Site logo

Konglomerat di Balik Bekasi Smart City

Program Bekasi Smart City andalan Pemerintah Kota Bekasi disinyalir hanya menjadi kamuflase untuk memuluskan proyek perkotaan. Seorang konglomerat mendapat karpet merah. Siapa?

Adalah Sakti Wahyu Trenggono, pengusaha telekomunikasi papan atas di Indonesia. Ia juga petinggi partai politik, pernah menjabat bendahara umum Partai Amanat Nasional. Nama Trenggono selalu muncul tiap kali istana merombak jajaran kabinet.

Belum lama ini, Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi melantik Trenggono menjadi ketua Dewan Kota Cerdas. Lembaga ini, secara khusus, berfungsi untuk mengawal program Bekasi Smart City. Di dalamnya ada ratusan anggota dari akademisi, pakar, masyarakat, dan birokrat.

Ibarat pesepak bola tiba-tiba bermain di liga antarkampung, atau penyanyi terkenal mendadak pentas di kondangan, tampilnya Trenggono di Kota Bekasi tentu saja menarik perhatian banyak kalangan–terutama pengusaha dan politikus. Ada apa gerangan? Begitulah pertanyaan itu muncul.

Trenggono konon digandeng Koswara Hanafi selaku Direktur Bekasi Smart City sekaligus Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Bekasi (Bappeda). Berbekal almamater yang sama di Intitut Teknologi Bandung (ITB), Koswara dan Trenggono punya kedekatan tersendiri.

“Kami mendapat tugas khusus untuk mewujudkan Bekasi Smart City. Kami akan membuat perencanaan jangka panjang yang realistis, efisien, dan manfaatnya terasa bagi penghuni kota,” kata Trenggono dalam sambutannya usai dilantik menjadi ketua.

Tanpa tedeng aling-aling, Trenggono juga mengatakan program Bekasi Smart City membuka ruang yang seluas-luasnya untuk para investor. Alasannya, membangun sebuah kota bukan hanya tugas pemerintah saja, melainkan semua elemen yang ada–termasuk pengusaha.

“Komisi-komisi dalam Dewan Kota Cerdas sudah terbentuk. Setelah ini kami segera bekerja. Saya yakin, dengan berkumpulnya semua elemen di sini, Bekasi bisa menjadi Smart City. Meskipun butuh waktu yang panjang,” kata Trenggono.

Untuk menunjang pekerjaan Trenggono dan anggotanya, pemerintah berjanji akan membangunkan gedung khusus yang luas–paling tidak gedung bertingkat dua atau tiga lantai. Di dalam gedung itu, mereka bisa melakukan kajian-kajian perkotaan secara serius untuk mewujudkan Bekasi Smart City.

(Baca: Beda Smart City Bekasi dan DKI Jakarta)

Rahmat Effendi nampaknya begitu yakin kepada lembaga yang dipegang Trenggono, sehingga ia justru mewanti-wanti agar para birokrat yang ada di dalamnya bisa mengikuti ritme kerjanya. Ia berharap jajarannya mampu berpikir out of the box atau keluar dari kotak.

“Harus ada satu gedung yang representatif, karena anggotanya banyak. Dua atau tiga lantai. Jangan menumpang di Bappeda, nanti pola pikir out of the box itu tidak keluar,” kata Rahmat Effendi.

Kepentingan bisnis Trenggono

Ada banyak plesetan untuk menggambarkan kamuflase. Tidak ada makan siang gratis, misalnya. Atau ini: ada udang di balik rempeyek. Masuknya Trenggono ke Bekasi disinyalir membawa kepentingan bisnis terselubung di dalam Bekasi Smart City.

Di dunia bisnis telekomunikasi, nama Trenggono tidak asing di telinga. Ia sering disebut-sebut sebagai salah satu aktor dugaan megaskandal korupsi di PT Telekomunikasi Indonesia (Persero) Tbk yang sempat menghebohkan itu–meskipun sampai sekarang penegak hukum tidak mengusut.

Bersama mantan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian yang juga petinggi PAN, Hatta Rajasa, Trenggono konon menjadi perancang ambruknya PT Dayamitra Telekomunikasi (Mitratel)–anak perusahan Telkom yang selama ini bergerak di bidang penyediaan Base Transceiver Station atau tower BTS.

Dibantu Arief Yahya, CEO Telkom yang sekarang menjabat Menteri Pariwisata, skenario duet Hatta Rajasa dan Trenggono pun berjalan rapi. Mereka terkenal dengan julukan geng ITB–karena hubungan mereka terjalin baik melalui ikatan alumni ITB.

Penghasilan Mitratel langsung terjun bebas ketika Telkom mengalihkan pangsa pasar penyediaan tower BTS kepada PT Tower Bersama Infrastruktur Tbk (TBIG). Belakangan, Telkom bahkan berencana menjual Mitratel. Sebaliknya, keuntungan TBIG naik drastis berkali-kali lipat dan harga sahamnya pun ikut melonjak tajam, sehingga perusahaan ini menjadi yang terbesar di Indonesia dalam bidang penyediaan tower.

Meski namanya sering dicantumkan sebagai advisor atau penasehat, namun di kalangan pebisnis telekomunikasi, Trenggono sudah dikenal sebagai pemilik TBIG. Penelusuran kami di sejumlah media ekonomi, TBIG termasuk anak perusahaan PT Teknologi Riset Global Investama (TRG Investama)–perusahaan milik Trenggono yang didirikan sejak 2007.

Lalu, apa kaitan bisnis Trenggono dengan Bekasi Smart City?

TRG Insvestama bukanlah perusahaan biasa. Saking memiliki banyak anak perusahaan, bisnis TRG Investama seringkali dibilang menggurita. Layanan bisnisnya mencakup banyak bidang seperti infrastruktur IT dan telekomunikasi, properti dan energi. TRG juga mengembangkan ke bisnis media digital, makanan, sampai e-commerce.

Hasil pembacaan kami terhadap informasi di situs resmi TRG Investama menunjukkan, yang dibutuhkan Bekasi Smart City adalah apa yang sebenarnya ditawarkan bisnis Trenggono. Dengan kata lain, program Bekasi Smart City mengarah ke penggunaan layanan bisnis Trenggono.

Sebagai contoh, PT U Connectivity Services, anak perusahaan TRG Investama, menyediakan layanan pengembangan UCS Network Operation Center. Di dalam ruang operasi itu tersedia layar-layar untuk memantau dan mengendalikan banyak CCTV yang tersebar di sudut kota. UCS juga memiliki layanan reklame digital multifungsi yang terintegrasi dengan sosial media atau ponsel, sehingga pemirsa bisa langsung berinteraksi.

UCS Network Operation Center sama sekali tidak berbeda dengan Patriot Operation Center yang sedang dikembangkan Pemkot Bekasi. Dua kata terakhir, yaitu Operation Center, menunjukkan ada keterkaitan. Pemkot Bekasi memang mengakui bahwa ruang kontrol itu dikembangkan atas bantuan dana perusahaan telekomunikasi.

Layanan anak perusahaan TRG Investama lainnya pun saling terkait dengan kebutuhan Bekasi Smart City. Program pemasangan seribu titik wifi, penataan jaringan fiber optik, dan masih banyak lagi, merupakan layanan bisnis Trenggono.

Penelusuran kami, salah satu proyek Bekasi Smart City yang sudah terbukti menggunakan layanan bisnis Trenggono adalah parkir meter. PT Pan Satria Sakti dan PT Jaya Sakti Sekurindo–yang melebur menjadi VIP Integrated Technology Services (ITS)–adalah anak perusahaan TRG Investama yang mengelola parkir meter di Kota Bekasi.

Proyek parkir meter menjadi salah satu program andalan Pemkot Bekasi. Berlindung di balik Bekasi Smart City, parkir meter berjalan tanpa aral melintang. Dengan klaim investasi awal Rp 3 miliar, ITS sedikitnya sudah memboyong 20 mesin parkir meter ke Kota Bekasi.

Mesin itu sudah ditancapkan di tiga daerah, antara lain di sekitar Jalan Juanda 3 unit, di sekitar Alun Alun Bekasi 8 unit dan di sekitar kawasan pertokoan Perumahan Grand Galaxy City 9 unit.

Pemkot Bekasi sangat gencar menyosialisasikan parkir meter ITS. Pemkot Bekasi bahkan berencana ‘memparkir meterkan’ ratusan titik parkir tepi jalan yang berada di wilayahnya. Titik tersebut akan mengalami kenaikan dari yang tadinya sekitar 98 titik menjadi 300 titik. Semuanya diserahkan ke swasta.

(Baca: Parkir Meter Kota Bekasi Proyek Siapa? | Parkir Meter di Pusaran Korupsi)

Pemkot Bekasi percaya, dengan parkir meter, pendapatan retribusi parkir bisa naik berkali-kali lipat. Bagi hasilnya, diakui Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi, 70 persen pendapatan parkir mengalir ke ITS. Sedangkan pemerintah mendapatkan bagi hasil 30 persen.

infografis-bekasi-smart-city

Tenang, yang lain dapat jatah

Peran dominan Koswara Hanafi dalam program Bekasi Smart City kabarnya membuat birokrat lain cemburu. Kepala Dinas Perhubungan, Yayan Yuliana, misalnya, disebut-sebut merasa dilangkahi Koswara di proyek parkir meter. Yayan pun menginisiasi pembentukan Dewan Transportasi–pengurusnya bahkan dilantik lebih dulu dari Dewan Kota Cerdas.

Di kalangan birokrat dan politikus, berhembus desas-desus: Yayan juga membawa kepentingan investor untuk mengegolkan sejumlah proyek moda transportasi seperti Trans Patriot–semacam Trans Jakarta–dan kereta dalam kota atau aeromovel. Masuknya proyek pengadaan angkutan lingkungan berupa bajaj adalah hasil kerja duet Yayan dan Hotman Pane, Ketua Organisasi Angkutan Darat (Organda) Kota Bekasi.

(Baca: Ada Uang di Balik Bajaj)

Terlepas dari proyek di balik Bekasi Smart City, pembentukan dua lembaga non pemerintah ramai menjadi gunjingan. Dua lembaga itu dinilai hanya upaya Wali Kota Rahmat Effendi untuk menjaga situasi agar tetap kondusif, sehingga tidak terjadi kegaduhan di lingkaran kekuasaan.

DPRD Kota Bekasi, misalnya, menganggap pembentukan dua lembaga tersebut tidak efisien. Pemberian kewenangan secara berlebihan dikhawatirkan akan tumpang tindih dengan tugas lembaga resmi pemerintah yang sudah ada.

“Tugas kedua dewan ini apa? Jangan-jangan nanti tumpang tindih dengan lembaga resmi yang sudah ada. Misalnya dengan DPRD yang berfungsi mengawasi pemerintah dan memberi rekomendasi. Terus nanti peran kami di DPRD apa?” kata Ketua Komisi B DPRD Kota Bekasi, Thamrin Usman.

Menurut Thamrin, dengan jumlah anggota mencapai ratusan orang, kedua lembaga itu juga akan membebani anggaran daerah. Mustahil, katanya, jika anggota yang tergabung di dalamnya tidak menerima kompensasi. Apabila tidak menggunakan anggaran daerah, Thamrin bertanya-tanya: dari mana pembiayaannya?

Sependapat dengan Thamrin, sejumlah anggota legislatif juga mempertanyakan orang-orang yang duduk di dua lembaga itu. Di Dewan Kota Cerdas, jelas, ada Trenggono. Di Dewan Transportasi juga banyak nama-nama yang memiliki kedekatan personal dengan Rahmat Effendi.

Sebut saja, Hotman Pane yang berposisi sebagai Wakil Ketua III di Dewan Transportasi. Sudah bukan rahasia umum lagi bahwa Hotman–meski bukan anggota partai dan birokrat–sudah dikenal sebagai orang yang ada di lingkaran kekuasaan Rahmat Effendi.

Di Dewan Trasnportasi juga ada dua orang pengurus harian Partai Golkar, partai yang diketuai Rahmat Effendi. Mereka adalah Rusman Fadilah selaku Wakil Ketua Bidang Penggalangan Massa dan Opini Publik DPD Golkar Kota Bekasi dan Devi Simanjuntak sebagai Wakil Ketua Bidang Kerohanian DPD Golkar Kota Bekasi.

Ada juga nama Intan Sari Geny, salah satu pegiat Lembaga Swadaya Masyarakat di Kota Bekasi yang tidak lain merupakan istri Aby Surya Simatupang, yang merupakan pengurus DPD Golkar Kota Bekasi. Kemudian posisi Harun Alrasyid selaku Ketua Dewan Transportasi juga disangsikan. Sebab, meski bergelar doktor, Harun tidak memiliki kompetensi keilmuan yang berkaitan dengan lembaga yang ia pimpin.

“Sudah dari dulu, kalau ada lembaga-lembaga semacam itu, pasti yang mengisi adalah orang-orang di lingkaran kekuasaan. Ini tidak berbeda dengan jabatan di BUMD, yang banyak diisi orang wali kota,” sebut seorang politikus.

Menanggapi kritik, Rahmat Effendi tidak mau ambil pusing. Menurutnya, anggapan seperti itu adalah pikiran yang menyesatkan. Kritik tersebut, kata dia menduga, muncul karena mereka belum memahami hakikat pendirian lembaga non pemerintah.

“Itu pikiran yang menyesatkan. Mereka belum paham tentang keberadaan dibentuknya Dewan Kota Cerdas dan Dewan Transportasi. Mungkin mereka punya tujuan-tujuan tertentu. Hanya Tuhan yang tahu hati mereka,” kata Rahmat Effendi.

Rahmat Effendi menjelaskan empat esensi dasar mengapa lembaga tersebut dibentuk. Pertama, lembaga-lembaga itu dibentuk untuk menguatkan perencanaan pembangunan kota. Kedua, menguatkan kolaborasi antarelemen. Ketiga, menjadi mitra kerja pemerintah dalam memecahkan solusi. Keempat, efisiensi sumber daya.

“Saya berharap betul keberadaan Dewan Kota Cerdas dan Dewan Transportasi ini bisa membantu kerja pemerintah,” kata Rahmat Effendi. (Tim)

Comments

  • No comments yet.
  • Add a comment
    Home
    Mulai Menulis
    News