Sejumlah pihak mulai mewanti-wanti sosok Plt Wali Kota Bekasi, Tri Adhianto usai terpilih sebagai Ketua Umum (Ketum) Persipasi. Politisi PDI Perjuangan tersebut, diminta agar tidak menjadikan klub sepakbola sebagai tunggangan politik. Atau sebaliknya, ia terlalu larut sehingga lupa tugasnya sebagai kepala daerah.
Menurut Pengamat Sepakbola, Akmal Marhali, ada baiknya Persipasi dikelola seorang profesional dengan cara yang profesional pula. Sebab, sudah banyak klub sepakbola di Indonesia yang dipimpin kepala daerah atau pejabat publik justru berakhir tragis karena hanya sekadar jadi alat politik kepala daerah.
Mendekati Pilkada Kota Bekasi 2024 mendatang, stigma Tri memanfaatkan Persipasi sebagai alat politik susah dihindari.
“Terlalu kecil kalau Persipasi dijadikan alat politik. Justru dengan potensi Kota Bekasi dari mulai keberadaan stadion hingga banykanya bibit-bibit unggul sepakbola, Persipasi bisa menjadi klub yang maju dan profesional,” kata dia.
Akmal lantas menyarankan, agar keterlibatan kepala daerah atau pemerintah daerah di sepakbola justru pada pembinaan usia dini. Di mana di situ, memungkinkan keterlibatan pemerintah melalui pemberian anggaran hibah atau corporate social responsibility (CSR).
“Lewat pembinaan usia dini, bisa muncul pemain-pemain berbakat yang nanti bisa bermain untuk Persipasi. Itu justru bagus menurut saya,” tandasnya.
Sementara itu anggota DPRD Kota Bekasi, Solihin mengatakan, di tengah kondisi Kota Bekasi yang dalam fase recovery usai sejumlah petingginya berurusan dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Tri semestinya bisa lebih fokus mengurus pemerintahan ketimbang harus mengurus sepakbola.
Ada banyak hal mendesak yang harus Tri Adhianto kerjakan sebagai Plt Wali Kota Bekasi.
APBD Kota Bekasi 2022 misalnya, butuh perhatian serius. Pasalnya hingga saat ini, serapan APBD untuk belanja publik masih sangat minim yakni kisaran 15 persen di awal Juni 2022.
Dengan minimnya penyerapan, maka dikhawatirkan sejumlah proyek gagal dilaksanakan. Akibatnya, masyarakat yang dirugikan.
“Sudah masuk bulan Juni sebentar lagi Juli tapi serapan APBD kecil sekali. Kami di DPRD khawatir proyek-proyek masyarakat tidak berjalan. Yang rugi rakyat. Jadi saya pikir Pak Plt lebih baik fokus mengurus pemerintahan,” kata dia.
Minimnya serapan APBD juga akan berdampak pada pemotongan anggaran dari pusat pada APBD 2023. Hal yang cukup riskan sebab APBD Kota Bekasi memiliki ketergantungan terhadap anggaran pemerintah pusat.
“Kalau tidak ada dana dari pusat bagaimana APBD Kota Bekasi tahun depan. Makanya saya wanti-wanti betul,” kata pria yang akrab disapa Gushol.
Ia juga menjelaskan, bahwa kritiknya kepada Tri yang saat ini menjabat Ketua Umum Persipasi, tidak serta merta diartikan bahwa dirinya tidak mendukung kesuksesan Persipasi. Justru dirinya mendukung penuh klub sepakbola kebanggaan warga Kota Bekasi, itu.
“Karena saya mendukung Persipasi maka saya mau klub ini dikelola seorang profesional. Seorang yang benar-benar tau dan mengerti soal sepakbola. Dan orang yang benar-benar bisa fokus,” terangnya.
Gushol justru khawatir, kalau Persipasi pada akhirnya hanya jadi tunggangan politik Kepala Daerah menjelang hajat politik 2024 mendatang.
“Ujung-ujungnya sepakbola lagi yang jadi korban saya tidak mau itu terjadi lagi,” kata Ketua PPP Kota Bekasi tersebut.
Lagi pula kata Solihin, Tri hanya perlu bekerja membangun Kota Bekasi dan menunjukan itu kepada publik bila ingin dipilih lagi oleh masyarakat pada Pilkada.
“Kalau kerjanya bagus gak usah pencintraan, tidak perlu menunggai klub bola atau banyak-banyak bikin relawan. Masyarakat pasti milih kalau bisa kerja,” tandasnya.
Hal berbeda dikemukakan Pengamat Politik dan Pemerintahan dari Universitas Islam 45 Bekasi, Adi Susila, soal posisi Tri saat ini sebagai Kepala Daerah dan juga Ketua Umum Persipasi. Baginya, apa yang dilakukan oleh Tri lumrah terjadi dalam politik.
Ia mengambil contoh bahwa di nasional, banyak pejabat publik sekelas menteri misalnya merangkap sebagai ketua partai politik dan juga cabang olahraga.
Sedang soal membagi waktu antara memimpin pemerintahan dan klub sepakbola, Tri menurut Adi lebih tahu soal hal tersebut. Begitu juga soal etika, ia menyerahkan urusan tersebut kepada pihak bersangkutan.
“Rangkap jabatan sudah sering terjadi. Misalnya ada menteri yang juga ketua parpol atau cabang olahraga. Soal membagi waktu, Pa Tri yang lebih tahu. Kalau secara etis kita kembalikan ke yang bersangkutan. Idealnya memang sebagai pejabat publik tidak merangkap,” kata dia.
Sementara itu, dari data yang berhasil Klik Bekasi himpun, klub sepakbola yang dikelola kepala daerah berpotensi disalahgunakan sebagai alat menampung uang haram hasil kejahatan korupsi.
Modus menggunakan klub sepakbola menampung uang korupsi pernah dilakukan Wali Kota Cilegon, Imam Ariyadi yang tak lain merupakan Ketua Umum Cilegon United Football Club. Ia menyamarkan uang suap sebagai CSR perusahaan ke rekening klub sepak bola daerah.
Soal kasus yang menjerat Wali Kota Cilegon, KPK sudah mewanti-wanti agar kepala daerah atau pejabat publik tidak terlibat dalam kepengurusan klub olahraga salah satunya klub sepakbola.
Belakangan ini, setelah terpilih menjadi Ketua Umum Persipasi, Tri nampak cukup aktif. Dari mulai menggelar sejumlah pertemuan dengan kepengurusan klub, hingga memasang sejumlah iklan dengan memanfaatkan papan reklame di sejumlah sudut Kota Bekasi.
Redaksi Klik Bekasi sendiri sudah mencoba mengkonfirmasi Tri Adhianto melalui pesan whatsaap dengan sejumlah pertanyaan. Namun hingga berita ini dimuat yang bersangkutan belum memberikan jawaban. (Ical)