Kisruh Bantar Gebang Itu Soal Rezeki

Kisruh tempat pengelolaan sampah terpadu (TPST) Bantar Gebang bukanlah soal konflik orang Bekasi dengan orang Jakarta, atau orang Bekasi merasa ditindas dan dilecehkan orang Jakarta. Bukan. Sama sekali bukan itu ujung maupun pangkalnya.

Kalau kata Bung Karno kepada Belanda, ‘soal jajahan adalah soal rugi atau untung; soal ini bukanlah soal kesopanan atau soal kewajiban; soal ini ialah soal mencari hidup, soal business.’

Kisruh Bantar Gebang adalah juga soal rezeki saja: tentang uang ratusan miliar yang hilang entah ke mana tiap tahun, tentang pendapatan yang akan berkurang, tentang setoran yang akan macet, tentang bisnis yang akan ambruk dan bla bla bla yang berurusan dengan uang.

(Baca: Bos PT Godang Tua Jaya Dipenjara, Siapa Bakal Susul?)

Segala daya dan upaya dikerahkan sedemikian rupa oleh mereka yang takut kehilangan rezeki. Bentuknya macam-macam, dari mulai aksi konyol para anggota dewan, penghadangan truk dan demo oleh ormas, gugat-menggugat, sampai gertak sambal menutup TPST Bantar Gebang.

Padahal pemicunya sederhana sekali. Pemrov DKI Jakarta, selaku pemilik TPST Bantar Gebang, ingin memutus kontrak dengan pihak ketiga, yaitu PT Godang Tua Jaya. DKI Jakarta ingin mengelola sampah sendiri. Pertimbangannya, lagi-lagi, soal uang.

DKI Jakarta merasa pengeluarannya untuk membayar pihak ketiga terlalu besar. Sedangkan apa yang diinginkan DKI Jakarta tidak kunjung terwujud. Pihak ketiga wanprestasi.

Lagi pula Badan Pemeriksa Keuangan sudah mengingatkan ada indikasi kerugian uang negara yang sangat besar akibat pengelolaan TPST Bantar Gebang yang sangat buruk. Yang rugi bukan saja DKI Jakarta, tapi juga masyarakat Kota Bekasi. Untuk itu, DKI Jakarta ingin memperbaikinya.

Sebagai wakil rakyat yang baik, mestinya DPRD Bekasi senang dengan rencana swakelola itu. Begitu pun Pemkot Bekasi. Tinggal dibuat saja perjanjian baru yang bisa menguntungkan kedua belah pihak. Ke depan, diawasi dan dievalusi bersama secara rutin. Beres.

Sayangnya, DPRD Bekasi lebih mirip juru bicara PT Godang Tua Jaya ketimbang wakil rakyat. Pemkot Bekasi juga tidak jelas sikapnya. Dua-duanya sibuk rapat ini-itulah, musyawarahlah, duduk barenglah. Alibinya biar muncul solusi.

Padahal pertanyaannya sepele: mendukung DKI Jakarta swakelola TPST Bantar Gebang atau tidak? Mendukung pemutusan kontrak PT Godang Tua Jaya atau tidak?

Kalau tidak mendukung, ya terang-terangan saja menggombal dengan kamuflase PT Godang Tua Jaya memang jos. Jangan malu-malu kucing, apalagi berdalih menjalankan tugas. Kalau mendukung, ya sudah duduk manis saja, sambil nonton aparat penegak hukum mencomot orang-orang culas yang korup.

Yah… memang ribet sih kalau terlalu banyak kepentingan.

Redaksi

Tinggalkan komentar