Berita  

Istri Gabung Gafatar, Suami di Kota Bekasi Mencari-cari

Avatar photo

Seorang perempuan bernama Asri Pertiwi (28), warga Jalan Dasa Dharma Raya, RT 04 RW 07, Kelurahan Bojong Rawalumbu, Kecamatan Rawalumbu, Kota Bekasi, dikabarkan hilang.

Irvan Mardianto (35), suaminya, melapor ke Polresta Bekasi Kabupaten pada Rabu (6/1/2016). Menurutnya, sang istri hilang sejak 28 Desember 2015 lalu bersama kedua anaknya perempuan dan laki-laki yang masih kecil.

“Istri saya, dan dua anak saya, hingga sekarang belum pulang. Saya menyerahkan sepenuhnya kepada polisi,” kata Irvan, Rabu (13/1/2016) kepada wartawan, di rumahnya.

Irvan menceritakan, pada Senin (28/12/2015) pagi, sang istri minta diantarkan ke temannya bernama Sherly di daerah Tambun Selatan, Kabupaten Bekasi.

“Sherly baru lahiran, jadi istri saya ingin menjenguk. Dua anak saya ikut,” kata Irvan.

Karena harus bekerja, Irvan pun pamit dan berjanji akan menjemput istrinya pada malam hari usai pulang kerja. Pukul 20.00, Irvan memenuhi janjinya.

“Sherly bilang, istri dan kedua anak saya sudah pamit sekitar pukul setengah dua siang. Saya langsung menghubungi ponselnya, tapi sudah tidak aktif,” ungkap Irvan.

Beberapa hari kemudian, ponsel sang istri aktif. Namun, setiap kali Irvan menghubungi, istrinya tidak mau mengangkat ponselnya. Mereka hanya berkomunikasi via SMS.

“Istri saya bilang, ia ada di Singkawang, Kalimantan,” kata Irvan.

Bergabung dengan Gafatar

Irvan menduga istrinya berada di Kalimantan bersama kelompok Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar)–sebuah organisasi yang saat ini dibekukan oleh pemerintah.

Menurut Irvan, sang istri memang bergabung bersama Gafatar sejak 2014. Sang istri mengenal Gafatar melalui Facebook.

“Saya kerja di Kota Bekasi, sebagai karyawan sablon pakaian. Tahun 2014, istri dan anak saya, dari Majalengka, saya boyong ke Bekasi,” kata Irvan.

Sang istri, kata Irvan, menceritakan semua kegiatannya bersama Gafatar. Ia pun tidak melarang, karena sejauh ini kegiatan yang dilakukan istrinya positif.

“Dia sering berkumpul bersama teman-teman Gafatar. Kadang-kadang mereka mengadakan kegiatan bakti sosial. Saya tidak curiga,” kata Irvan.

Organisasi Gafatar, yang didirikan pada 2012, menjadi sorotan masyarakat setelah ada kasus hilangnya seorang ibu bernama Rica dan anaknya, 30 Desember lalu.

Dan Senin (11/1/2016), polisi mengatakan telah menemukan dokter Rica Tri Handayani dan anak balitanya di Kalimantan Tengah, Pangkalan Bun. Polisi menyebut Rica ‘mantan aktivis Gafatar’.

“Saya yakin istri saya bersama Gafatar di Kalimantan. Saya menaruh harapan besar agar kepolisian bisa menjemput istri saya dan kembali dengan selamat,” kata Irvan.

Ada Apa dengan Gafatar?

Sekadar diketahui, oleh berbagai kalangan, Gafatar dianggap menyimpang karena meyakini Ahmad Moshaddeq, pendirinya, sebagai nabi.

Sebelumnya, Moshaddeq memimpin gerakan Al-Qiyadah Al-Islamia. Karena Al-Qiyadah dianggap sesat oleh Majelis Ulama Indonesia pada 2007, Moshaddeq pun divonis penjara empat tahun dalam kasus penistaan agama pada tahun 2008.

“Pak Moshaddeq waktu itu menganggap dirinya seorang nabi, maka MUI memutuskan bahwa orang ini sudah melakukan penistaan agama,” kata Ketua MUI bidang Hubungan Luar Negeri, Muhyiddin Junaidi, di Jakarta, belum lama ini.

Muhyidin Junaidi mengatakan, pihaknya terus mengawasi aktivitas Ahmed Moshaddeq setelah masa hukumannya berakhir.

Setelah masa hukumannya berakhir, Moshaddeq “membentuk organisasi lain yaitu adalah namanya Abraham religion yang menggabungkan antara Islam, Kristen dan Yahudi”.

“Akhirnya dia membentuk organisasi lain dengan nama Gafatar, Gerakan Fajar Nusantara,” kata Muhyidin.

Saat ini, imbuhnya, MUI masih mengkaji untuk memastikan apakah Gafatar merupakan penjelmaan Al-Qiyadah Al-Islamiyah.

“Kalau memang Gafatar ini reinkarnasi dari Al-Qiyadah Islamiyah, maka dengan sendirinya dianggap sesat dan menyesatkan,” tandasnya.

Dalam wawancara dengan Tempo (Kamis, 18 Oktober 2007), pemimpin Al-Qiyadah Al-Islamiyah, Ahmad Moshaddeq menolak fatwa MUI tersebut.

“Saya tidak membawa agama baru, saya hanya menggenapkan nubuat Allah dalam Al-Qur’an, seperti halnya Muhammad menggenapkan ajaran Isa dan Musa,” kata Moshaddeq.

Dalam wawancara itu, bekas pensiunan pegawai negeri sipil ini mengatakan, keyakinannya itu “tidak bertentangan dengan ajaran Islam”.

Moshaddeq mengaku turut membangun KW-9 Negara Islam Indonesia (NII), tetapi setelah 10 tahun bergabung dengan kelompok itu dia mengaku “tidak membuat dirinya puas” sehingga dia memilih keluar.

Di berbagai kesempatan, Gafatar menolak disebut sebagai organisasi agama seperti yang ditudukan berbagai kalangan selama ini. Gafatar tidak mau menyebut penjelmaan baru dari organisasi Al-Qiyadah Al-Islamiyah.

“Masalah keagamaan bukanlah menjadi ranah kerja Gafatar. Urusan agama kita serahkan kepada ahlinya dan pribadi masing-masing,” kata Ketua Umum Gafatar, Mahful M. Tumanurung, seperti dimuat dalam situs resmi Gafatar. (Res)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *