Site logo

Cerita Kelam Penggusuran Tanah Merah Bekasi, Astra hingga Ciputra Terlibat

Penggusuran warga di wilayah Tanah Merah, Kampung Rawa Pasung, Kelurahan Kali Baru, Kecamatan Medan Satria, Kota Bekasi, pada dua tahun lalu, ternyata masih menyisakan masalah hingga saat ini.

Senin (19/10/2015) siang, puluhan warga eks Tanah Merah datang ke Pengadilan Negeri Bekasi. Mereka berdemonstrasi meminta keadilan.

“Ada sekitar 77 kepala keluarga yang belum mendapatkan uang kompensasi pihak yang menggusur kami,” kata JH Sidabutar, koordinator demonstrasi.

Sidabutar mengatakan, mereka yang bertanggung jawab dalam kasus penggusuran tersebut ialah PT Astra Honda Motor, PT Mitra Makmur Bagya (Ciputra Group), Pemerintah Kota Bekasi, Pemerintah Kabupaten Bekasi dan Badan Pertanahan Nasional.

Menurut Sidabutar, secara keseluruhan, ada 350 kepala keluarga yang digusur di Tanah Merah Bekasi. Masing-masing kepala keluarga mestinya mendapatkan Rp 30 sampai 50 juta sesuai kesepakatan.

“Warga yang belum menerima uang kompensasi terpaksa tinggal di kolong jembatan, emperan toko. Mereka tidak mampu menyewa rumah kontrakan. Sebagian ada yang pulang kampung,” kata Sidabutar.

Semut melawan gajah

Kamis, 26 September 2013, adalah hari yang memilukan bagi ribuan warga Tanah Merah. Buldoser menghancurkan rumah-rumah warga. Mereka ibarat semut dalam kepungan gajah.

Para janda, wanita hamil, anak-anak, orangtua jompo, terpaksa mengungsi di tenda darudat yang didirikan para relawan. Warga Tanah Merah tersingkir.

Penggusuran itu mendapatkan reaksi keras dari para aktivis Hak Asasi Manusia. Tidak mau disalahkan, aparat pemerintah dan swasta pun saling lempar tanggung jawab.

“Pengosongan lahan ini merupakan kebijakan dari PT AHM,” kata lurah Kali Baru pada waktu itu, Zaenal Arifin.

Perkataan Arifin juga dibenarkan polisi, TNI, dan Satpol PP. Mereka mengaku hanya betugas memantau jalannya penggusuran.

“Kami hanya memantau saja. Eksekutornya adalah PT AHM,” kata kepala Satpol PP Yayan Yuliana, yang sekarang menjadi Kepala Dinas Perhubungan.

Head of Corporate Communication AHM saat itu, Kristanto, ternyata membantah bahwa eksekusi tersebut dilaksanakan perusahaannya.

“Kalau ada yang menyebutkan pengosongan lahan tersebut adalah permintaan PT AHM, itu jelas mengada-ada,” kata Kristanto.

Dia menjelaskan, pemilik lahan tersebut adalah Pemerintah Kabupaten Bekasi. Perusahaannya hanya mendapatkan Hak Guna Bangunan pada tahun 1983 melalui surat perjanjian yang ditandatangani Bupati Bekasi.

“Namun sejak bulan Juli 2013, tanah tersebut sudah beralih ke PT Mitra Makmur Bagya dari PT AHM,” katanya.

Sejumlah warga Tanah Merah punya pendapat lain. Menurut mereka, penggusuran dilakukan oleh aparat pemerintah dan para preman.

Anggota DPR RI Eva Kusuma Sundari, yang mengadvokasi kasus penggusuran ini, menilai pemerintah Kota Bekasi telah bersekongkol dengan pengusaha.

Menurut Eva, warga Tanah Merah memang membangun rumah tanpa izin mendirikan bangunan (IMB) di tanah negara seluas 18,9 hektare.

Akan tetapi, lanjut dia, tanah itu ditelantarkan sejak awal oleh pemegang HGB, yakni PT AHM sebagai area pabrik otomotif. HGB No. 7393 dan 7396 tersebut akan berakhir pada tahun 2016 dan ternyata sudah beralih tangan ke Ciputra Group.

“Dua perusahaan tersebut mengambil jalan pintas dengan membeli wewenang Pemkot Bekasi untuk menggusur rumah warga,” kata Eva.

Kini, kasus penggusuran Tanah Merah sudah dibawa ke meja hijau. Warga Tanah Merah, dengan didampingi lembaga bantuan hukum, menggungat mereka yang dianggap bertanggung jawab.

“Kasus ini disidangkan sejak April 2015. Kami ibarat semut yang melawan gajah-gajah,” kata Manotar Tampubolon, kuasa hukum penggugat dari LBH Patriot. (Res)

Comments

  • No comments yet.
  • Add a comment
    Home
    Linimasa
    Menulis
    Koleksi
    Profil