Berita  

Orang Penguasa di BUMD Kota Bekasi

Avatar photo

Alih-alih menuai untung, sejumlah Badan Usaha Milik Daerah yang dibentuk Pemerintah Kota Bekasi malah buntung. Dijadikan pos untuk menaruh orang-orang penguasa.

Dari lima BUMD yang ada, dua di antaranya–PD Mitra Patriot dan PD Migas–tidak memberikan keuntungan sama sekali sejak pertama berdiri. Kondisinya ibarat mati segan hidup tak mau.

Dua lainnya, PDAM Tirta Patriot dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) Kota Bekasi, agak lumayan–meski belum memenuhi ekspektasi.

Hanya PDAM Tirta Bhagasasi yang mungkin menjanjikan. Sayang, Pemkot Bekasi bukanlah penguasa saham mayoritas. Ada Pemkab Bekasi di sana.

Sebelum masuk lebih jauh, mari kita teliti satu per satu kondisi ‘kantong’ lima perusahaan itu–yang kami nukil dari audit keuangan BUMD di Kota Bekasi tahun 2015.

PD Mitra Patriot

Mitra Patriot didirikan pada 5 Agustus 2009 berdasarkan Perda Kota Bekasi Nomor 10 Tahun 2009 dengan tujuan ‘membentuk Badan Usaha yang bergerak dalam bidang yang berpotensi sesuai kondisi dan kekhasan daerah’.

Dalam perjalanannya, PD Mitra Patriot membentuk tiga anak perusahaan. Pertama, PT Patriot Jaya Bekasi, yang bergerak mengelola pupuk organik.

Kedua, PT Sinergi Patriot Bekasi, yang bergerak dalam usaha pengelolaan gas rumah tangga, pendistribusian gas, dan penjualan gas sumur Jatinegara.

Perseroan ini merupakan hasil kerja sama Mitra Patriot dengan swasta, yaitu PT Bumi Energi Pertiwi. Komposisi kepemilikan sahamnya 90 persen banding 10 persen.

Ketiga, PT Menara Patriot, yang bergerak dalam bidang telekomunikasi–lebih spesifik mendirikan menara telekomunikasi.

Diguyur modal Rp 11.696.547.000 sejak berdiri, Mitra Patriot buntung. Tahun 2015, perusahaan ini malah rugi Rp 686.676.429.

PD Migas

Perusahaan Daerah Migas (PD Migas) berdiri pada 5 Agustus 2009, berdasarkan Peraturan Daerah Kota Bekasi Nomor 9 Tahun 2009.

Berkantor di Komplek Sinpansa Comercial Blok B No 39 Summarecon Bekasi, perusahaan ini bergerak di bidang ekplorasi eksploitasi minyak dan gas bumi, di Bekasi maupun luar daerah.

Perusahaan ini membuat Perjanjian Operasi Bersama dengan Foster Oil and Energy Pte LTD–sebagai patner perusahaan–untuk mengelola Lapangan Gas Jatinegara dalam skema Kerjasama Operasi (KSO) dengan PT Pertamina EP.

Pemkot Bekasi telah menyuntik modal sedikitnya Rp 3.150.000.000. Namun, sampai sekarang, perusahaan ini belum memberikan kontribusi keuntungan bagi Kota Bekasi.

PDAM Tirta Patriot

Memiliki kantor di Jalan Perjuangan Nomor 99, Kecamatan Bekasi Utara, Kota Bekasi, perusahaan ini didirikan dengan tujuan menyelenggarakan pengelolaan air minum dan air bersih di Kota Bekasi.

Dasar pendirian PDAM Tirta Patriot adalah Peraturan Daerah Kota Bekasi Nomor 13 Tahun 2000 tentang Pembentukan Perusahaan Daerah Air Minum Kota Bekasi.

Perda tersebut mengalami perubahan dua kali, pada 2003 dan 2006–seiring dikeluarkannya Perda Nomor 2 Tahun 2006 tentang Perusahaan Daerah Air Minum Tirta Patriot.

Pemkot Bekasi sudah menggelontorkan modal sebesar Rp 124.760.519.369 sejak perusahaan ini berdiri. Pemerintah pusat juga ikut memodali Rp 16.099.781.800.

Pada tahun 2015, laba bersih PDAM Tirta Patriot hanya sebesar Rp 2.245.968.986. Perusahaan ini terlalu banyak mengeluarkan biaya operasional yang totalnya mencapai Rp 50.376.694.347.

Komponen pengeluaran terbesar untuk membayar pegawai, yang totalnya mencapai Rp 19.858.788.342. Jumlah ini naik drastis dari tahun 2014 yang nilainya mencapai Rp 15.696.979.305.

BPRS Kota Bekasi

PT Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) Kota Bekasi didirikan untuk ‘memberikan sumbangsih pada perekonomian daerah serta bantuan pada usaha kecil dan lemah di lingkungan Kota Bekasi.’

BPRS Kota Bekasi berkantor pusat di Ruko Sentral Niaga Kalimalang dan memiliki 5 kantor kas yang tersebar di beberapa wilayah di Kota Bekasi.

Berdiri pada 2005 dengan nama PD BPRS Kota Bekasi, perusahaan ini berubah status menjadi perseroan terbatas (PT) pada 2009. Di tahun inilah, BPRS mendapat suntikan modal Rp 8.750.000.000.

Rinciannya: Pemkot Bekasi Rp 8.300.000.000, Koperasi Syariah Karyawan BPRS Kota Bekasi Rp 150.000.000 dan Koperasi Syariah Patriot Rp 300.000.000.

Dengan nilai investasi Rp 18.750.000.000 pada 2015, perusahaan ini mendapatkan laba bersih Rp 2.034.465.000 pada tahun yang sama atau naik dari Rp 1.442.559.663 pada 2014.

PDAM Tirta Bhagasasi

Sampai 2015, di PDAM Tirta Bhagasasi, nilai penyertaan modal Pemkot Bekasi baru sebesar Rp 55.546.228.843. Masih sangat kecil dibandingkan modal yang digelontorkan Pemkab Bekasi, yaitu Rp 281.656.674.872.

Meski laba bersihnya mencapai angka Rp 33.455.707.591, pengeluaran perusahaan bersama ini masih sangat tinggi–bahkan cenderung naik dari tahun ke tahun.

2015, pengeluaran Tirta Bhagasasi mencapai Rp 321.955.434.251 atau naik dari tahun 2014 yang hanya Rp 262.832.143.412.

Pengeluaran terbesar adalah untuk pembiayaan pegawai yang nilainya mencapai Rp 92.556.256.963. Naik dari tahun 2014, yang mencapai Rp 90.165.256.464.

Perusahaan ini juga memiliki hutang usaha pada tahun 2015, sebesar Rp 35.617.931.235. Hutang ini naik dari tahun 2014 yang hanya Rp 2.512.743.394.

Orang dekat penguasa

Badan Pemeriksa Keuangan, dalam auditnya yang dikeluarkan tahun lalu, menyorot bobroknya kinerja BUMD di Kota Bekasi.

DPRD, sebagai pihak yang bewenang membahas audit BPK itu, memberikan sinyal kepada wali kota agar BUMD yang tidak memberikan kontribusi keuangan daerah lebih baik dibubarkan saja.

Dalam rekomendasinya, DPRD menyebut wali kota perlu ‘melakukan kajian secara komprehensif terkait kelayakan keberlangsungan dan keberadaan BUMD yang sejak pembentukannya belum memberikan PAD sesuai dengan tujuan dan fungsi pendiriannya’.

Audit tinggallah audit. Pemkot Bekasi justru menggelontorkan anggaran besar-besaran. Untuk Tirta Patriot, misalnya, pemerintah menambah penyertaan modal Rp 16 miliar pada 2016.

Akhirnya, banyak pihak menduga-duga: ruginya BUMD di Kota Bekasi bukan persoalan kinerja saja, melainkan ada praktik korupsi yang masif di sana–seperti terjadi di kota lain.

Di Makassar, KPK turun tangan mengusut dugaan korupsi kerja sama kelola dan transfer instalasi air PDAM Makasar yang konon nilai korupsinya mencapai Rp 500 miliar.

Sedangkan di Bangkalan, KPK mengusut persoalan izin penyuplaian gas dan pembayaran ke BUMD setempat. Di Banten, KPK menangkap tangan anggota DPRD Provinsi Banten terkait suap penyertaan modal Bank Banten.

Di Kota Bekasi, Wali Kota Rahmat Effendi dan wakilnya, Ahmad Syaikhu, disinyalir menjadikan BUMD untuk ‘dapur keuangan’ partai mereka–Golkar dan PKS. Atau untuk balas jasa politik.

Rahmat Effendi dan Syaikhu disebut-sebut membagi jatah jabatan untuk orang-orang dekatnya–mereka ditempatkan di posisi-posisi strategis.

Penelusuran Klik Bekasi sedikit mengonfirmasi dugaan tersebut. Beberapa orang dekat Rahmat Effendi dan Syaikhu faktanya memang menguasai sejumlah BUMD.

Jabatan Direktur Utama PD Migas saat ini diisi oleh Sutriyono, yang tak lain merupakan kader PKS–partai tempat Syaikhu bernaung.

Kemudian pos Direktur Umum dan Keuangan PD Migas diisi Muhammad Fikri Aziz yang merupakan anak kandung Bali Pranowo–mantan anggota DPRD Kota Bekasi dari PKS.

“Untuk urusan tata kelola birokrasi termasuk BUMD saya serahkan wewenang tersebut kepada Wakil Wali Kota, ” kata Rahmat saat melantik mereka setahun lalu, seperti memberi sinyal bahwa pos tersebut diisi PKS.

Sumber kami di internal PKS menyebut, apa yang dikatakan Rahmat Effendi mengenai ‘jatah BUMD untuk PKS’ tidak sepenuhnya terealisasi.

“Hanya 30 persen yang terealisasi, dari semua poin kontrak politik antara PKS dan Golkar. Jadi mayoritas janji wali kota tidak terpenuhi,” kata sumber.

Rahmat Effendi rupanya tidak kalah banyak menempatkan orangnya di BUMD.

Di Dewan Pengawas PD Migas, duduk Adi Bunardi–yang pada Pilkada 2012 merupakan tim sukses Rahmat Effendi. Ada pula Syahroni, Bambang Haryanto serta Paray Said.

Selain PD Migas, PD Mitra Patriot juga diisi orang dekat Rahmat Effendi. Direktur Utama PD Mitra Patriot adalah Abdul Hadi, yang tak lain merupakan Sekretaris DPD Golkar Kota Bekasi periode 2011-2016.

Senior Golkar Kota Bekasi, Abdul Manan, dan kadernya Prayitno Salim, duduk di posisi Dewan Pengawas PD Mitra Patriot.

PDAM Tirta Patriot pun tidak bisa lepas dari unsur-unsur bagi-bagi jatah. Terpilihnya Tubagus Hendy Irawan sebagai Direktur Utama PDAM Tirta Patriot konon tidak bisa dilepaskan dengan praktik kolusi.

Kabar yang beredar, jabatan tersebut merupakan bentuk hadiah dari Rahmat Effendi kepada Hendy yang sebelum menjabat sebagai Direktur PDAM Tirta Patriot berposisi sebagai Ketua KPUD Kota Bekasi.

Pos dewan pengawas PDAM Tirta Bhagasasi sama saja. Ada Resti Windarti: salah satu kuasa hukum pribadi Rahmat Effendi. (Ical)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *