Insiden pemecatan dua kepala dinas di lingkungan Pemerintahan Kota Bekasi masih terus menjadi tanda tanya: benarkah Kepala Dinas Sosial Agus Dharma dan Kepala Dinas Pendidikan Rudi Sabarudin dipecat karena kinerja mereka buruk?
Rumor yang berkembang di lingkungan birokrat, pencopotan Agus memang berbau politis. Agus selama ini dikenal masih sangat dekat dengan mantan Wali Kota Bekasi Mochtar Mohamad–rival politik Rahmat Effendi, wali kota saat ini. Hal itu membuat Rahmat Effendi tidak nyaman.
Bagaimana dengan Rudi? (Baca: Siapa Agus Dharma, Kepala Dinas yang Dipecat Wali Kota)
Kepala Bidang Administrasi Kepegawaian Daerah Kota Bekasi Ali Sofyan menyebut, selain tidak cakap dalam menjalankan tugasnya, kesalahan fatal Rudi adalah lalai dalam proses penyerapan anggaran pendidikan 2016 yang jumlahnya sangat minim.
“Penyerapan anggaran sangat minim,” kata Ali, belum lama ini, seperti disebut juga oleh Rahmat Effendi di hadapan wartawan.
Soal penyerapan anggaran, alasan wali kota jelas tidak masuk akal.
Berdasarkan dokumen realisasi penyerapan anggaran Pemkot Bekasi periode 1 Juanuri 2016 hingga 28 Juli 2016 yang dipublikasikan di situs resmi, tingkat penyerapan anggaran di Dinas Pendidikan tidaklah rendah bila dibandingkan dengan instansi lainnya.
Tercatat, tingkat penyerapan anggaran di Dinas Pendidikan Kota Bekasi mencapai angka 45,91 persen. Angka ini jauh lebih tinggi ketimbang Dinas Bangunan Pemukiman yang baru menyerap anggaran sebesar 17,48 persen, Dinas Bina Marga dan Tata Air 20,18 persen.
Dinas Tata Kota juga serapan anggaranya baru mencapai 35,76 persen, Badan Pengelola Lingkungan Hidup 19,67 persen dan Dinas Pemuda Olaharga Kebudayaan Pariwisata baru 26,83 persen.
Maka, wajar saja, jika Rudi sendiri bertanya-tanya mengapa dirinya bisa dicopot dari jabatanya.
Kursi Panas
Jabatan Kepala Dinas Pendidikan Kota Bekasi merupakan kursi panas: banyak pejabat di Kota Bekasi mengincar kursi tersebut.
Alokasi anggaran Dinas Pendikan nilainya mencapai Rp 1.320.957.314.895, atau paling besar dibandingkan semua dinas lain. Inilah alasannya mengapa kursi yang diduduki Rudi begitu panas.
Dinas Bina Marga dan Tata Air saja, yang mengurusi proyek infrastruktur, masih jauh tertinggal–anggarannya hanya Rp 754.358.662.000.
Selain anggaran yang besar, konon, Dinas Pendikan merupakan lahan basah di mana orang bisa mudah meraup rupiah dengan proses cepat tanpa harus mengutak-atik APBD.
“Kalau mau duit cepat ya di Dinas Pendidikan, tidak perlu utak-atik APBD. Pungut saja dari siswa, duit langsung kumpul. Makanya banyak yang ingin jadi Kepala Dinas Pendidikan,” ujar sumber Klik Bekasi di lingkungan internal Dinas Pendidikan, Jumat (29/7).
Selain itu, Dinas Pendikan merupakan instansi paling strategis yang memiliki kekuatan politik dibanding dinas lain. Ini karena jumlah pegawai Dinas Pendidikan paling banyak dan tersebar di seluruh penjuru Kota Bekasi.
Maka, wajar, jika dalam setiap momentum politik, institusi pendidikan rentan disusupi kepentingan.
“Guru itu ribuan, belum pegawai tata usaha, belum lagi siswa dan orangtua siswa. Itu merupakan jumlah massa riil yang bila digerakan untuk kepentingan politik cukup siginifikan. Makanya, kalau kepala dinas tidak sejalan dengan pimpinan, bisa repot,” kata sumber.
Meski demikian, Rahmat Effendi menepis rumor tersebut. Menurut Rahmat, keputusannya memecat Rudi murni didasarkan pada pertimbangan kinerja.
“Ini bukan selera. Tidak ada selera. Dibuat matriks saja indikator kegagalan dengan keberhasilannya,” kata Rahmat.
Dalam era reformasi birokrasi, jelas Rahmat, setiap pejabat harus siap mendapatkan sanksi.
“Sanksi tersebut merupakan bentuk komitmen Pemerintah Kota Bekasi untuk mewujudkan reformasi birokrasi. Pasti ada yang terevaluasi,” pungkasnya. (Ical)