Komisi A DPRD Kota Bekasi belakangan ini menjadi ‘aktor’ yang paling kesohor dalam kisruh tempat pengelolaan sampah terpadu (TPST) Bantar Gebang.
Bukannya menjadi penengah antara Pemrov DKI Jakarta dengan PT Godang Tua Jaya selaku pengelola TPST Bantar Gebang yang lagi ‘panas-dingin’, DPRD Bekasi malah membikin keruh suasana.
Eh tapi, tahukah Anda, kalau aksi mereka sebenarnya terlihat konyol sekali? Berikut 5 aksi wakil rakyat yang terhormat itu;
1. Bergaya Heroik Stop Truk Sampah DKI
Dengan gaya yang heroik, Komisi A DPRD Kota Bekasi menyetop dan menyita sedikitnya enam unit truk sampah milik DKI yang hendak menuju ke TPST pada Rabu, 21 Oktober 2015.
Truk tersebut dinilai telah melanggar jam operasional dan trayek yang telah disepakati dalam perjanjian kerja sama antara DKI dengan Pemkot Bekasi.
Padahal dalam perjanjian, Pemkot Bekasi sebagai pihak kedua justru berkewajiban untuk memastikan bahwa distribusi sampah dari DKI aman-lancar. Jika ada persoalan, Pemkot Bekasi bisa bermusyawarah dengan DKI.
2. Gagah-gagahan Panggil Ahok ke Bekasi
Merasa seperti hakim, Komisi A berniat ‘mengadili’ Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok. Mereka memanggil Ahok datang ke Bekasi untuk menjelaskan persoalan yang ada.
“Kami akan berusaha memaksa (Ahok) untuk menghadiri. Ini tuntutan dari perjanjian kerja sama yang harus diklarifikasi yang berkompeten,” kata Ketua Komisi A, Aryanto Hendrata.
Nahas, Komisi A justru disemprot Ahok. “Mau manggil saya? Siapa elu? Sok amat gitu, sombong amat baru jadi DPRD Bekasi aja oknumnya sombong banget. Saya sama wali kota hubungannya baik kok,” kata Ahok.
Ahok menyarankan Komisi A belajar kembali mengenai hukum tata negara. Menurut Ahok, tidak bisa DPRD Bekasi memanggil gubernur wilayah lain. Bahkan memanggil gubernur Jawa Barat pun tidak bisa.
“Kalau baru jadi anggota DPRD mesti belajar tata negara. Sejak kapan ada DPRD Bekasi boleh panggil gubernur wilayah lain? DPRD Bekasi saja enggak boleh manggil Gubernur Jabar, bos,” kata Ahok.
“Jadi sudahlah kalau mau cari ribut itu agak cerdas sedikit kalau sama gue. Karena gue enggak bodoh-bodoh amat gitu loh.”
3. Ancam Tutup TPST Biar DKI Kebingungan
Komisi A mendesak DKI menghentikan pengiriman sampah ke TPST. Keputusan tersebut muncul usai pihak Komisi A menggelar rapat bersama dengan Dinas Kebersihan Kota Bekasi, Senin (19/10/2015).
“Banyak sekali isi perjanjian yang sudah mereka langgar. Atas dasar itu kami meminta agar pembuangan sampah dihentikan,” kata Sekretaris Komisi A, Solihin.
Tidak hanya itu, Komisi juga ‘mengajak’ masyarakat untuk sama-sama menutup TPST Bantar Gebang. “Kami terima aspirasi warga. Kami sepakat untuk menutup, karena dalam perjanjian itu kalau ada yang dilanggar bisa ditutup,” kata Ketua Komisi A, Ariyanto Hendrata.
Menanggapi itu, Ahok heran bukan kepalang. “Ngomong selalu ngancem mau tutup mau tutup. “Gue kirim tentara nganter sampah ke tempat lu di Bekasi,” kata Ahok.
“Kita kan tinggal bareng nih, ya kan? Kalau kamu mau main sok-sokan gitu, kamu tutup saja (TPST Bantargebang). Supaya seluruh Jakarta penuh sampah dan ini jadi bencana nasional.”
“Lu kasih tahu anggota DPRD yang sombong di Bekasi, kasih tahu dia, suruh dia tutup (TPST Bantargebang). Aku mau tahu Jakarta jadi apa? Kekanak-kanakan banget gitu lho. Sombong banget baru jadi anggota DPRD.”
4. Minta Tipping Fee Naik Bawa-bawa Masyarakat
Kerisauan Ahok sebenarnya muncul sejak DPRD Kota Bekasi rapat dengan DKI pada tahun 2014. Karena berhalangan hadir, Ahok pun mengutus jajarannya dan PT Godang Tua Jaya.
Kepada DKI, DPRD memunculkan sejumlah permintaan. Salah satunya adalah menaikkan uang jasa pengelolaan sampah atau tipping fee dari Rp 123.000 menjadi Rp 230.000 per ton sampah yang masuk ke TPST.
Komisi A beralasan kenaikan tipping fee tersebut untuk meningkatkan uang kompensasi yang diterima masyarakat sekitar TPST. Padahal, setiap dua tahun sekali, tipping fee naik 8 persen.
“Tiap tahun naik terus kok. Minta dinaikkan buat apa? Saya siap lapor ke KPK, kenapa Bekasi seperti ini? Saya mau laporkan permainannya seperti apa,” cetus Ahok.
Kenaikan tipping fee tersebut memang konyol karena Pemkot Bekasi sebenarnya hanya mendapatkan 20 persen dari total tipping fee. Dari 20 persen itu, masyarakat kemudian mendapatkan kompensasi.
Faktanya, masyarakat yang harusnya mendapatkan Rp 300 ribu per tiga bulan, hanya mendapatkan Rp 190 ribu karena sudah ‘disunat’ sana-sini. Permintaan Komisi A tersebut dinilai memperjuangkan PT Godang Tua Jaya, bukan masyarakat.
5. Jadi ‘Artis Dadakan’ di Layar Kaca
Menjadi politisi di Kota Bekasi tentu tidak seperti di Senayan yang sering sekali mejeng di layar kaca. Kasus TPST Bantar Gebang adalah momentum para polisi Kalimalang itu untuk jadi ‘artis dadakan’.
Mereka sibuk berkomentar ini itu. Ada yang berperan antagonis, ada juga yang sekadar diplomatis. Semuanya berbicara atas nama rakyat. Hmmm….
(Tim)