Ismed Furdol Matahari (42) tidak pernah menyangka bakal berurusan dengan Polresta Bekasi Kota dan harus merasakan dinginnya jeruji besi selama 14 hari.
Semua berawal pada Senin pagi, 9 November 2015, sekira pukul 09.00 WIB, saat Ismed berada di rumahnya di Jalan Mawar Nomor 15, RT 010, RW 002, Kelurahan Jakasampurna, Kecamatan Bekasi Barat, Kota Bekasi.
Dari dalam rumah, Ismed mendengar suara gaduh di luar. Ia kemudian mendatangi. Ternyata, ibunya, Uriana Aria, sedang dicaci maki oleh tetangganya yang bernama Rizki Defriana Machsus.
“Kata-katanya sangat kasar. Kejadiannya tepat di depan samping rumah saya,” cerita Ismed kepada Klik Bekasi, belum lama ini.
Tidak ingin situasi semakin tegang, Ismed meminta Rizki meninggalkan lokasi. Saat itu, Rizki ditemani adiknya, Defrita Machus dan temannya, Iis Sriyani. Ismed juga meminta sang ibu masuk ke dalam rumah.
Tak disangka, Ismed justru dipukul, ditendang, hingga dilempar batu oleh tiga perempuan setengah baya tersebut. Pelipis kiri Ismed mengalami luka lebam terkena lemparan batu.
“Saking brutalnya, salah satu dari mereka terjatuh saat menendang saya,” kata Ismed.
Tidak ingin tinggal diam, Ismed kemudian bergegas menuju kantor Kepolisian Polsek Bekasi Barat untuk membuat laporan. Tidak menunggu lama, polisi merekomendasikan Ismed untuk visum.

Polisi kemudian menerima pengaduannya sebagai kasus pengeroyokan (pasal 170 KUHP) dengan Nomor: LP/958-BK/K/IX/2015/Sek.Bks.Kota.
Selang dua hari, pada Rabu dinihari, 11 November 2015, sekira pukul 02.00 WIB, Rizki menghampiri rumah Ismed dan menggedor-gedor pintu. Anggota keluarga di rumah Ismed semua terbangun dari tidur.
“Saya mengintip dari jendela. Ternyata dia (Rizki). Kami memilih tidak meladeni, khawatir justru kembali terjadi keributan. Dia kemudian pergi,” kata Ismed.
Menurut Ismed, keributan itu sebenarnya dipicu masalah sepele. Rizki dan keluarga awalnya mengontrak rumah milik dia yang memang disewakan. Lokasinya persis di samping rumah utama.
“Kemudian dia (Rizki) pindah ke rumah kontrakan lain yang masih di komplek ini. Nah, dia punya empat mobil dan parkirnya masih di depan kontrakan lama. Ibu saya kemudian menegur,” kata Ismed.
Menimpali penuturan Ismed, ibunya, Uriana menceritakan, tidak lama setelah insiden tersebut, ibu Rizki bertamu sendirian. Kepada Uriana, ibu Rizki meminta maaf ulah putrinya.
“Ibunya sempat datang ke rumah dan meminta maaf. Saya terima secara baik. Saya pikir sudah tidak ada persoalan lagi,” kata Uriana.
Ismed ditahan
Bak petir disiang bolong, Ismed dan keluarganya kaget bukan kepalang. Selasa, 17 November 2015, Subnit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polresta Bekasi Kota dipimpin Ipda Linastarni datang ke kediaman Ismed.
Mereka datang untuk menangkap Ismed, berbekal surat perintah penangkapan Nomor: SP.Kap/540/XI/2015/Resta Bks.Kota.
Dalam surat perintah penangkapan tersebut, Ismed dinilai telah melakukan tindak pidana penganiayaan sebagaimana dimaksud pasal 351 KUHP, seperti yang dituduhkan Rizki dalam laporannya dengan Nomor: LP/2108/K/XI/2015/SPKT/Resta Bks Kota tanggal 9 November 2015.
“Saya kaget, karena belum pernah ada pemanggilan baik secara lisan ataupun tulisan serta tanpa ada satupun surat lainnya,” kata Ismed.
Ismed mencoba menjelaskan kepada pihak polisi duduk perkara yang menimpanya: ia merupakan korban pengeroyokan dan sudah melaporkan kasus tersebut ke kepolisian.
“Saya coba menjelaskan duduk perkaranya kepada petugas, bahwa saya merupakan korban pengeroyokan,” kata dia.
Petugas kepolisian, kata Ismed, tetap besikeras menangkap dan memintanya menandatangani surat perintah penangkapan.
Ismed tak bisa berbuat banyak. Ia kemudian dibawa ke kantor Polresta Bekasi Kota untuk kepentingan penyidikan.
Di kantor Polisi, saat ia tengah menunggu kuasa hukum dan hendak di-BAP (periksa), petugas meminta Ismed menandatangani surat perintah penangkapan. Menurut Ismed, surat itu aneh.
“Suratnya berbeda. Surat yang pertama ada 11 orang yang diperintahkan, surat yang berikutnya cuma ada 8 orang yang diperintahkan,” terang Ismed, sembari bertanya-tanya.
Hari itu juga, Ismed ditahan dengan surat perintah penahanan nomor: SP.Han/261/XI/2015/Resta Bks Kota tanpa didampingi kuasa hukum.
Merasa tidak bersalah, hari itu juga, isrti Ismed, Aprilieni, mengajukan penangguhan tahanan. Namun, karena prosesnya tidak sebentar, Ismed tetap harus masuk tahanan Polresta Bekasi Kota.
Barulah, pada 1 Desember 2016 atau 14 belas hari kemudian, penangguhan penahanan Ismed dikabulkan.
Surat Perintah Penangguhan Penahanan Nomor: Sp.Tgh/66/XII/2015/Resta Bks Kota pun dikeluarkan. Surat diteken kapolres pada waktu itu, Kombes Pol Daniel Tifaona.
“Permohonan penangguhan penahanan dikabulkan setelah suami saya 14 hari berada di dalam tahanan Polresta Bekasi Kota. Jadi suami saya ditahan dari tanggal 17 November 2015 sampai 1 Desember 2015,” kata Aprilieni.
Kasus Ismed berlanjut
Saat ini, Ismed adalah tahanan rumah. Kasusnya tetap berlanjut dan kini sudah masuk P21 di Kejaksaan Negeri Bekasi. Artinya, Ismed siap di bawa ke pengadilan untuk menjalani sidang atas tuduhan penganiayaan terhadap Rizki.
“Kasus ini belum berhenti. Sekarang kasus dilimpahkan ke Kejaksaan. Saya berharap keadilan bisa ditegakkan. Suami saya adalah korban,” kata Aprilieni. (Ical)
Bongkar Mafia Hukum di Bekasi,kuak semua kebejatan yg merajalela