Senjakala PT Godang Tua Jaya

Nasib PT Godang Tua Jaya selaku pengelola Tempat Pembuangan Sampah Terpadu (TPST) Bantar Gebang milik Pemprov DKI Jakarta sudah di ujung tanduk. Kini mereka tinggal menunggu waktu saja untuk hengkang sebagai pengelola.

Usai dilayangkannya Surat Peringatan 3 (SP3) oleh Pemprov DKI kepada PT Godang Tua Jaya yang terbit pada tanggal 21 Juni 2016, Godang Tua Jaya cuma punya waktu tenggat 15 hari, alias sampai dengan Hari Raya Idul Fitri pada 6 Juli.

Jika dalam waktu 15 hari PT Godang Tua Jaya tidak bisa memenuhi kewajibanya, maka kerjasama yang sudah terjalin antara PT Godang Tua Jaya dan DKI Jakarta tinggalah cerita. PT Godang Tua Jaya harus terima nasibnya tak lagi bisa menjadi pengelola tempat pembuangan sampah terbesar di Indonesia itu.

“SP3 untuk PT Godang Tua Jaya terbit sejak 21 Juni 2016,” kata Kepala Dinas Kebersihan DKI Isnawa Adji, Kamis (23/6).

SP3 sendiri dikeluarkan bukan tanpa dasar, SP3 keluar usai DKI mendapatkan hasil audit independen terkait wanprestasi PT Godang Tua Jaya selaku pengelola TPST Bantar Gebang.

Auditor independen yang dipakai adalah Price Waterhouse Cooper. Audit independen ini untuk melengkapi audit BPK RI yang menyatakan Godang Tua Jaya tidak melakukan investasi sampai dengan Rp 700 miliar.

Ada tiga poin yang dijelaskan Isnawa soal wanprestasi PT Godang Tua Jaya. Pertama, perusahaan itu dinilai tidak memenuhi kewajibannya dalam mencapai Financial Closing sesuai dengan Pasal 6 ayat (3) Surat Perjanjian Kontrak tentang Peningkatan Sarana dan Prasarana Pengelolaan dan TPST Bantar Gebang sesuai perjanjian 5 Desember 2008

Kedua, perusahaan itu tidak memenuhi keseluruhan kewajiban untuk menyerahkan laporan atas rekening khusus sebagaimana diwajibkan dalam perjanjian 5 Desember 2008.

Pasal 6 ayat (4) huruf b perjanjian itu berbunyi; Pihak kedua wajib untuk memberikan laporan atas rekening khusus sebagaimana tersebut dalam huruf (a) di atas kepada Pihak Pertama setiap tanggal 15 tiap bulan selama Jangka Waktu Kerja Sama.

Ketiga, perusahaan dinyatakan tak melaksanakan pembangunan dan pengembangan sarana dan prasarana baru sebagaimana diwajibkan dalam perjanjian. Ada Surat Perjanjian/Kontrak antara Pemprov DKI dengan PT Godang Tua Jaya dan PT Navigat Organic Energy Indonesia (NOEI) tertanggal 1 Juni 2009 tentang Peningkatan Sarana dan Prasarana Pengelolaan dan Pengoperasian TPST Bantar Gebang.

Perusahaan itu dinyatakan tak membangun sarana GALFAD (gasifikasi, landfill, anaerobic digester), khususnya gasifikasi sebagaimana disyaratkan dalam perjanjian 5 Desember 2008.

Jika kontrak PT Godang Tua Jaya nantinya benar diputus, pengelolan TPST Bantar Gebang nantinya akan dilakukan secara swakelola yakni langsung dilakukan oleh Pemrpov DKI Jakarta.

Dinas Kebersihan DKI menyatakan masyarakat di sekitar TPST Bantar Gebang tak perlu khawatir terhadap swakelola itu. Soalnya akan ada dana kompensasi Community Development. Dana itu akan diberikan kepada 18 ribu kepala keluarga di lokasi.

“Nilainya bahkan lebih besar dari sebelumnya,” kata Kepala Unit Pengelola Sampah Terpadu (UPST) Dinas Kebersihan Asep Kuswanto.

Setiap kepala keluarga akan dapat Bantuan Langsung Tunai (BLT) Rp 200 ribu per tiga bulan, bantuan sosial sebesar Rp 200 ribu, dan bantuan pembangunan fisik sebesar Rp 100 ribu.

Pekerja PT Godang Tua Jaya akan diangkat menjadi Pekerja Harian Lepas (PHL) Dinas Kebersihan. Gajinya adalah setara Upah Minimum Provinsi DKI ditambah gaji ke-13.

Tak mau begitu saja kontraknya diputus, PT Godang Tua Jaya siap melakukan perlawanan ke jalur hukum dengan menggugat DKI Jakarta di pengadilan.

“Saya belum terima (SP-3), tapi akan segera dipelajari dan siap lakukan gugatan,” kata Kuasa Hukum PT Godang Tua Jaya, Yusril Ihza Mahendra, Kamis (23/6).

Gugatan itu akan ditujukan kepada Pemprov DKI Jakarta karena dianggap wanprestasi. Yusril mengaku sudah sejak lama menyiapkan gugatan tersebut.

“Cuma kan dulu Pemda DKI minta jangan dulu. Karena masih ada ruang negosiasi, makanya kami diam. Kalau sekarang keluar peringatan terakhir, ya lawan saja,” kata Yusril.

Bukan hanya mendapat perlawan secara hukum, DKI Jakarta juga mendapat perlawanan dari sekelompok orang yang mengaku sebagai warga Bantar Gebang.

Kelompok tersebut, baru-baru ini melakukan penghadangan truk-truk sampah DKI di sekitar TPST Bantar Gebang. Selain penghadangan, mereka juga memprotes rencana swakelola.

Ada dugaan, penolakan sekelompok warga berkaitan dengan dikeluarkannya SP3 untuk PT Godang Tua Jaya. Namun, belum ada bukti kuat yang mengkonfirmasi dugaan itu.

Mendapat perlawanan, Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama mengaku tak gentar.

Pria yang akrab disapa Ahok itu menegaskan siap menghadapi gugatan pengelola Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Bantar Gebang ke pengadilan. Dia siap berhadapan dengan kuasa hukum pengelola TPST Bantar Gebang adalah Yusril Ihza Mahendra.

“Ya mau gugat, gugat saja. Katanya pakai Yusril, pengacara yang begitu hebat kan? Gugat saja ke PTUN,” kata Ahok, Jumat (24/6).

Gugatan itu kata dia, tidak akan mempengaruhi rencana swakelola TPST Bantar Gebang oleh Dinas Kebersihan DKI Jakarta.

Sementara soal penghadangan, Pemprov DKI sudah menempuh jalur hukum dengan melaporkan aksi penghadangan truk-truk sampah DKI ke pihak berwajib. “Kita sudah lapor polisi,” kata Ahok, Kamis, (23/6).

Menurut Basuki, seharusnya lahan itu memang dikelola oleh Pemprov DKI Jakarta. Sebab, lahan yang dipergunakan untuk membuang sampah warga Jakarta itu juga merupakan aset Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.

“Tanah itu tanah kami, kamu mau main premanisme, saya juga bisa kasar. Orang itu tanah kami kok,” kata Basuki kesal.

Menariknya, sebelum adanya aksi penghadangan truk sampah dan dilayangkannya SP3. DPRD Kota Bekasi dalam hal ini Komisi A, sudah beberapa kali menggelar rapat membahas persoalan Bantar Gebang.

Tidak hanya itu, Komisi A juga sempat beberapa kali melontarkan statmen mengkritisi soal rute dan jam operasional truk sampah DKI yang menurut mereka menyalahi perjanjian kerjasama antara DKI Jakara dan Pemkot Bekasi.

Meski tidak ada bukti bahwa aksi Komisi A ada berkaitan dengan keluarnya SP3, akan tetapi kecurigaan publik kepada DPRD Kota Bekasi nampaknya patut tetap dipelihara.

Setidaknya aksi mengkritisi DPRD Kota Bekasi, mengingatkan persitiwa penyetopan sampah yang dilakukan oleh DPRD Kota Bekasi pada tahun 2015 silam. Dan itu dilakukan berbarengan dengan terbitnya Surat Peringatan 1 (SP1) untuk Godang Tua Jaya.

Bahkan, Ahok dengan lantang menuding, bahwa DPRD Kota Bekasi bermain mata dengan PT Godang Tua Jaya.

(Baca: Terbongkar, DPRD Bekasi ‘Terima Setoran’ dari PT Godang Tua Jaya untuk Sikat Ahok)

Membicarakan TPS Bantar Gebang selalu menarik, sebab di sana, bukan soal urusan sampah semata. Tapi juga soal perputaran uang yang nilainya fantastis, mencapai ratusan miliar rupiah jumlahnya.

(Baca: Siapa Bermain Tipping Fee TPST Bantar Gebang)

Di sana juga ada bau busuk korupsi yang tak kalah menyengat dari busuknya sampah.

(Baca: Uang Kompensasi TPST Bantar Gebang Dikorupsi, Ini Hitungannya)

(Baca: Uang Sampah ‘Menguap’ Miliaran Rupiah pada APBD Bekasi, Dicolong Siapa?)

Ahok bahkan sempat menggandeng Pusat Analisis Data Transaksi Keuangan (PPATK), Kepolisian hingga Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk membongkar dugana korupsi di Bantar Gebang.

(Baca: Tiga Level Korupsi TPST Bantar Gebang yang Harus Dibongkar)

Setelah delapan tahun menjadi pengelola TPST Bantar Gebang dan mengecap manisnya berbisnis sampah, PT Godang Tua Jaya kini memasuki babak senjakala. Lantas, akankah PT Godang Tua Jaya selamat dari pemutusan kontrak DKI, atau tamat dan tinggal riwayat?.

(Baca: Bisnis Sampah Dinasti Rekson Sitorus di DKI Jakarta)

(Ical/dari berbagai sumber)

Tinggalkan komentar