Dari kejauhan terlihat seorang bocah sedang memungut sampah – sampah yang berserakan dengan menggunakan karung beras berwarna yang sudah tidak terpakai, putih nampak bergerak di pelataran parkir Gedung DPRD Kota Bekasi, di Jalan Chairil Anwar, Bekasi Timur, Kota Bekasi.
Ia berjalan dengan memakai baju seragam, perlahan sambil membungkukkan badan dan memulai hari-harinya bekerja sebagai pemulung. Setiap pagi dia selalu terlihat di Gedung DPRD Kota Bekasi. Dia bernama Muhammad Rizky (8), kelas 2A SDN 12 Margahayu, tubuhnya kurus, kulitnya legam, namun tidak nampak guratan kesedihan di mukanya.
Dengan cekatan ia berjalan memungut plastik, botol aqua, dan berbagai jenis sampah yang tercecer di antara deretan mobil-mobil mewah milik anggota dewan yang terhormat. Uang hasilnya memulung digunakannya untuk menambah biaya sekolah.
Maklumlah, orang tuanya bukan berasal dari kaum berada. Bapaknya bekerja sebagai supir mobil pribadi dan ibunya sebagai penjahit di rumah, mereka juga berjuang demi kelancaran anaknya serta keluarganya dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari hidupnya dan sekolah anaknya.
“Bantu-bantu Bapak sama Emak, dari pada main, mending mulung,” ujarnya polos saat ditanya wartawan yang biasa mangkal di Gedung Wakil Rakyat Bekasi.
Rupanya, kemiskinan tidak membuat bocah kecil itu minder. Kemiskinan justru menempanya menjadi anak yang punya pikiran jauh melampaui usianya yang harusnya masih banyak diisi dengan bermain. Kerasnya Bekasi telah menjadikannya sosok yang kuat dan tabah menghadapi cobaan. Perjuangan untuk bertahan hidup adalah sesuatu yang benar-benar mereka pegang dalam hidupnya.
Ironisnya, dia memungut sisa-sisa sampah para wakil rakyat yang justru kerap menghambur-hamburkan uang rakyat. Kehadirannya tidak pernah dipedulikan oleh para politisi yang kerap berkoar-koar memperjuangkan pendidikan gratis. Kebutuhan hidup Rizky, tidak sebanding dengan mahalnya tunjangan wakil rakyat dan berbagai fasilitas yang didapat.
Para legislator yang terhormat bahkan telah merampas mimpi bocah kecil itu. Muhammad Rizky saat ditanya kalau sudah besar ingin jadi apa atau cita-citanya jadi apa, ia hanya menjawab ingin menjadi pemulung.
“Habis bisanya cuma mulung,” katanya polos, bahkan dia sendiri tidak berani untuk bermimpi.
Sementara itu, Abdul Muin, anggota Komisi D DPRD Kota Bekasi, mengatakan, bahwa biaya pendidikan SD di Kota Bekasi sudah digratiskan. Hal itu, kata dia, bisa meringankan beban para orang tua yang tidak mampu.
”Intinya siapapun punya hak dan kewajiban untuk mendapatkan haknya untuk dapat sekolah, apalagi yang tidak mampu (miskin), jika memang belum sekolah nanti kita buatkan rekomendasi untuk sekolah, tinggal di mana, mau di mana sekolahnya,” ujarnya.(Leny Kurniawati)