Sejumlah anggota DPRD Kota Bekasi diduga melakukan kegiatan fiktif selama masa reses, dari 11 sampai 15 Maret 2016.
Berdasarkan informasi yang dihimpun redaksi klikbekasi.co, reses fiktif dilakukan dengan modus beragam. Dari mulai manipulasi laporan kehadiran peserta kegiatan, manipulasi laporan keuangan, hingga seabrek modus lain.
Soal manipulasi kehadiran, anggota dewan memanipulasinya dengan cara menitipkan absensi kepada anggota dewan lain yang sedang menggelar reses.
Para peserta kegiatan yang hadir nantinya bisa mengisi absensi sampai dua kali.
“Absen pertama murni untuk penyelenggara, absen kedua untuk dewan yang nebeng reses,” ujar sumber klikbekasi.co di DPRD Kota Bekasi, Rabu (23/3).
Meski memanipulasi, anggota dewan tetap akan menyelenggarakan reses yang sesungguhnya. Namun, reses tidak dilakukan berdasarkan ketentuan.
Modus ini digunakan agar aksi mereka berjalan mulus, tanpa menghilangkan esensi reses: menyerap aspirasi konstituen. Sederhananya, tetap bisa setor muka ke masyarakat.
“Aturannya itu lima kali, atau paling tidak jumlah pesertanya mencapai 400 jika diakumluasi. Makanya itu mereka bakal tetap reses, nah cari kekurangannya peserta dengan nebeng absensi,” kata sumber.
“Ya saling ngerti ajah sesama anggota dewan. Lagian kalau sama sekali gak reses, mereka tidak bisa menyerap aspirasi konstituennya.,” kata sumber.
Agar makin tidak terendus, nantinya anggota dewan bersangkutan akan tampil di hadapan peserta kegiatan, minimal memperkenalkan diri untuk memberikan kata sambutan.
“Pas sambutan itu, nanti staf pendamping akan mengambil dokumentasi. Dokumentasi itu akan dimasukan dalam laporan reses,” terang sumber.
Bahkan ada anggota dewan yang sengaja datang ke hajatan, gereja dan masjid untuk sekedar berpose dengan banyak orang seolah mereka sedang reses dan meminta orang mengisi daftar absensi.
“Datang ke gereja, masjid, tempat orang hajatan. Di sana cuma mau numpang foto-foto dan cari absen,” kata sumber.
Soal manipulasi laporan keuangan, hal itu jamak dilakukan para anggota dewan. Modusnya sederhana, yakni dengan melakukan markup anggaran.
“Pada periode 2009-2014 ada anggota dewan yang melakukan ini dan ketahuan Inspektorat. Mau tidak mau harus mengembalikan uang reses yang terlanjur masuk kantong pribadi,” ujar sumber.
Terpisah, Ketua Badan Kehormatan DPRD Kota Bekasi, Sudirman mengatakan, reses fiktif masuk kategori tindak pidana korupsi. Dan menyerahkan persoalan tersebut sepenuhnya kepada penegak hukum.
Meski begitu, BK tetap akan menindaklanjuti bila mana ada laporan soal reses fiktif.
“Kalau untuk urusan etik dan kehormatan kita akan proses kalau ada temuan dan laporan soal itu. Untuk urusan hukum ya bukan wewenang kami,” tandasnya.
Lantas, apa motif anggota dewan berbuat demikian? Motifnya satu, yakni uang. Anggota dewan yang melakukan reses fiktif ingin mengambil keuntungan dari uang rakyat yang telah dianggarkan untuk mereka.
“Ya apalagi kalau bukan duit. Lumayan kalau dari Rp 18 juta bisa ambil tiga sampai lima juta,” kata sumber.(Ical)