Puluhan bangunan liar yang berdiri di sepanjang Jalan Sersan Aswan, Kelurahan Margahayu, Bekasi Timur, Kota Bekasi, dibongkar habis Pemkot Bekasi, Kamis (28/7/2016).
Pembongkaran besar-besaran semacam ini bukan yang pertama. Pemkot Bekasi, melalui Dinas Tata Kota, memang tengah gencar melakukan penertiban bangunan liar yang ada di Kota Bekasi.
Alasannya beragam, dari soal melanggar aturan, melanggar estetika hingga kepentingan penataan ruang publik dan ruang terbuka hijau.
Namun, bertolak belakang dengan alasan Pemkot Bekasi, sejumlah pihak justru bersikap skeptis.
Anggota Komisi B DPRD Kota Bekasi, Tahapan Bambang Sutopo, mengendus ada kepentingan terselebung di balik pembongkaran bangunan liar yang dilakukan Pemkot Bekasi.
Kepentingan terselubung yang dimaksud Bambang adalah kemauan para bandar alias pebisnis. Sebab, ia melihat, lokasi yang dibongkar oleh Pemkot Bekasi terkesan tebang pilih.
“Lokasinya pasti dekat dengan pusat bisnis atau hunian mewah,” kata Bambang.
Bambang mencontohkan penertiban bangunan liar di Jalan Joyo Martono, Kelurahan Margahayu, Bekasi Timur yang lokasinya dekat dengan Apartemen Grand Dhika City dan beberapa pusat perbelanjaan.
“Coba cermati, di Jalan KH Noer Ali, di sekitar Grand Metropolitan sudah indah. Di Jalan Chairil Anwar dekat Grand Dhika City, jalur pedestriannya sekarang bagus,” kata sumber.
Dari segi hitung-hitungan bisnis, kata Bambang, keberadaan bangunan liar bisa merugikan para bandar. Bangunan liar akan menggangu keindahan lingkungan di sekitar apartemen dan menimbulkan kesan kumuh.
“Bandar tentu tidak mau. Dari segi marketing, kondisi lingkungan dan kondisi sosial sekitar sangat mempengaruhi penjualan,” sebut Bambang.
(Baca; PR Kejaksaan Bekasi: Usut Korupsi Tata Kota)
Penertiban di Kota Bekasi mirip fenomena yang terjadi di Jakarta. “Di Jakarta, Kalijodo dibongkar. Pluit dibereskan. Belakangan terungkap, ada kepentingan para pebisnis,” kata Bambang.
Pada dasarnya, ia tidak mempersoalkan upaya-upaya pembongkaran bangunan liar yang dilakukan Pemkot Bekasi selama untuk kepentingan penataan ruang.
Hanya saja, kata Bambang, pembongkaran bangunan liar di Kota Bekasi terkadang mengabaikan beragam macam aspek. Salah satu yaitu aspek kemanusian.
“Kalau main gusur, main bongkar ya kasian masyarakat. Mereka nanti mau tinggal di mana, terus mereka mau usaha di mana. Semestinya solusinya dipertimbangkan,” tandasnya.
Selain itu, ia juga mempertanyakan berapa alokasi anggaran yang dikeluarkan Pemkot Bekasi untuk melakukan pembongkaran bangunan liar.
“Anggarannya saya yakin besar karena Pemkot Bekasi cukup gencar melakukan pembongkaran. Dari mana uangnya. Apakah APBD atau lewat CSR seperti di DKI. Kalau APBD jumlahnya berapa, kalau CSR dari mana sumbernya,” kata Bambang.
Kepala Bidang Pengawasan dan Pengendalian Bangunan Dinas Tata Kota Bekasi, Nurdin Manurung, memilih bungkam saat dikonfirmasi Klik Bekasi.
Nurdin tidak membeberkan berapa jumlah anggaran yang dikeluarkan untuk pembongkaran bangunan liar dan bersumber dari mana.
Akan tetapi, berdasarkan penelusuran Klik Bekasi dari dokumen APBD Kota Bekasi tahun 2016, terungkap bahwa total anggaran yang dikeluarkan Pemkot Bekasi tidak sedikit.
Jumlah anggaran penertiban bangunan liar–terutama yang berada di atas saluran air–menelan biaya Rp 1.500.000.000 tahun 2016 pada pos Dinas Tata Kota.
(Ical)