Perebutan Alat Kelengkapan Dewan (AKD) DPRD Kota Bekasi periode 2024-2029 diprediksi bakal panas. Adanya koalisi partai pengusung pasangan calon (paslon) di Pilkada Kota Bekasi menjadi biang keladinya.
Jika mengacu pada koalisi Pilkada Kota Bekasi maka kekuatan partai politik di Kota Bekasi bakal terbelah menjadi tiga poros.
Poros pertama adalah partai politik pendukung Tri Adhianto-Harris Bobihoe. Koalisi ini berisikan 22 kursi dari total 50 kursi di DPRD Kota Bekasi. Rinciannya PDIP 9 kursi, Gerindra 6 kursi, PKB 5 kursi dan Demokrat 2 kursi.
Sedangkan poros kedua adalah partai pendukung pasangan calon Heri Koswara- Sholihin. Kekuatan mereka adalah 20 kursi dari total 50 kursi di DPRD Kota Bekasi. Rinciannya PKS 11 kursi, PAN 5 kursi, PPP 2 kursi, PSI 2 kursi.
Sementara poros terakhir adalah, koalisi pendukung Uu Saeful Mikdar-Nurul Sumarheni. Koalisi ini hanya punya kekuatan 8 kursi saja. Itu pun hanya dari Golkar, sebab partai pengusung lainnya yakni Nasdem tidak punya kursi di DPRD Kota Bekasi.
Partai Pendukung Tri-Bobihoe Terancam Gigit Jari
Jika melihat komposisi kekuatan di atas kertas koalisi pasangan Tri-Bobihoe memiliki jumlah kursi paling banyak. Namun meski unggul secara jumlah akan tetapi mereka justru berpotensi tidak dapat apa-apa alias gigit jari dalam perebutan AKD.
Ini karena, koalisi Heri Koswara-Sholihin punya potensi besar untuk bergabung dengan koalisi Uu Saeful Mikdar-Nurul Sumarheni.
Gelagat itu sudah terbaca, dengan bergabungnya PSI ke dalam fraksi Golkar. Padahal notabene, kedua partai ini bersebrangan di Pilkada Kota Bekasi.
Di Pilkada, Golkar mengusung Uu Saeful Mikdar-Nurul Sumarheni sedangkan PSI mengusung Heri Koswara-Sholihin.
Jika benar dua koalisi itu bergabung maka jumlah kekuatan mereka menjadi 28 kursi. Dengan kata lain unggul jauh dibandingkan koalisi pendukung Tri-Bobihoe yang hanya 22 kursi.
Potensi solidnya koalisi Pilkada dengan koalisi perebutan AKD juga susah dibendung. Sebab perebutan AKD akan menjadi alat ukur untuk mengukur sejauh mana soliditas koalisi di Pilkada.
Namun hitungan matematis tersebut bisa saja berubah, tergantung lobi-lobi di luar gedung. Apalagi jika di dalam satu partai terdapat petualang politik yang hanya mementingkan ambisi politik pribadinya saja tanpa mengindahkan kepentingan partai.
Sekalipun peluang melakukan manuver politik sangat sempit sekali ruangnya. Karena akan berhadapan dengan risiko pemecatan sebagai anggota dewan oleh partai tempat mereka bernaung.
*Tulisan ini merupakan Opini yang ditulis Redaksi Klik Bekasi