Pemerintah Kota Bekasi sedang gencar-gencarnya menggusur bangunan liar yang berdiri di tanah negara. Disinyalir ada pesanan taipan properti.
Dan, untuk hal ini, Pemkot Bekasi memang tidak main-main. Dari data Dinas Tata Kota yang kami peroleh, 51 titik bangunan liar menjadi target penggusuran di tahun 2016.
Rincian targetnya, 27 titik bangunan liar berada di sepanjang sungai dan saluran. Saat ini, 25 titik sudah rata tanah. Anggaran penggusuran Rp 2,5 miliar dari APBD.
Kemudian 24 titik berdiri tidak di sepanjang sungai maupun saluran. 18 di antaranya, sekarang, juga sudah dieksekusi. Anggarannya Rp 1,6 miliar.
Program penggusuran digawangi dua dinas sekaligus: Dinas Tata Kota dan Dinas Bina Marga dan Tata Air (Disbimarta). Masing-masing memiliki peran yang berbeda.
Dinas Tata Kota berperan sebagai ekskutor penggusuran. Sedangkan Disbimarta bertugas melakukan tindak lanjut pascapenggusuran dengan membangun jalan ataupun saluran.
Untuk membangun jalan dan saluran di atas lokasi bekas penggusuran, Pemkot Bekasi mengalokasikan dana Rp 100 miliar pada APBD 2016. Disbimarta yang menggarap.
Kepala Dinas Tata Kota, Koswara Hanafi mengatakan, hampir semua bangunan liar di dekat saluran air berdiri di atas tanah milik Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) yang dikelola oleh Perusahaan Umum Jasa Tirta II.
“Semua pembongkaran berkaitan dengan bangunan liar di atas tanah pengairan. Yang nantinya lahannya akan digunakan untuk jalan, normalisasi atau RTH,” kata Koswara.
Koswara juga menjelaskan, Perum Jasa Tirta II selalu terlibat dalam rapat. Terakhir, ada pengukuran tanah bersama: mana yang milik pengairan dan bukan.
Kepala Disbimarta Kota Bekasi, Tri Adhianto juga mengklaim sudah sejak lama menjalin kesepakatan dengan pihak Kementerian PUPR soal pemanfaatan lahan.
“Jadi sudah ada MoU (memorandum of understanding) sejak 2013. Kami diperbolehkan. Kami bukan menguasai tapi memanfaatkan lahan,” katanya.
Pesanan Taipan
Taipan adalah salah satu jenis ular yang gesit dan membahayakan. Dari situlah, muncul istilah taipan properti–julukan untuk para pemain properti besar.
Penelusuran Klik Bekasi atas data Pemkot Bekasi menemukan sebuah pola: kebanyakan penggusuran di Kota Bekasi titiknya tidak jauh dari area hunian milik taipan properti.
Pola berikutnya, program Pemkot Bekasi untuk memperbaiki infrastruktur dan menata area setempat agar terlihat rapi sejalan dengan rencana bisnis para pengembang properti.
Di Jalan Perjuangan Bekasi Utara, yang area bekas penggusurannya sudah dibangun jalan, letaknya hanya beberapa ratus meter dari komplek hunian terpadu Summarecon Bekasi.
PT Summarecon Agung Tbk memang berencana mengekspansi wilayahnya ke utara, yang saat ini masih berupa permukiman penduduk dan perumahan-perumahan kecil.
Proyek penataan Jalan KH Noer Ali Kalimalang–dan juga penggusuran–titiknya tidak jauh dengan pusat perbelanjaan dan komplek bisnis.
Secara berurutan, di sebelah selatan Kalimalang, ada Metropolitan Mal, Hotel Horison, M Gold Tower dan Grand Metropolitan Mal. Semuanya adalah milik Lippo Group.
Dan, yang masih hangat dan memicu polemik, adalah penggusuran di Kelurahan Pekayon Jaya Bekasi Selatan. Titiknya dekat dengan komplek hunian Grand Galaxy City milik Agung Sedayu Group.
Seperti terjadi di semua titik penggusuran, warga merasa tidak mendapatkan solusi dari Pemkot Bekasi–diajak dialog pun tidak. Mereka tidak bisa berbuat banyak ketika alat berat menghancurkan bangunan.
Tidak hanya Satpol PP, Dandim dan Kepolres pun–lengkap dengan personelnya–ikut turun. Begitu pun anggota LSM atau ormas.
Informasi yang kami dapatkan, Agung Sedayu Group akan membangun apartemen dan rumah sakit mewah di komplek perumahan elit itu. Lokasinya tidak jauh dari titik penggusuran.
Di saat bersamaan, Pemkot Bekasi berencana menggunakan area bekas penggusuran untuk melebarkan jalan. Jalan tersebut kemungkinan akan mempermudah akses ke Galaxy, yang selama ini hanya punya tiga pintu masuk: Jalan Kalimalang, Jalan Pulo Ribung, dan Jalan Pekayon Jatiasih.
Ketua DPRD Jawa Barat, Ineu Purwadewi Sundari, yang merima aduan warga Pekayon Jaya di Kota Bandung pada Rabu (2/11/2016), menyatakan siap menjembatani dengan pihak yang berwenang.
“Kami akan lakukan yang terbaik untuk warga. Kami juga segera menemui Komisi V DPR RI selaku mitra Kementerian PUPR,” jelas Ineu.
Ketua DPRD Kota Bekasi, Tumai, menyebut Pemkot Bekasi ambisius. Ia menangkap ada kepentingan para pengusaha properti di balik penggusuran, dan pemerintah terkesan menjadi alat.
“Kami tidak anti pembangunan. Tapi perlu ingat bahwa masyarakat ada di dalam pembangunan itu, sehingga wajib diperhatikan,” kata Tumai, yang mengawal warga ke Bandung.
Menurut Tumai, sejumlah penggusuran yang dilakukan Pemkot Bekasi tidak mendapat persetujuan Kementerian PUPR selaku pemilik sah lahan tersebut. Begitu pun Perum Jasa Tirta II.
“Saya sudah pastikan, tidak ada persetujuan atau perintah apa pun dari pemilik lahan untuk menggusur warga di beberapa titik,” jelas Tumai.
Hal itu dibenarkan oleh Kepala Divisi Inventarisasi dan Pengendalian Aset Perum Jasa Tirta II, Andriyanto. Pihaknya memang tidak pernah memberikan persetujuan menggusur.
Pemkot Bekasi, ketika dikonfirmasi, membantah tudingan soal adanya kepentingan taipan properti dalam setiap penggusuran. Agenda itu dilakukan karena keterbatasan lahan untuk jalan.
“Kalau ada yang menuding seperti itu, saya katakan tidak benar. Pembangunan jalan dilakukan murni karena kebutuhan,” kata Kepala Disbimarta Tri Adhianto, mengklarifikasi. (Ical)