Akhirnya ketok palu paripurna RUU Pilkada jadi lonceng kematian bagi pesta demokrasi di daerah. Tak ada lagi kemeriahan pesta rakyat. Tak ada lagi harapan akan pemimpin yang lahir dari dan dicintai rakyat. Apa sebab? Karena kepala daerah sepenuhnya urusan DPRD.
Sorotan akan kemunduran demokrasi di Indonesia dicatat salah satu media berpengaruh di AS, The New York Times, Jumat (26/9/2014) menulis soal keputusan DPR yang mensahkan Pilkada lewat DPRD ini.
“Yang tidak diharapkan… ini adalah kemunduran bagi negara yang sedang menjalani transisi demokrasi. Kekuasaan yang dimiliki rakyat diambil elite politik,” tulis The New York Times dalam laman berita dunia.
Tak hanya media asing yang menyoroti keputusan DPR tak populer yang dimotori koalisi merah putih itu, para pengguna media sosial juga mengungkapkan kemarahannya.
Misalnya saja sejak pagi, di media sosial twitter sudah ramai tweeps yang berkicau soal Pilkada yang kini lewat DPRD ini. Banyak pengguna twitter di Indonesia menyoal matinya demokrasi dan sikap Partai Demokrat yang walkout. Mereka banyak mengajukan kritik ke Presiden SBY.
“PDIP, PKB, dan Hanura Sdh mendukung opsi yg ditawarkan oleh Partai Demokrat, eh malah ditinggal Kabur #SejarahMencatat,” tulis politisi PDIP Pramono Anung dalam akun twitternya yang diretweet ratusan tweeps.
Demokrat, partai yang dipimpin SBY memang menjadi salah satu sasaran tembak. Dalam paripurna, mereka mendukung opsi Pilkada langsung dengan 10 syarat. Tapi walau sudah didukung PDIP Cs, partai Mercy itu tetap WO. Demokrat menjadi kunci karena memiliki jumlah wakil rakyat terbanyak.
Apalagi, jelas-jelas SBY dalam sejumlah pernyataan sebelum paripurna DPR mendukung Pilkada langsung. Tapi fraksi Demokrat bersikap lain. Ketua Dewan Kehormatan PD Amir Syamsuddin sampai heran. Semestinya setelah PDIP Cs mendukung, Fraksi Demokrat tak WO, tapi berdebat dan melakukan lobi.
Presiden SBY memang sudah bersikap tak akan menandatangani RUU Pilkada dan akan melakukan upaya hukum. Tapi sayang sekali, entah dikatakan terlambat atau tidak, nasi sudah menjadi bubur.
Sayang sekali, kemarahan netizen sudah meledak dan sorotan media asing menjadi catatan sejarah. Harapan tinggal menunggu di MK lewat judicial reviev. Apa bisa sukses? Kita tunggu saja episode selanjutnya.
Sumber: Detik.com