Rute Commuter Line Jabodetabek atau KRL tak lama lagi akan sampai di Stasiun Cikarang, Kabupaten Bekasi. Melewati empat stasiun setelah Bekasi.
Direktur Utama PT Kereta Commuter Jakarta Muhammad Nurul Fadhila memprediksi Stasiun Cikarang bisa beroperasi tahun depan–paling lama 2018.
Cikarang akan menjadi stasiun akhir commuter line untuk daerah timur Jakarta–bukan lagi Bekasi.
“Termasuk jalurnya sedang kami siapkan. Jadi, jalur commuter line tidak berbarengan dengan kereta jarak jauh,” kata Fadhila di Jakarta, belum lama ini.
Tiga stasiun–yang berada di antara Bekasi dan Cikarang–juga dalam pengerjaan. Secara berurutan, stasiun itu adalah Stasiun Bekasi Timur, Stasiun Tambun, dan Stasiun Telaga Murni.
Stasiun Bekasi Timur berada di Kelurahan Duren Jaya, Kota Bekasi. Stasiun Tambun masih menggunakan lokasi stasiun lama, yaitu di Desa Mekar Sari, Kabupaten Bekasi–merombak bangunan saja.
Kemudian Stasiun Telaga Murni di Desa Telaga Murni, Kabupaten Bekasi, atau persis di dekat Perumahan Metland Cibitung. Khusus stasiun ini, yang membiayai pembangunannya adalah PT Metropolitan Land Tbk.
“Pembiayaan untuk pembangunan Stasiun Telaga Murni Rp 40 miliar,” kata Wakil Presiden Direktur PT Metropolitan Land Anhar Sudradjat, saat meresmikan pembangunan stasiun tersebut, belum lama ini.
Menurut Anhar, kehadiran Stasiun Telaga Murni akan sangat bermanfaat bagi penghuni Metland Cibitung dan permukiman di sekitarnya.
“Saat ini penghuni di Metland Cibitung sudah 1.500 kepala keluarga, belum lagi pemukiman yang ada di sekitarnya. Artinya, jelas, ada penumpang,” katanya.
Stasiun Telaga Murni, kata Anhar, berada di titik yang strategis. Ia berada di antara Stasiun Cikarang dan Tambun, yang jaraknya 6 KM.
“Di KM 3 ada Stasiun Telaga Murni. Kami berada di tengah. Karena radius yang ideal inilah pengajuan kami ke pemerintah disetujui,” kata Anhar.
Sebagai penggelut dunia properti, Anhar juga menilai pembangunan sejumlah stasiun di antara Bekasi dan Cikarang akan menghidupkan ekonomi di sepanjang jalur tersebut.
Stasiun besar Cikarang
Bupati Bekasi Neneng Hasanah Yasin mengaku tidak sabar menunggu datangnya commuter line ke daerahnya. Ia yakin transportasi murah meriah itu akan mengubah cara bermobilitas warganya.
“Dengan jumlah penduduk 3,6 juta, kami tidak bisa terus menerus mengandalkan jalan raya. Kemacetan terlalu banyak membuang energi,” kata Neneng di Stasiun Telaga Murni.
Selama ini, warga Kabupaten Bekasi–juga di luarnya–lebih memilih menggunakan kendaraan pribadi. Selain karena commuter line baru sampai Stasiun Bekasi, transportasi umum lainnya juga belum memadai.
Menurut Neneng, kereta terbukti menjadi moda transportasi yang diminati warganya. Ia mengambil contoh Kereta Rel Daerah (KRD) Jakarta-Cikampek, yang selalu padat penumpang.
“Kereta ekonomi KRD selalu padat penumpang, dari arah Jakarta maupun sebaliknya. Sayang, kereta ekonomi ini jadwal pemberangkatannya terlalu sedikit,” jelasnya.
Neneng juga terus mendorong kepada pemerintah pusat agar Stasiun Cikarang menjadi stasiun besar, seperti halnya Gambir dan Pasar Senen di Jakarta.
“Jadi, warga kami yang hendak bepergian ke luar kota menggunakan kereta tidak perlu repot datang ke Jakarta. Langsung saja dari Stasiun Cikarang,” katanya.
Jika harus ke Jakarta, penumpang dari Kabupaten Bekasi jelas membuang banyak waktu. Tidak cuma jauh, tapi juga tidak efektif: karena akan kembali melewati Bekasi.
Jika Cikarang menjadi stasiun besar, penumpang dari Kota Bekasi pun bisa menempuh rute yang sama–menggunakan commuter line dulu, kemudian melanjutkan dengan kereja jarak jauh.
Masalah klasik commuter line
Commuter line memiliki masalah klasik yang dari tahun ke tahun selalu sama. Jumlah penumpang yang terus naik ternyata menjadi pemicu utamanya–bukan keterbatasan armada.
Data PT KJC menyebutkan, pengguna commuter line pada 2016 rata-rata mencapai 900.000 per hari, dengan 897 perjalanan.
Jumlah itu naik dari tahun sebelumnya. 2013, misalnya, hanya 400.000 per hari dengan 507 perjalanan.
Masalah pertama, adalah soal waktu tunggu yang kerap molor. Permasalahan ini akan semakin rumit jika menimpa para pekerja yang membutuhkan ketepatan waktu mencapai tempat tujuan.
Masalah lain, sebelum naik kereta, para pengguna masih harus mengantre di loket pembelian tiket harian. Untuk mengatasi ini, PT KJC menawarkan solusi tiket multitrip–yang bisa menyimpan saldo.
Terakhir, adalah dampak di luar stasiun. Banyaknya kendaraan yang parkir di area stasiun membuat kemacetan tak terelakkan. Kendaraan itu berbenturan dengan kendaraan di jalan raya.
Di Stasiun Bekasi, misalnya, kondisinya sampai sekarang crowded alias penuh sesak. Banyak angkot, tukang ojek, taksi, yang berjejer di luar stasiun. Ditambah lagi kendaraan jumbo yang hilir-mudik.
PT KJC menilai, solusi jangka panjang untuk permasalah di luar stasiun memang membutuhkan campur tangan pemerintah daerah setempat–tidak bisa diatasi sendirian.
Semua pihak perlu duduk bersama membuat sistem transportasi komprehensif: pengaturan lalu lintas yang baik, dan transportasi massal pengumpan ke stasiun yang memadai.
“Tugas kita kan bawa orang. Setelah sampai, mau diapakan ini penumpang, apa mau dibiarkan?” kata Fadhila, Dirut PT KJC. (Res)