Berita  

Jual Beli Proyek dan Lingkaran Korupsi di Pemkot Bekasi

Avatar photo

Praktik korupsi pengadaan barang dan jasa di Kota Bekasi pelan tapi pasti mulai banyak yang terungkap. Menggunakan bermacam modus yang rumit untuk mengakali uang panas.

Cerita ini bermula dari seorang pengusaha bernama Torus P Sihombing. 1 Agustus 2016, Torus membuat laporan ke Polda Metro Jaya atas kasus penipuan yang menimpanya.

Yang terlapor antara lain Kepala Bidang Bina Program Dinas Pendidikan Kota Bekasi Ujang Tedi Supriatna, CV Alina Raya, Roganda Purba, Parajohan Sitorus dan Suwindak Marbun.

Kepada polisi, Torus pun menjelaskan duduk perkaranya. Dia mengaku sebagai seorang yang telah mengerjakan 13 proyek pengadaan mebel dan buku sejumlah sekolah di Kota Bekasi.

Semua proyek itu, jelas Torus, adalah penunjukkan langsung atau tidak ada tender. Dia sendiri bekerja sebagai rekanan CV Alina Raya–selaku perusahaan yang ditunjuk Dinas Pendidikan Kota Bekasi.

“Total nilai proyeknya Rp 1,5 miliar. Saya pegang SPK (Surat Perintah Kerja) yang ditandatangani dan distempel pihak Dinas Pendidikan,” kata Torus kepada wartawan, usai melapor.

Namun, nahas, setelah mendatangi Dinas Pendidikan, Torus justru mendengar pernyataan pahit dari Ujang Tedi–yang merupakan pejabat pembuat komitmen (PPK).

Ujang, kata Torus, menyebut SPK yang dipegang olehnya bodong alias palsu. Ujang mengatakan tidak pernah menerbitkan SPK tersebut, apalagi menyetempel dan menandatangani.

“Padahal saya juga sudah memberikan uang kepada CV Alina Raya Rp 150 juta dengan perjanjian di atas materai,” katanya.

Torus tidak pernah menyangka SPK berkop Dinas Pendidikan yang diperolehnya menjadi masalah di kemudian hari.

“Beberapa hari setelah saya lapor ke Polda Metro Jaya, berkasnya dilimpahkan ke Polresta Bekasi Kota. Saya berharap uang saya kembali,” kata Torus.

Sumber kami yang dekat dengan CV Alina Raya dan Dinas Pendidikan mengungkap versi lain kasus SPK palsu. CV Alina Raya dan Ujang Tedi, sebut sumber, memang sudah menjalin hubungan.

Menurut sumber, Ujang Tedi menjanjikan proyek Rp 1,5 miliar kepada CV Alina Raya, namun dengan syarat ada fee atau uang pelicin 10 persen di awal.

“Jadi CV Alina Raya itu sebenarnya calo. Maka datanglah ke Torus, yang punya uang,” ungkapnya.

Untuk mengakali uang Torus tidaklah mudah. Agar Torus yakin, CV Alina perlu memegang SPK sebagai bukti telah ditunjuk oleh Dinas Pendidikan.

Sebaliknya, Ujang Tedi cerdik: ia tidak mau membubuhkan stempel dan tanda tangan sebelum ada uang.

Jalan tengahnya, Ujang Tedi akhirnya mengeluarkan SPK kosong yang belum belum distempel dan ditandatangani. CV Alina Raya kemudian memalsukan stempel dan tanda tangan Ujang Tedi agar Torus yakin.

Setelah mendapatkan uang Rp 150 juta, ungkap sumber, CV Alina Raya menyetor ke Ujang Tedi Rp 50 juta. Persoalan menjadi rumit ketika SPK yang asli tidak keluar untuk Torus.

Kuat kemungkinan, pertama, Ujang Tedi telah menjual SPK asli ke perusahaan lain. Kemungkinan kedua, ada masalah administrasi karena mekanisme pencairan dana bantuan operasional sekolah berubah.

“Tapi yang perlu digaris bawahi, Ujang Tedi ikut menikmati uang itu. Ujang Tedi hendak cuci tangan, sehingga kasus ini seolah-olah murni penipuan,” katanya.

Ujang Tedi membantah terlibat dalam kasus SPK palsu itu. Menurut Ujang Tedi, ada orang-orang yang sengaja mencatut namanya. “Saya juga sudah jelaskan ke wali kota,” katanya.

Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi mengatakan kasus ini sengaja dibesar-besarkan untuk menjatuhkan citra Dinas Pendidikan. “Biarlah diusut penyidik kepolisian saja,” katanya.

infografis-korupsi-kota-bekasi

Tidak sekadar penipuan

Pelaporan ke kepolisian oleh kontraktor atas kasus penipuan calo proyek sebenarnya bukan hal baru. Catatan Klik Bekasi, di Kota Bekasi, kasus serupa pernah terjadi pada pertengahan tahun lalu.

Seorang kontraktor, Suhanda, melaporkan pegawai negeri sipil bernama Yudistira karena merasa ditipu. Ia sudah memberikan uang Rp 430 juta, namun proyek pengerjaan jalan yang dijanjikan ternyata jatuh ke tangan perusahaan lain.

Sayang, kasus itu berhenti dengan jalan damai: uang kembali, kasus pun selesai. Kepolisian tidak menyadari kasus itu bisa menjadi pintu masuk untuk mengungkap praktik korupsi lebih besar.

Jual beli proyek yang dilakukan oknum pemerintah–meski tidak ada kerugian keuangan negara di dalamnya– adalah juga korupsi.

Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi menjelaskan dengan tegas: penyalahgunaan wewenang untuk memperkaya diri sendiri atau orang lain merupakan korupsi.

Munculnya kasus Ujang Tedi sebenarnya telah menggenapi pengungkapan modus korupsi pengadaan barang dan jasa di Kota Bekasi, baik melalui mekanisme penunjukkan langsung maupun mekanisme lelang–untuk nilai proyek di atas Rp 200 juta.

Tahun 2014, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dalam auditnya sudah mengungkap modus korupsi dalam mekanisme lelang yang dilakukan secara elektronik di Kota Bekasi.

(Baca: Modus Monopoli Lelang LPSE Kota Bekasi Tergolong Baru)

Data BPK menunjukkan, lelang proyek pengendalian banjir senilai Rp 4,6 miliar di Perumnas 3, Kelurahan Aren Jaya, Bekasi Timur, itu dimonopoli untuk memenangkan satu perusahaan.

Hasil pengamatan kami, di Kota Bekasi, ada benang merah kasus korupsi yang satu dengan yang lain: diduga dilakukan secara sitematis dengan melibatkan banyak pihak.

(Baca: Orang-orang Penggelap Kasus Korupsi di Kota Bekasi)

Kepolisian, yang menangani kasus Ujang Tedi, diharapkan bisa menyingkap aliran dana yang mengalir dan menyelidiki kasus serupa di instansi lainnya.

Kepala dinas hingga wali kota diduga turut andil dalam praktik korupsi pada tahap penentuan ‘siapa pemenang’ proyek. Fee dari keseluruhan proyek kabarnya menciprat ke sana.

Data Kementerian Dalam Negeri menjadikan dugaan tersebut masuk akal. Hingga tahun 2015, sedikitnya terdapat 343 Kepala Daerah tersandung kasus hukum baik di Kepolisian, Kejaksaan dan KPK.

Sebagian besar kepala daerah melakukan korupsi dalam pengelolaan keuangan yang bersumber pada penyusunan anggaran, pajak dan retribusi daerah. Serta, tak ketinggalan: pengadaan barang dan jasa.

Kapolres Bekasi Kota Kombes Pol Umar Surya Fana, ketika dikonfirmasi wartawan, mengaku sudah menerima laporan mengenai kasus jual beli proyek itu.

“Yang punya data mari kita gelar, agar bisa menjadi dasar saya melakukan penyelidikan,” katanya singkat. (Ical)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *