Falya Raafan Blegur, anak perempuan berusia satu tahun satu bulan, meninggal dunia usai mendapatkan suntikan antibiotik di Rumah Sakit Awal Bros di Jalan KH Noer Ali Kavling 17-18, Kecamatan Bekasi Barat, Kota Bekasi.
Seperti apa kronologinya?
Ayah Falya, Ibrahim Blegur mengatakan, Falya dibawa ke RS Awal Bros pada Rabu (28/10/2015) karena mengalami muntah-muntah dan buang air besar terus.
Dokter RS Awal Bros Bekasi, Yenny Wiarni Abbas, menyatakan Falya mengalami dehidrasi ringan dan harus diinfus. Falya pun terpaksa dirawat di ruang rawat inap.
Keesokan harinya, Kamis (29/10/2015), kata Ibrahim, kondisi kesehatan Falya membaik. Falya sudah mau makan, bahkan terlihat ceria. Sebelumnya Falya tidak mau makan.
Ibrahim dan istrinya, Erri Kursini mengaku tenang karena sang dokter mengatakan apabila terjadi apa-apa datang saja ke ruang klinik.
Pada pukul 12.30, Ibrahim pergi keluar. Yang menjaga Falya hanya Erri. Kemudian pukul 13.00, perawat mendatangi Falya dan mengganti infus. Falya disuntik infus antibiotik.
Pada pukul 15.30, Ibrahim kembali ke ruangan Falya. Dia kaget karena Falya sudah kehilangan kesadaran.
Saat Ibrahim datang, tangan Falya sudah dingin dan terdapat bercak-bercak warna merah. Tubuhnya membiru serta bengkak. Perutnya juga kembung.
“Padahal rencananya hari itu juga Falya bisa keluar. Saya panik dan meminta pertolongan,” kata Ibrahim.
Menurut Ibrahim, dokter Yenny segera datang namun hanya memeriksa dengan stetoskop dan setelah itu pergi tidak kembali-kembali.
Karena marah, Ibrahim minta anaknya diperiksa lagi. Barulah seorang dokter jaga dan dua perawat datang melihat kondisi Falya.
Menyadari kondisi Falya kritis, perawat dan dokter jaga nampak panik. Mereka memasang oksigen dan pengukur detak jantung.
Ibrahim melihat perawat hendak menyuntik obat penurun panas, Sanmol. Namun Ibrahim mencegahnya. Kemudian dokter Yenny datang kembali.
“Setelah kembali, dokter Yenny meminta kepada perawat untuk membawa Falya ke ruang NICU,” kata Ibrahim.
Menurut Erri, ibu Falya, 30 menit setelah disuntik infus antibiotik, sang anak mengalami kejang-kejang dan pada mulutnya mengeluarkan busa.
“Yang ganti infus perawat tanpa sepengetahuan ayah Falya. Katanya atas perintah dokter,” kata Erri.
Pada Jumat (30/10/2015), di ruangan NICU, dokter Yenny menngatakan kepada Ibrahim dan Erri bahwa Falya akan baik-baik saja.
Menurut dokter Yenny, kondisi kritis Falya bukan disebabkan antibiotik melainkan karena terdapat bakteri di perut dan flek di paru-paru.
“Dia bilang tenang saja, karena pernah menangani kasus yang lebih berat dan berhasil,” kata Ibrahim.
Ibrahim mengatakan, pihak RS Awal Bros tidak memberikan penjelasan detail ketika ia menanyakan peluang hidup Falya.
“Mereka cuma bilang akan menangani Falya semaksimal mungkin. Mereka tidak menjelaskan detail dan terkesan menutup-tutupi,” kata Ibrahim.
Sejak Kamis siang itu, Falya tetap tidak sadarkan diri dan kondisi kesehatannya terus menurun. Pada Minggu (1/11/2015) pagi, Falya dinyatakan meninggal dunia.
Ibrahim yakin Falya adalah korban malpraktik. Itu diperkuat dengan gratisnya biaya pengobatan Falya.
Ketika Falya hendak dibawa ke rumah duka di Kranji, Bekasi Barat, Ibrahim tidak mendapatkan tagihan apa pun.
“Biaya pengobatan Falya tidak ditagih. Kami cuma keluar Rp 1,5 juta saja untuk deposit awal. Ini kan sangat aneh,” kata Ibrahim.
Pihak keluarga Falya berencana membawa kasus ini ke jalur hukum. “Kami akan menempuh jalur hukum. Kami meyakini Falya adalah korban malpraktik,” kata Ibrahim.
Ketika dikonfirmasi, pihak RS Awal Bros hanya memberikan jawaban normatif. Menurut Manajer Pemasaran RS Awal Bros, Yadi Haryadi, pihaknya masih mendalami kasus ini.
“Nanti hasilnya akan segera kita sampaikan ke pihak keluarga. Saya sendiri belum tahu hasilnya karena memang masih dalam proses pendalaman oleh pihak kami,” ujar Yadi.
(AN/Res)