Berita  

Inilah Rapor Merah Anggota DPRD Kota Bekasi

Avatar photo

Citra negatif terlanjur melekat pada lembaga satu ini: Dewan Perwakilan Rakyat. Baik di tingkat pusat, provinsi maupun daerah, masyarakat mengelukan kinerja anggota dewan.

Di Kota Bekasi, kondisnya tidak jauh berbeda. Ditilik dari segi kelembagaan maupun personal, DPRD Kota Bekasi punya beberapa nilai merah dalam ‘rapornya’. Apa saja?

Reses fiktif

Kasus ini masihlah hangat. Sejumlah anggota dewan diduga kuat melakukan kegiatan fiktif selama masa reses. Berbagai modus dilakukan untuk mengakali uang rakyat yang telah dianggarkan pemerintah.

Setahun, pemerintah menggelontorkan dana reses Rp 3.510.000.000 untuk 50 anggota dewan. Setiap anggota mendapat Rp 70.200.000 untuk tiga kali masa reses–belum termasuk dipotong pajak.

(Baca: Modus Reses Fiktif Ala Anggota DPRD Kota Bekasi)

Nah, setiap masa reses, anggota dewan wajib melakukan lima kali kegiatan atau setidaknya diikuti 400 peserta. Di sinilah modus dimainkan: dari membuat daftar absensi fiktif peserta sampai memanipulasi laporan keuangan.

Sering bolos

Pengamatan Klik Bekasi, dari 50 anggota dewan yang ada, hanya beberapa saja yang rajin berangkat ke kantor–lainnya sering bolos, bahkan beberapa ada yang tidak kelihatan batang hidungnya dalam waktu lama.

Mereka hanya datang pada saat-saat tertentu seperti rapat paripurna atau rapat lain yang bersifat penting. Usai hari libur, misalnya, mereka bisa ‘membolos berjamaah’.

(Baca: Usai Libur Tahun Baru, 44 Anggota DPRD Kota Bekasi Bolos Berjamaah)

Berdasarkan tata tertib, anggota dewan wajib masuk kantor selama lima hari kerja dari Senin sampai Jumat. Jam kerjanya mulai pukul 09.00 WIB sampai 15.00 WIB.

Main mata

Bukan rahasia umum jika anggota dewan kerap ‘bermain mata’ dengan pihak-pihak yang melanggar aturan seperti Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) atau pengusaha.

Eksekusinya diduga dilakukan dengan beberapa modus, dari mulai inspeksi mendadak sampai pemanggilan-pemanggilan. Kisruh TPST Bantar Gebang adalah contohnya.

Dalam kasus Bantar Gebang, Gubernur DKI Jakarta, Ahok, bahkan secara terang-terangan menyebut DPRD Kota Bekasi mendapatkan setoran dari operator TPST untuk melanggengkan pengelolaan.

(Baca: 5 Aksi Konyol DPRD Kota Bekasi soal TPST Bantar Gebang)

Atau kasus ini: temuan Badan Pemeriksa Keuangan yang memaparkan data-data tentang indikasi korupsi dalam proyek penanggulangan banjir di Perumnas 3 Bekasi, Kelurahan Arenjaya, Bekasi Timur, pada 2014.

(Baca: Ketua DPRD Diduga Sengaja Tutupi Korupsi di Pemkot Bekasi)

DPRD, sebagai pihak yang menerima laporan BPK pertama kali, bertugas memberikan rekomendasi kepada Pemkot Bekasi. Sayang, dari beberapa rekomendasi, kasus dugaan korupsi itu tidak disinggung sama sekali.

Gila proyek

Sebelum APBD disahkan, anggota DPRD boleh mengusulkan sejumlah aspirasi yang telah diserap dari konstituen mereka. Aspirasi ini dalam bahasa pemerintahan disebut pokok-pokok pikiran atau pokir.

Dari pengakuan sumber kami, masing-masing anggota mendapatkan jatah sekitar Rp 4 miliar. Nah, dari angka itu, mereka bisa mendapatkan fee beberapa persen dari kontraktor yang mengerjakan proyek tersebut.

Demi uang itulah, anggota dewan bahkan rela ‘bertarung sengit’ dalam pembahasan APBD agar proyek mereka tidak dicoret oleh anggota lain–terutama yang satu daerah pemilihan.

Informasi yang kami himpun, tahun 2016, total pokir 50 anggota dewan menembus Rp 290 miliar. Angka itu terbilang cukup besar, karena selisihnya tidak jauh dengan jatah proyek yang dikelola SKPD.

(Baca: APBD Kota Bekasi 2016, Proyek ‘Pokir’ Titipan DPRD Rp 290 Miliar?)

Menanggapi rapor merah tersebut, Ketua Badan Kehormatan (BK) DPRD Kota Bekasi, Sudirman, mempersilahkan masyarakat untuk membuat laporan kepadanya.

“Buat laporan secara tertulis dan sertakan bukti pelanggarannya. Nanti kami akan proses sesuai ketentuan,” kata Sudirman saat dikonfirmasi.

Direktur Center for Budget Analysis (CBA), Uchok Sky Khadafi mengatakan, polah anggota dewan yang menyimpang itu wajib diproses sesuai ketentuan.

“Kalau sifatnya tindak pidana, misalnya reses fiktif, itu jadi domain penegak hukum. Kalau soal etika, itu wilayah badan kehormatan,” kata Uchok kepada Klik Bekasi.

Saat dimintai pendapat, Mantan Ketua KPK Busyro Muqoddas mengaku paham betul perilaku koruptif kebanyakan anggota dewan. Untuk itu, ia meminta masyarakat memperkuat peran kontrol.

“Hari ini, yang kita butuhkan adalah kekuatan rakyat,” kata Busyro kepada Klik Bekasi, saat datang ke Bekasi, belum lama ini. (Ical)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *