Pemilu di Kota Bekasi Kurang Legitimasi

Penyelenggaraan pemilu 2024 di Kota Bekasi, khususnya untuk pemilihan anggota DPRD Kota Bekasi bisa disebut jauh dari kata memuaskan. Bahkan bisa disebut kurang legitimasi.

Krisis legitimasi sendiri tidak lepas dari munculnya masalah-masalah serius selama pelaksanaan pemilu. Setidaknya ada dua masalah, pertama politik uang dan kedua penggelembungan atau pencurian suara.

Praktik politik uang

Selama pelaksanaan pemilu tepatnya sebelum pemungutan suara, praktik politik uang begitu masif di tengah masyarakat Kota Bekasi. Praktik ini sudah bukan rahasia umum kendati jelas dilarang dan mengandung unsur pidana.

Toh faktanya praktik ini masih didapati. Bahkan menjadi semacam kuncian bagi calon anggota legislatif (caleg) untuk bisa lolos ke parlemen.

Masalahnya, meski masif tapi tak satupun ada pelaku praktik politik uang yang kemudian dihukum. Para pelakunya hingga kini melenggang bebas dan bahkan sebagian ada yang berpotensi di lantik menjadi wakil rakyat.

Bahkan Bawaslu Kota Bekasi sendiri tidak satupun merilis temuan praktik politik uang. Sejauh ini mereka hanya mendapat aduan masyarakat, meski hasilnya pun sama nihilnya. Tidak ada satupun dari terlapor yang diputus bersalah telah melakukan praktik politik uang.

Pertanyaannya apakah, benar pemilu di Kota Bekasi benar bersih tanpa politik uang. Sehingga Bawaslu sendiri tidak satupun merilis temuan tentang praktik haram ini.

Atau, banyak temuan namun Bawaslu membiarkan temuan itu. Dan dugaan paling ekstrim, kasus politik uang selesai di balik meja.

Tapi apapun itu, keberadaan politik uang melahirkan sejumlah wakil rakyat yang pada dasarnya tidak dikehendaki publik. Kuasa uang membuat pilihan publik tenggelam.

Penggelembungan atau pencurian suara

Selain politik uang, pemilu 2024 ini juga diwarnai dengan isu tak sedap tentang penggelembungan atau pencurian suara.
Permainan kotor ini terjadi pada saat proses rekapitulasi suara di tingkat kecamatan. Perbuatan ini diduga dimainkan para peserta pemilu tentunya dengan melibatkan Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK).

Sama dengan politik uang, dugaan penggelembungan suara sangat santer terdengar. Bahkan saat ini Bawaslu sedang menangani dua laporan dugaan penggelembungan suara.

Pertama dugaan penggelembungan suara yang di Kecamatan Bekasi Timur. Kedua dugaan penggelembungan suara di Rawalumbu yang dilaporkan Partai Solidaritas Indonesia Kota Bekasi.

Untuk kasus penggelembungan suara, jelas hal ini merupakan coreng bagi KPU Kota Bekasi. Sebagai penyelenggara pemilu, mereka bisa dikatakan gagal menghadirkan pemilu yang berintegritas.

Tak hanya itu, dugaan penggelembungan suara jelas ancaman serius bagi legitimasi hasil pemilu 2024. Karena hal ini yang akan terus dipertanyakan publik.

Publik akan bertanya, benarkah wakil rakyat mereka benar-benar wakil rakyat hasil pemilihan atau hasil mencuri suara.

Berkaca dari dua hal itu, baik KPU Kota Bekasi maupun Bawaslu harus berbenah. Apalagi usai pemilu rampung, Kota Bekasi akan menyelenggarakan Pilkada 2024.

Jangan sampai dua praktik tersebut masih terjadi di Pilkada Kota Bekasi. Karena publik menginginkan pemimpin yang sesuai kehendak nurani mereka bukan pemimpin yang lahir dari cara-cara curang.

Tulisan ini merupakan opini yang ditulis Redaksi Klik Bekasi


*Foto: Pelaksanaan Pemilu di salah satu TPS di Kota Bekasi

Tinggalkan komentar