Tri Adhianto hampir bisa dipastikan ikut dalam bursa pemilihan Ketua Umum Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Kota Bekasi pada 22 Februari 2023 mendatang usai mengambil formulir pendaftaran pada Jumat, 10 Februari 2023. Dari awalnya menyorong orang ia justru turun gelanggang, seolah tidak peduli terhadap statusnya sebagai kepala daerah.
Padahal dengan statusnya sebagai kepala daerah, Tri tidak sepatutnya ikut maju sebagai Ketua KONI Kota Bekasi. Bukan karena ia tak cakap, namun hal ini lebih kepada kepatutan. Tidak salah, hanya saja kurang pas.
Langkahnya maju menjadi Ketua KONI Kota Bekasi jelas bukanlah hal yang patut dilakukan oleh seorang kepala daerah. Sebabnya, sebagai kepala daerah, ia semestinya bisa berdiri di tengah-tengah dan lebih bersikap mengayomi para pelaku olahraga di Kota Bekasi.
Lagi pula, jika alasan ia maju agar bisa membawa olahraga Kota Bekasi maju dan lebih baik, rasa-rasanya terlalu berlebihan jika sampai harus menjabat Ketua KONI Kota Bekasi.
Sebab sebagai kepala daerah, Tri cukup menggunakan powernya saja untuk memajukan olahraga Kota Bekasi. Misalnya memberikan dukungan finansial melalui dana hibah bersumber APBD Kota Bekasi hingga membangun sarana dan prasarana olahraga yang memadahi.
Sebagai kepala daerah, ia juga bisa ikut menentukan arah atau desain olahraga di daerahnya sesuai amanah Undang-undang Nomor 11 Tahun 2022 tentang Keolahragaan.
Seperti kata pepatah, banyak jalan menuju Roma. Maka banyak pula jalan bagi Tri Adhianto memajukan olahraga Kota Bekasi.
Masalahnya, apa benar, keinginan Tri maju sebagai Ketua KONI Kota Bekasi semata-mata murni untuk memajukan olahraga Kota Bekasi atau justru ada agenda terselebung di balik pencalonan dirinya.
Agenda terselebung itu misalnya, Tri yang sebentar lagi habis masa jabatanya sebagai kepala daerah ingin menggunakan KONI Kota Bekasi sebagai salah satu kendaraan untuk mendongkrak popularitasnya sebagai politisi yang besar kemungkinan maju pada Pilkada Kota Bekasi 2024 mendatang.
Kecurigaan semacam itu memungkinkan, sebab KONI Kota Bekasi yang membawahi 50 lebih cabang olahraga tentu sangat mungkin digunakan sebagai alat politik. Tri misalnya bisa ikut nebeng dalam setiap agenda cabang olahraga di bawah naungan KONI Kota Bekasi.
Akan tetapi, ada yang lebih membahayakan dari sekadar urusan politik semata, yaitu korupsi.
Jika Tri pada akhirnya terpilih sebagai Ketua KONI Kota Bekasi dan di satu sisi ia juga kepala daerah, maka potensi korupsi amat terbuka.
Alasanya sederhana, mekanisme kontrol terhadap anggaran KONI Kota Bekasi berpotensi kacau karena baik kepala daerah maupun Ketua KONI merupakan orang yang sama.
Sebagai kepala daerah, Tri merupakan pemberi anggaran untuk KONI Kota Bekasi sekaligus pihak yang mengontrol penggunaan anggaran, sedangkan di lain sisi sebagai Ketua KONI Kota Bekasi pihaknya adalah pengguna anggaran. Tumpang-tindih inilah yang membahayakan nantinya.
Apalagi korupsi dana olahraga di republik ini bukanlah barang baru, sudah banyak pihak terjerat kasus korupsi dana olahraga, baik di level pusat atau daerah.
Berdasarkan data yang dihimpun oleh Indonesia Corruption Watch, sejak 2010 hingga 2019, paling tidak ada 78 kasus korupsi di sektor olahraga. Kerugian negara yang ditimbulkan mencapai Rp 865 miliar dan nilai suap sebesar Rp 37,6 miliar. Kasus-kasus ini diantaranya terkait dengan pembangunan wisma atlet, pembangunan stadion, penyuapan dan penyalahgunaan dana hibah keolahragaan. Umumnya tersangka dalam korupsi di sektor olahraga berlatar belakang swasta, pejabat dinas pemuda dan olahraga, anggota DPRD, pengurus Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI), hingga Menteri Pemuda dan Olahraga.
Jadi kalua dipikir-pikir memang kurang Pas, kalua Tri Adhianto ingin jadi Ketua KONI Kota Bekasi.
Oleh: Redaksi Klik Bekasi