan sejumlah fasilitas yang diterima selama setahun belakangan dari Pemkot Bekasi, apa yang sudah dilakukan PT Nusa Wijaya Abadi? Teddy Sujarwanto mengatakan bahwa perusahaannya sudah bisa menghasilkan lisrtik dari sampah yang mereka kelola. Hanya saja, listrik tersebut masih sebatas untuk memenuhi kebutuhan internal.

Sejauh ini PT Nusa Wijaya Abadi belum bisa melakukan penyambungan ke PLN karena terkendala Power Purchase Agreement (PPA), perjanjian jual beli tenaga listrik antara perusahaan produsen listrik swasta dan PLN–yang saat ini tengah menunggu kebijakan Presiden Indonesia.

“Cuma buat memenuhi kebutuhan internal saja. Belum bisa jual ke PLN,” kata Teddy.

Lalu, siapakah sebenarnya PT Nusa Wijaya Abadi?

Tidak banyak yang kami temukan tentang rekam jejak perusahaan tersebut sebelum mengelola TPAS Sumurbatu. Sedikit informasi ada di situs webnya, beserta sejumlah nama perusahaan yang terafiliasi seperti PT Albok Boiler Industri, PT Nusantara Energi Abadi, PT Nani Wahyuni Industries. Selain perusahaan, ada juga sekolah Al Azhar Harapan Indah.

Dari penelusuran kami di situs resmi Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi (LPJK), Teddy Sujarwanto diketahui merupakan Direktur PT Albok Boiler Industri, bersama istrinya Nani Wahyuni sebagai Presiden Komisaris dan anaknya, Tenno Eka Septian Amyhardjo Sujarwanto sebagai Komisaris.

Kemudian di PT Nusantara Energi Abadi, Teddy menjadi Direktur Utama dan Nani Wahyuni sebagai Komisaris. Di PT Nani Wahyuni Industries, Teddy sebagai Direktur dan Nani Wahyuni sebagai Presiden Komisaris.

Khusus PT Nusa Wijaya Abadi, selain di situs webnya, kami menemukan sedikit informasi di dokumen perjanjian kerja sama dengan Pemkot Bekasi. Di sini tercantum nama Tenno–anak Teddy–sebagai Direktur Utama. Belakangan, Tenno diketahui menjadi anggota Dewan Kota Cerdas bentukan Pemkot Bekasi.

Benarkah PT Nusa Wijaya Abadi dibentuk belum lama ini, sehingga memungkinkan Rahmat Effendi dan Koswara Hanafi ada saham di dalamnya? Kami sudah kembali mengonfirmasi Teddy untuk menanyakan kapan perusahaan itu didirikan, namun ia enggan berkomentar.

Meski demikian, di situs PT Nani Wahyuni Industries, kami menemukan riwayat yang menarik: Rahmat Effendi beserta jajarannya, termasuk Koswara Hanafi, sudah berkunjung ke pabrik tersebut pada 8 Juli 2014. Dengan kata lain, masuknya PT Nusa Wijaya Abadi ke TPAS Sumurbatu sudah direncanakan sejak lama.

“Pada tanggal 8 juli 2014 Bapak Walikota Bekasi Dr. H. Rahmat Effendi beserta pemerintah Kota Bekasi melakukan kunjungan ke pabrik kami di Cibitung untuk melihat PowerPlant bahan bakar sampah kami,” demikian tertulis di situs itu.

“Ke depannya Pemkot Kota Bekasi berencana untuk mengadakan Powerplant bahan bakar sampah kami untuk di TPA yang belokasi di Sumur Batu Bekasi untuk menyelesaikan permasalahan sampah di sana sekaligus menambah pasokan listrik di Kota Bekasi.” (Tim)

Comments

  • No comments yet.
  • Add a comment
    Home
    Mulai Menulis
    News