Kota Bekasi, Surga Kecil Penunggak Pajak

Jauh sebelum pemerintah pusat memberlakukan kebijakan pengampunan pajak (tax amnesty), Pemerintah Kota Bekasi sudah lebih dulu ‘melindungi’ penunggak pajak.

Setiap tahun, potensi denda atau bunga pajak senilai ratusan juta rupiah menguap begitu saja tanpa pernah dipersoalkan. Kota Bekasi pun menjadi semacam surga kecil bagi penunggak pajak.

Audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tahun 2015 menemukan 13 wajib pajak (WP) hotel dan 1.463 WP restoran terlambat melaporkan Surat Pemberitahuan Pajak Daerah (SPTPD) sesuai ketentuan berlaku.

Yang menjadi pertanyaan utama dalam audit tersebut adalah mengapa Pemkot Bekasi–dalam hal ini Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda)–tidak mengeluarkan sanksi administrasi bagi penunggak pajak?

Sesuai ketentuan, mestinya, WP dikenakan sanksi berupa bunga atau denda sebesar 2 persen sebulan, dihitung dari pajak yang kurang atau terlambat dibayar untuk jangka waktu paling lama 24 bulan.

Dengan tidak diberlakukannya sanksi tersebut, BPK menemukan hilangnya potensi penerimaan sebesar Rp 456,6 juta. Adapun rinciannya, pajak hotel Rp 30,7 juta dan pajak restoran Rp 425,8 juta.

Tahun 2014, BPK juga menemukan kasus yang sama. Akibat tidak ada sanksi, potensi penerimaan sebesar Rp 484,7 juta menguap. Rinciannya, pajak hotel Rp 39,2 juta dan pajak restoran Rp 442,1 juta.

BPK berpendapat Dispenda tidak melaksanakan tugasnya secara optimal dan wali kota harus melakukan evaluasi mendalam mengenai persoalan penunggak pajak.

Sekarang, kebijakan tax amnesty mementahkan rekomendasi BPK itu. Potensi penerimaan yang mestinya masuk ke kas Pemkot Bekasi benar-benar hilang.

Tax amnesty hanya meminta wajib pajak untuk melaporkan hartanya, menghitung pokok pajaknya, lalu membayarnya. Bunga pajak tidak perlu dibayar–dan dijamin bebas pidana.

Terlepas dari kebijakan tax amnesty–yang menguntungkan penunggak pajak–Pemkot Bekasi disinyalir memang sengaja tidak memberikan sanksi administrasi.

Kabarnya, ada sejumlah oknum pegawai yang memanfaatkan celah itu untuk menangguk keuntung pribadi dari para pengusaha. Dan ini sudah terjadi bertahun-tahun.

Modusnya, petugas pemungut pajak menjanjikan kepada penunggak pajak akan menghapus denda atau bunga. Dengan begitu, petugas mendapatkan persenan dari penunggak pajak.

“Permainan ini minim risiko, karena yang diakali adalah bunga pajak, bukan pokok pajaknya. Sekarang ada tax amnesty, jadi mereka aman,” kata sumber kami di internal Pemkot Bekasi.

Menurut sumber, oknum pegawai itu selama ini berlindung di balik capaian pajak hotel dan restoran yang selalu melampaui target. Sehingga, dua sektor tersebut jauh dari perhatian.

Tahun 2015, pajak restoran mencapai Rp 156,2 miliar atau 111,15 persen dari taget Rp 140,5 miliar. Sedangkan pajak hotel Rp 15,9 miliar atau 120,18 persen dari target Rp 13,2 miliar.

infografis-pajak-kota-bekasi

Manipulasi omzet

Tidak hanya memainkan bunga pajak, di Kota Bekasi, oknum pegawai diduga bermain mata dengan para pengusaha hotel dan restoran nakal untuk memanipulasi laporan omzet agar pajak bisa ditekan rendah.

Tahun 2014, BPK bahkan kesulitan mengaudit omzet hotel lantaran Pemkot Bekasi tidak memiliki data yang lengkap mengenai tingkat hunian atau average occupancy rate (AOR) hotel.

Namun, dalam uji petiknya terhadap lima dari semua hotel (sekitar 30-an) di Kota Bekasi pada tahun 2013, BPK setidaknya menemukan bahwa semua hotel terindikasi kurang omzet saat melaporkan ke Dispenda.

Sebagai contoh Hotel Horison, dengan 40.774 kamar terpakai, melaporkan omzet Rp 27,2 miliar kepada Dispenda. Setelah dihitung menggunakan tarif terendah, kurang omzet hotel bintang 4 itu ternyata mencapai Rp 1,1 miliar sehingga potensi pajak yang tidak tersetor Rp 114 juta.

Hotel Bunga Karang, dengan 8.608 kamar terpakai, melaporkan omzet Rp 1,9 miliar. Kurang omzetnya mencapai Rp 61,7 juta. Hotel Pesona Permai, dengan 5.845 kamar terpakai, melaporkan omzet Rp 1,3. Kurang omzetnya mencapai Rp 411,8 juta.

Kepala Dispenda Aan Suhanda tidak menyangkal ada permainan oknum pemungut pajak dengan sejumlah pengusaha nakal. Ia mengaku beberapa kali ‘menyidang’ sejumlah anak buahnya.

“Kami tidak tutup mata. Tapi yang jelas, kami langsung melakukan tindakan tegas bagi pegawai kami yang curang. Langsung kami sidang dan kami pindahkan oknum demikian,” katanya.

Aan juga sependapat bahwa ada indikasi kebocoran pajak di Kota Bekasi dalam jumlah yang tidak sedikit. Hanya saja, pihaknya belum melakukan kajian komprehensif.

“Belum ada kajian yang mendalam mengenai persoalan ini. Namun kami menduga banyak kebocoran pajak di sejumlah sektor,” ungkap Aan. (Baca juga: Menangkal Wajib Pajak Nakal)

Kebocoran pajak terbesar, ungkap Aan, sebenarnya ada di sektor restoran–mengingat jumlah wajib pajaknya paling banyak. Modus yang kebanyakan dilakukan pengusaha nakal memang memanipulasi omzet.

Pajak, jelas Aan, merupakan komponen penting di dalam Pendapatan Asli Daerah (PAD) di Kota Bekasi. Tahun ini saja, Pemkot Bekasi mematok target pendapat dari sektor pajak sebesar Rp 1,1 triliun.

Pendapatan dari pajak restoran merupakan yang terbesar. Tahun 2016 ditargetkan mencapai Rp 165,7 miliar. Disusul pajak hiburan Rp 33,6 miliar, parkir Rp 22,1 miliar dan hotel Rp 18,1 miliar.

(Ical)

Tinggalkan komentar