Kinerja Kepala Inspektorat Kota Bekasi, Cucu Much Syamsudin, patut kita sangsikan. Sebagai orang yang bertanggung jawab mengawal jalannya penyelenggaraan pemerintahan yang bersih dan bebas dari korupsi, ia telah gagal total.
Temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tahun 2014 soal pengendian banjir di Perumnas 3, Kelurahan Aren Jaya, Bekasi Timur, menjadi bukti sahih bahwa kinerja Cucu memang payah.
Padahal, jelas, BPK secara terang benderang menyebutkan adanya persoalan serius: dari mulai lelang proyek yang sengaja dimanipulasi oleh peserta maupun penyelenggara lelang, hingga adanya pemahalan harga alias mark up yang menyebabkan keuangan negara dirugikan sampai Rp 1,6 miliar.
(Baca: 7 Bukti Persekongkolan Jahat ‘Proyek Banjir’ Kota Bekasi)
Sebenarnya, hal itu tidak perlu terjadi jika kontrol internal di lingkungan Pemkot Bekasi berjalan dengan baik. Ingat, kontrol internal melekat dalam tubuh Inspektorat dan ia tidak melulu bekerja menindaklanjuti temuan dari BPK saja.
Melindungi Praktik Korupsi
Yang lebih parah, entah disengaja atau tidak, dalam kasus Aren Jaya, Inspektorat Kota Bekasi terkesan mencoba menutup-nutupi kasus tersebut yang jelas-jelas mengandung unsur perbuatan melawan hukum dalam hal ini tindak pidana. Cucu semacam menggunakan ‘jurus mabuk’.
Inspektorat, lembaga yang dipimpin Cucu sejak Rahmat Effendi memimpin, seolah-olah meniadakan persoalan korupsi dalam proyek senilai Rp 4,6 miliar yang diselenggarakan Dinas Bina Marga dan Tata Air itu. Ia dengan enteng menyebut bahwa kasus Aren Jaya hanya sebatas kesalahan adminastrasi.
(Baca: Pemkot Bekasi Keukeh Sebut Manipulasi Proyek Banjir Kesalahan Administrasi)
Menanggapi temuan BPK, sikap Cucu jelas terlihat konyol sekali. Pertama, BPK memang tidak masuk ranah penyidikan tindak pidana. Sehingga, wajar saja, jika dalam rekomendasinya, BPK tidak menyebut soal korupsi secara gamblang. BPK hanya menyebutkan dengan kalimat-kalimat yang bersayap.
Cucu nampaknya lupa: kesalahan administrasi telah membuka ruang yang sangat besar kepada koruptor untuk membajak uang negara. Dan Cucu mesti ingat, sudah banyak koruptor meringkuk di hotel prodeo karena soal-soal administrasi yang pada mulanya dijadikan Inspektorat sebagai argumentasi.
Pembuktian Tindak Pidana Korupsi
Sikap Cucu, yang keukeh menyebut bahwa hasil audit BPK merupakan pelanggaran administrasi, mesti diuji. Ia harus berani membuktikannya agar publik tidak terus bertanya.
Seperti apa mengujinya? Sederhana saja, Cucu cukup membawa temuan BPK tersebut ke lembaga penegak hukum, entah Kepolisian atau Kejaksaan. Mintalah kepada dua lembaga tersebut untuk menguji temuan BPK, apakah itu hanya sebatas pelanggaran administrasi atau benar ada pelanggaran hukum pidana.
Lebih jelasnya, contohlah Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok yang mau melaporkan sejumlah dugaan korupsi kepada penegak hukum agar bisa diketahui hasilnya. Tindakan Ahok juga sekaligus untuk menunjukkan bahwa ia pro terhadap pemberantasan korupsi.
(Baca: Kasus Aren Jaya, Kejaksaan Bekasi Harus Bongkar Korupsi di Dinas Bimarta)
Jika Cucu hanya bisa diam dan tidak berani membawa temuan tersebut kepada penegak hukum, maka, bisa jadi dugaan korupsi tersebut benar adanya. Artinya, ada upaya sistemis yang dilakukan oleh Pemkot Bekasi melalui Inspektorat untuk menutupi praktik korupsi di lingkungannya.
Jika begitu keadaanya, Cucu juga bisa dituding berupaya melakukan perbuatan melawan hukum dengan melindungi praktik korupsi. Jadi, berani atau tidak Cucu melapor?
Redaksi