Kisruh Pemrov DKI Jakarta dengan DPRD Kota Bekasi mengenai tempat pengelolaan sampah terpadu (TPST) Bantar Gebang sebenarnya sederhana. Intinya, DPRD meminta Pemrov DKI Jakarta berbenah dalam pengelolaan sampah. Begitu, kan?
Yang menjadikannya rumit adalah karena para wakil rakyat yang terhormat itu menjalin pertemanan lancung dengan PT Godang Tua Jaya sebagai pengelola TPST Bantar Gebang.
Kerumitan menjadi berlipat begitu Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok menyebut ada oknum DPRD Kota Bekasi yang menikmati ‘duit panas’ dari PT Godang Tua Jaya.
(Baca: Orang-orang Godang Tua Jaya di DPRD Bekasi)
DPRD Bekasi dinilai tidak memperjuangkan masyarakat, melainkan membela kepentingan PT Godang Tua Jaya yang terancam diputus kontrak oleh Pemrov DKI Jakarta. Mereka tidak mau kehilangan ceruk nasinya. Ahok menyebutnya persoalan rezeki saja.
Dari semua keruwetan itu, jika disimpulkan, ada tiga pokok persoalan yang sebenarnya mesti dituntaskan dengan baik dan butuh perhatian sendiri-sendiri.
Pertama, persoalan Pemrov DKI Jakarta dengan Pemkot Bekasi. Sejak tahun 2009, kedua belah pihak saling bersepakat untuk menjaga TPST Bantar Gebang.
Dalam perjanjian yang ditandatangani pada 3 Juli 2009 itu, Pemrov DKI Jakarta berperan sebagai pihak pertama. Pemkot Bekasi berperan sebagai pihak kedua.
Salah satu persoalan yang muncul adalah distribusi sampah. Truk sampah milik Pemrov DKI Jakarta dinilai kerap melanggar aturan jam operasional dan tidak patuh terhadap trayek.
(Wali Kota Bekasi: Hentikan Konfrontasi kepada DKI Jakarta)
Persoalan itu mestinya bisa diselesaikan baik-baik dengan jalan musyawarah antar pemerintah. Sayangnya, anggota DPRD Bekasi kurang pandai berkomunikasi. Mereka melakukan aksi heroik yang konyol dengan menyop truk sampah DKI Jakarta.
Mereka juga sesumbar akan memanggil Ahok ke Bekasi. Kalau Ahok tidak datang, mereka mengancam menutup TPST Bantar Gebang sehingga DKI Jakarta bakal kerepotan. Inilah yang membikin Ahok muak.
Kedua, persoalan Pemrov DKI Jakarta dengan PT Godang Tua Jaya. Sejak kerja sama pada tahun 2008, PT Godang Tua Jaya dianggap tidak menguntungkan. Mereka tidak membuat teknologi pengolahan sampah yang dimintai Pemrov DKI Jakarta.
Ahok menyebut setiap tahun Pemrov DKI Jakarta menggelontorkan Rp 400 miliar sebagai uang jasa pengeloaan atau tipping fee. 20 persen dari tipping fee tersebut diserahkan kepada Pemkot Bekasi.
Atas dasar itu, Pemrov DKI Jakarta melayangkan surat peringatan pertama atau SP 1 kepada PT Godang Tua Jaya. SP 1 berlaku selama 60 hari. Kemudian dilanjutkan SP 2 yang berlaku 30 hari dan dilanjutkan SP 3 selama 15 hari.
Jika PT Godang Tua Jaya tetap tidak bisa memenuhi kewajibannya, maka kontrak pengelolaan TPST Bantar Gebang akan diputus. Ini adalah hitung-hitungan untung-rugi yang dilakukan Pemrov DKI Jakarta.
PT Godang Tua Jaya tentu kalang kabut dengan SP 1 tersebut. Selama ini, TPST Bantar Gebang adalah tumpuan hidup-mati perusahaan. Mereka tidak mau kehilangan rezeki. Di sisi lain, PT Godang Tua Jaya kurang duit untuk memenuhi permintaan Pemrov DKI Jakarta membangun teknologi persampahan.
Maka, dengan berbagai cara, PT Godang Tua Jaya berusaha menghalau rencana Pemrov DKI Jakarta. Termasuk, kata Ahok, menyerang Pemrov DKI Jakarta melalui tangan DPRD Bekasi dengan persoalan lain (persoalan pertama).
(Baca: Januari 2016, PT Godang Tua Jaya ‘Out’ dari TPST Bantar Gebang)
Aksi penyetopan truk sampah DKI Jakarta oleh sejumlah ormas juga disinyalir merupakan kepanjangan dari persoalan ini. Pokoknya, sejak wacana pemutusan kontrak mengemuka, banyak pihak-pihak yang ‘teriak’. DKI Jakarta dibuat bergantung dengan Bantar Gebang.
Persoalan ini hanya bisa selesai di pengadilan. PT Godang Tua Jaya, menggandeng pengacara kondang Yusril Ihza Mahendra, akan menggungat Pemrov DKI Jakarta jika kontrak mereka benar-benar disudahi. Tanggapan Ahok sederhana: buktikan di pengadilan.
Ketiga, adalah persoalan korupsi di TPST Bantar Gebang yang menggurita. Apakah persoalan pertama dan persoalan ketiga ada kaitannya dengan korupsi? Sangat mungkin.
Temuan Badan Pemeriksa Keuangan terbaru menyebutkan, ada indikasi kerugian negara mencapai Rp 400 miliar di TPST Bantar Gebang sejak tahun 2008. BPK merekomendasikan agar kontrak perjanjian dievaluasi menyeluruh.
(Baca: Uang Kompensasi TPST Bantar Gebang Disunat Berkali-kali)
Ahok curiga uang yang mengucur dari Pemrov DKI Jakarta ke PT Godang Tua Jaya dan Pemkot Bekasi disalahgunakan oleh oknum. Untuk itulah ia meminta bantuan Pusat Pelaporan dan Analisa Transaksi Keuangan dan Polda Metro Jaya untuk mengusut.
(Baca: Tiga Level Korupsi di TPST Bantar Gebang)
Kita tentu berharap aparat penegak hukum bisa bekerja profesional dan menjatuhkan hukuman kepada para pelakunya: apakah pejabat DKI Jakarta, petinggi PT Godang Tua Jaya, anggota DPRD Kota Bekasi atau pejabat Kota Bekasi.
Redaksi