Memasuki Klenteng Hok Lay Kiong, suasan sakral begitu terasa, aroma dupa menyengat menyeruak ke setiap penjuru, menambah hikmat para pengunjung yang bersembayang di bangunan peribadatan umat Kong Hu Chu tertua di Bekasi yang berlokasi di Kelurahan Margahayu, Bekasi Timur, Kota Bekasi.
Tidak ada data sejarah yang pasti kapan Klenteng Hok Lay Kiong didirikan, ada yang menyebut 300 tahun, 350 tahun dan rata-rata menyebut 300-400 tahun yang lampau. Semua kisah tentang klenteng dituturkan secara lisan dari generasi ke generasi. Seperti misalnya bahwa dahulu klenteng ini berdiri sangat dekat dengan laut utara jawa, dengan merujuk nama-nama daerah di Bekasi yang mengunakan kata teluk dan rawa di depannya.
Satu yang menjadi penanda sejarah adalah ornamen klenteng dari mulai atap, pintu, patung dewa-dewa, altar persembayangan, tiang penyanga masih asli sejak pertama kali didirikan, meski sudah berulangkali di renovasi.
Nama Hok Lay Kiong sendiri diambil dari bahasa cina yang berarti istana pembawa berkah. Bangunan dengan ornamen merah menyala ini terbuka selama 24 jam, penjaga klenteng atau yang biasa disebut Biokong, yaitu orang yang memimpin palayanan terhadap umat serta memiliki pengetahuan yang luas tentang ritual keagamaan Kong Hu Chu. Pada masa lalu, Biokong dipilih secara kolektif oleh para jamaah, baru pada tahun 1984 ketika Yayasan Tri Darma yang berdiri, keberadaan Biokong ditunjuk oleh Pengurus Yayasan.
Jumlah pengunjung klenteng setiap harinya tidak tentu. Karena Klenteng tidak memiliki aturan waktu persembayangan, tidak seperti lazimnya umat Islam atau Nasrani.
Umat Kong Hu Chu yang datang ke klenteng dengan beragam keperluan, mereka akan melakukan sembayang dan membakar dupa pada dewa yang dipercayai akan membantu mengabulkan permintaanya atau memberikan petunjuk melalui ritual Ciam Se, yaitu ritual kocok bilah bambu yang sudah diberi nomor. Setiap nomor memiliki arti atau petuah yang dapat dilihat di kertas petunjuk atau Pasang Ho.
Seperti misalnya untuk keperluan pengobatan, maka dewa yang dituju adalah Dewa Po Seng Tay Tee, ada juga patung Dewa Tjay Sen Loya yang sedang membawa bongkahan uang emas, dipercaya akan memudahkan rezeki jika memohon padanya. Para perempuan atau orang yang belum mendapatkan jodoh biasanya akan bersimpuh di altar Dewi Kwan Im Posat (Dewi Cinta Kasih). Bagi yang berkecimpung di dunia pertanian maka yang wajib di datangi adalah altar Dewa Hok Tek Ceng Sin atau dewa bumi. Sedangkan yang mengharapkan keadilan maka Dewa Kwan Seng Tekun (dewa keadilan) dipercaya akan mengabulkannya.
Namun yang wajib untuk di sembayangi adalah TIEN yaitu Tuhan Yang Maha Esa. Kemudian dilanjutkan hikmat kepada Sam Kwan Tay Tee (Dewa penguasa bumi, laut dan langit), Dewa Hian Tian Siang Tee (dewa langit) dan altar Budha.
Uniknya, klenteng ini tidak saja disambagi oleh mereka yang meyakini aliran kepercayaan Kong Hu Chu atau beragama Budha saja, ada juga yang berasal dari umat beragama lain.
“Kong Hu Chu merupakan aliran kepercayaan, sama seperti aliran kejawen, jadi pengunjungnya beragam, yang penting mereka percaya” kata salah satu pengurus Klenteng.(Brat)