Gambang Kromong, Musik Betawi yang Nyaris Tak Terdengar Lagi

Gambang kromong nyaris punah digerus zaman. Masa keemasannya memudar seiring menjamurnya tradisi pop, seperti organ tunggal dan orkes dangdut.

Gambang kromong berasal dari Tiongkok, masuk ke Indonesia diperkirakan pada awal abad ke 18 bersama para imigran. Mereka membawa alat musik gesek, antara lain Tehyan, Kongahyan dan Sukong.

Gambang kromong terus mengalami percampuran musik Portugis, Melayu, Arab, Sunda dan Jawa. Alat musiknya pun bertambah. Ada gendang, kecrek, gong, gambang dan kromong.

Dua alat musik perkusi terakhir merupakan asal muasal nama gambang kromong. Bilahan gambang berjumlah 18 buah.

Gambang terbuat dari kayu suangking, huru batu atau kayu jenis lain yang empuk bunyinya bila dipukul. Sedangkan kromong terbuat dari perunggu atau besi, berjumlah 10 buah.

“Awalnya yang mempopulerkan tuan tanah peranakan Cina,” kata Tjandra, salah satu seniman gambang kromong yang kami temui di rumahnya, di Tambun.

“Namun dengan masuknya unsur-unsur lokal, maka masyarakat Betawi pun kemudian menyukai jenis musik ini,” katanya.

Akulturasi budaya dalam musik gambang kromong bisa dicermati dari judul lagunya yang beragam. Ada Jali-jali, Surilang, Persi, Balo-balo, Lenggang-lenggang Kangkung, Onde-onde, Gelatik Ngunguk.

Lagu yang kental dengan nunsa Tiongkok antara lain Kong Jilok, Sipatmo, Phe Pantaw, Citnosa, Macuntay, Gutaypan dan sebagainya.

Gambang Kromong bukan hanya dipentaskan pada acara-acara ritual dan hajatan. Tapi juga menjadi pengiring pencak silat, atau yang biasa disebut ngibing.

“Maka ada judul-judul lagu seperti Si Pitung, Si Ronda, Si Jago, Si Jampang yang mengandung semangat perlawanan terhadap penjajah,” kata pemilik grup Gambang Kromong Irama Bekasi ini.

Memasuki masa keemasannya pada tahun 1970an, seniman Betawi banyak yang terjun menggeluti gambang kromong. Sebut saja Benyamin S, Ida Royani, Lilis Suryani dan Herlina Effendi.

“Di acara hajatan nikahan, sunatan selalu ditampilkan,” tambah Tjandra yang juga masih punya garis keturunan orang Tiongkok.

Alat musik modern seperti gitar melodis, bass, gitar ,organ, saxopone, drum, mulai masuk. Sehingga muncul istilah gambang kromong asli dan gambang kromong kombinasi.

“Gambang kromong kombinasi memainkan lagu-lagu Pop, Sunda, Dangdut. Ada perubahan memang, tapi tidak mengubah ciri khas,” kata Tjandra yang berkecimpung sejak tahun 1970an.

Tergerus zaman

???????????????????????????????
Tjandra saat ditemui di rumahnya

Memasuki tahun 1980an, gambang kromong mulai mendapat saingan: layar tancep. Tahun 1990an, persaingan makin berat dengan kehadiran orkes dangdut dan organ tunggal.

Satu persatu, Kelompok Gambang Kromong mulai terpinggirkan. Hanya sedikit di antara mereka yang masih bertahan.

Menurut Tjandra, masalah serius yang dihadapi oleh Gambang Kromong adalah terputusnya mata rantai regenerasi. Para pemainnya saat ini sudah uzur dimakan usia.

“Anak muda sekarang mana mau belajar Gambang Kromong. Mereka lebih suka main band,” kata Tjandra nampak sedih.

Kelompok Gambang Kromong yang dipimpinnya terpaksa harus bubar pada tahun 2009 karena sudah jarang mendapat order pentas.

Alat-alat musik miliknya sebagian berpindah tangan karena terdesak kebutuhan. Sebagian lainnya dibiarkan berdebu di salah satu pojok rumahnya.

“Memang ada beberapa teman yang masih bertahan. Tapi tak ada regenerasi,” kata Tjandra.

“Gambang kromong akan punah kalau tidak dikenalkan kepada masyarakat.”

Penulis: Denny Bratha

Tinggalkan komentar