Penegak hukum mesti mewaspadai Wali Kota Bekasi, Tri Adhianto dan Wakilnya, Harris Bobihoe yang punya kecenderungan melakukan praktek Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) dalam menjalankan pemerintahannya. Buktinya, belum genap setengah tahun keduanya dilantik yakni 20 Februari 2025 lalu, duet Tri-Harris sudah kompak berbagi kursi pimpinan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD).
Baru-baru ini, Pemkot Bekasi resmi memilih dua orang untuk menjadi pimpinan di dua BUMD. Ada nama Aldo Sirait yang ditunjuk menjadi Direktur Utama (Dirut) PT Sinergi Patriot Bekasi beserta David Rahardja sebagai Dirut PT Mitra Patriot.
Terpilihnya kedua orang tersebut, sangat sulit jika tidak dikaitkan dengan praktik KKN. Sebab jelas, dua orang tersebut terafiliasi dengan Tri Adhianto maupun Harris Bobihoe.
Aldo Sirait misalnya, semua orang tahu bahwa ia merupakan bagian dari Tim Pemenangan pasangan Tri Adhianto-Harris Bobihoe pada Pilkada 2024 lalu. Dalam struktur Tim Pemenangan, pria yang berprofesi sebagai pengacara ini menjabat Ketua Tim Advokat Tri Adhianto-Harris Bobihoe.
Meski Aldo tidak bernaung dalam partai yang sama dengan Tri, tapi bisa dikatakan Aldo merupakan orang Tri Adhianto. Sehingga terpilihnya Aldo bisa disebut semacam balas jasa politik dari Tri Adhianto.
Kemudian nama David Rahardja, publik tau betul bahwa ia merupakan politisi Gerindra atau berada dalam partai yang sama dengan Harris Bobihoe.
Jadi sangat sulit, jika terpilihnya dua orang pimpinan BUMD tersebut tidak dikaitkan dengan urusan bagi-bagi kue kekuasaan di BUMD.
Dan sebenarnya, gelagat tersebut sudah terbaca sejak seleksi diselenggarakan. Meski seleksi diadakan secara terbuka dan bisa diikuti siapa saja, toh publik sudah curiga jika seleksi hanya formalitas saja. Publik tau siapa yang nantinya akan menjabat sebagai pucuk pimpinan BUMD.
Andaipun bukan keduanya yang terpilih, nama-nama lain yang ikut berebut pimpinan BUMD juga masih bagian dari Tri Adhianto atau Harris Bobihoe.
Jika pada akhirnya keduanya yang terpilih, itu lebih kepada soal selera dan soal kenyamanan dari Tri ataupun Harris. Bukan karena mereka lebih unggul atau mumpuni ketimbang kandidat lainnya.
Di Indonesia praktik berbagi kursi atau jabatan di BUMD bukan hal baru, ini marak terjadi hampir di setiap kota, kabupaten maupun provinsi. Yang pada akhirnya BUMD tidak dikelola secara profesional dan bahkan cenderung korup.
Musababnya jelas karena proses rekrutmen para pimpinan atau direksi BUMD yang tidak profesional dan menggunakan pendekatan politik.
Bahkan berdasarkan data penanganan perkara korupsi yang ditangani KPK sejak tahun 2004 hingga 2021, BUMD sebagai instansi dengan peringkat keempat penyumbang tersangka korupsi terbanyak di Indonesia.
Berdasarkan data yang dihimpun KPK diketahui dari 1.145 tersangka, 93 diantaranya adalah para jajaran atau pejabat BUMD.
Dari peristiwa terpilihnya dua pimpinan BUMD yang sarat dengan nuansa KKN, penegak hukum mulai saat ini sudah harus lebih waspada kepada dua sosok ini.
Jika di awal kepemimpinan saja mereka sudah berani berbagi jabatan BUMD bukan tidak mungkin kedepannya, mereka akan membagi-bagi hal lain. Misalnya membagi jabatan di level Organisasi Perangkat Daerah (OPD) dan tidak menutup kemungkinan berbagi proyek APBD.
Tulisan ini merupakan opini yang ditulis oleh redaksi klikbekasi.co