Site logo

Jeblok Pendapatan Asli Daerah Kota Bekasi

Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Bekasi tahun 2018 jeblok. Pemkot Bekasi melalui Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) memastikan capaian PAD sampai akhir tahun anggaran tak sampai 90 persen.

Kepala Bapenda Kota Bekasi, Aan Suhanda kepada Klik Bekasi mengatakan, PAD Kota saat ini baru mencapai 82 persen dan diperkirakan capaianya sampai akhir tahun hanya 86 persen saja dari total target PAD sebesar Rp2.281.001.468.2226.

Aan biasa ia disapa mengatakan, jebloknya target PAD lantaran ada beberapa sektor pendapatan yang tak mencapai target. Salah satunya pajak reklame, dari total target pendapatan sebesar Rp 81.739.803.800, sampai saat ini capaiannya baru 38 persen.

Bila dirata-rata kata dia, capaian masing-masing sektor pendapatan baik pajak atau retribusi ada di angka 85 persen. Hanya Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) yang capaianya di atas 90 persen.

Sayang, Aan enggan membuka kendala apa yang membuat PAD Kota Bekasi jeblok.

“PAD kita baru mencapai 82 persen. Sampai akhir tahun sekitar 86 persen,” kata Aan Suhanda, saat diwawancarai di gedung DPRD Kota Bekasi, belum lama ini.

Apa yang dikatakan Aan, diamini oleh anggota Badan Anggaran DPRD Kota Bekasi, Chairoman Juwono Putro. Menurutnya, dalam rapat Badan Anggaran, Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) melaporkan prediksi PAD mencapai 83 sampai 85 persen pada akhir tahun.

“Capaian ini lebih buruk dari tahun 2017 silam yang mencapai 91 persen. Bahkan tidak memenuhi target yang diperkirakan DPRD sebesar 90 persen,” kata dia.

Dengan tidak tercapainya target, Chairoman mengatakan, Pemkot Bekasi mengalami kekurangan PAD sekitar Rp400 miliar dan hal itu menambah adanya potensi defisit.

Apalagi sebelumnya, sudah ada defisit anggaran akibat koresksi sisa lebih pembiayaan anggaran (silpa) APBD 2017 sebesar Rp246 miliar. Dari angka yang ditetapkan dalam APBD murni 2018 sebesar Rp550 miliar ternyata setelah diaudit oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) silpa Kota Bekasi hanya Rp304 miliar.

Di lain sisi, pada sisi belanja, ada dua komponen potensi defisit. Pertama, belanja wajib yang belum dianggarkan hingga Desember 2018 seperti anggaran gaji dan honor Tenaga Kerja Kontrak (TKK) dan sejumlah mata anggaran lain. Kedua, overbudget pembiayaan Kartu Sehat Berbasis Nomor Induk Kependudukan (KS-NIK).

“Pada APBD 2018 murni anggaran KS-NIK dianggarkan sebesar Rp175 miliar, diperkirakan mendekati atau tembus Rp400 milar,” pungkasnya.

Jebloknya PAD tentu tidak berbanding lurus dengan insentif yang diberikan kepada petugas pemungut pajak dan retribusi daerah. Sesuai dengan ketentuan Peraturan Pemerintah Noor 69 Tahun 2010 para pemungut pajak dan retribusi daerah mendapat upah paling tinggi 5 persen dari rencana penerimaan pajak dan retribusi tahun anggaran berkenaan.(Ical)

Comments

  • No comments yet.
  • Add a comment
    Home
    Mulai Menulis
    News