Selembar surat dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) akhirnya sampai ke Wali Kota Bekasi, Rahmat Effendi. Isi suratnya jelas, yakni menyangkut penggusuran yang dilakukan oleh Pemkot Bekasi.
Melalui surat tersebut, Menteri PUPR, Basuki Hadimuljono menyampaikan tiga poin penting mengenani penggusuran yang dilakukan oleh Pemkot Bekasi. Khususnya penggusuran di tanah Kementerian PUPR di Kelurahan Pekayon.
Poin pertama Kementerian PUPR memahami proses penertiban bangunan di tanah miliknya oleh Pemkot Bekasi.
Namun pada poin kedua surat tersebut dengan tegas, Kementerian PUPR menyebutkan bahwa dalam melakukan pemanfaatan tanah negara, hal itu harus sesuai prosesudur. Yakni mengacu Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 beserta aturan turuannanya.
Dan di poin ketiga surat, dengan tegas Menteri PUPR meminta Pemkot Bekasi untuk menempuh proses persiapan dan perizinan sebelum melakukan pemanfaatan lahan milik Kementerian PUPR.
“Demikian kami sampaikan, atas perhatian saudara kami ucapkan terimakasih,” ujar Basuki, dalam penutup suratnya.
Lewat surat yang dikirim Menteri PUPR kepada Wali Kota Bekasi, jelas sudah, bahwa pengusuran yang dilakukan oleh Pemkot Bekasi di tanah milik Kementrian PUPR tidak ditempuh sesuai dengan prosedur berlaku seperti tertuang pada poin kedua surat.
Selain itu, penggusuran yang dilakukan oleh Pemkot Bekasi tidak mengantongi izin dari Kementerian PUPR seperti yang tertulis dalam poin ketiga surat. Hal ini bertolak belakang dengan apa yang selama ini digembar-gemborkan oleh Wali Kota Bekasi, Rahmat Effendi beserta jajarannya.
(Baca juga: Menteri PUPR Minta Penggusuran di Kota Bekasi Dihentikan)
Sekadar diketahui, tahun 2016, Pemkot Bekasi menargetkan penggusuran di 51 titik. Sampai sekarang, tinggal beberapa titik saja yang belum dieksekusi.
Hampir semua warga korban penggusuran menuntut Pemkot Bekasi mencarikan solusi. Mereka merasa tidak pernah diajak dialog oleh pemerintah.
Program penggusuran itu digawangi dua dinas sekaligus: Dinas Tata Kota dan Dinas Bina Marga dan Tata Air (Disbimarta). Masing-masing memiliki peran yang berbeda.
(Baca juga: Penggusuran Pesanan Taipan)
Dinas Tata Kota berperan sebagai ekskutor penggusuran. Sedangkan Disbimarta bertugas melakukan tindak lanjut pascapenggusuran dengan membangun jalan ataupun saluran.
Untuk membangun jalan dan saluran di atas lokasi bekas penggusuran, Pemkot Bekasi mengalokasikan dana Rp 100 miliar pada APBD 2016. Disbimarta yang menggarap.
Kepala Dinas Tata Kota, Koswara Hanafi mengatakan, hampir semua bangunan liar di dekat saluran air memang berdiri di atas tanah milik Kementerian PUPR.
“Semua pembongkaran berkaitan dengan bangunan liar di atas tanah pengairan. Yang nantinya lahannya akan digunakan untuk jalan, normalisasi atau RTH,” kata Koswara.
(Baca juga: Penggusuran dan Lobi Gelap Para Politikus)
Koswara juga menjelaskan, Perum Jasa Tirta II selalu terlibat dalam rapat. Terakhir, ada pengukuran tanah bersama: mana yang milik pengairan dan bukan.
Kepala Disbimarta Kota Bekasi, Tri Adhianto juga mengklaim sudah sejak lama menjalin kesepakatan dengan pihak Kementerian PUPR soal pemanfaatan lahan.
“Jadi sudah ada MoU (memorandum of understanding) sejak 2013. Kami diperbolehkan. Kami bukan menguasai tapi memanfaatkan lahan,” katanya. (Ical)