Pemerintah Kota Bekasi berencana mengegolkan 15 proyek gemuk senilai hampir Rp 1 triliun. Tektok dengan legislatif untuk memburu fatwa pembenaran.
Meski anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) Kota Bekasi 2017 sudah disahkan pada Desember 2016 lalu, Pemkot Bekasi tetap keukeuh menyelipkanya.
Kepada legislatif, Pemkot Bekasi ingin agar proyek susulan tersebut dibahas melalui panitia khusus untuk menjamin legalitasnya.
Skenarionya, proyek dikerjakan menggunakan anggaran selama dua tahun, dari 2017 sampai 2018. Skema ini disebut juga dengan anggaran tahun jamak atau multiyears.
Di tengah pemanasan Pilkada Kota Bekasi 2018, proyek ambisius Pemkot Bekasi itu mendapatkan respon yang tidak biasa dari berbagai pihak. Apalagi, proyek terkesan dipaksakan.
Beredar rumor bahwa wali kota Bekasi Rahmat Effendi sedang mengumpulkan ‘dana siluman’ untuk maju dalam Pilkada 2018 sebagai petahana.
Rahmat Effendi, ketika dimintai tanggapan Klik Bekasi, langsung menampik keras rumor itu. Menurutnya, proyek yang diusulkan dalam anggaran tahun jamak semata-mata untuk kepentingan masyarakat.
“Coba dilihat dari sisi kebutuhan masyarakat. Bukan melihat dari politik dan prasangka, tentunya. Yang akhirnya hanya jadi apriori saja,” kata Rahmat Effendi, belum lama ini.
Kabar miring juga mengarah ke politisi Kalimalang–sebutan bagi anggota DPRD Kota Bekasi. Para anggota pansus digosipkan mendapatkan iming-iming yang menggiurkan, agar mau mengawal anggaran tersebut.
Kami mendapatkan dokumen penting berupa surat wali kota Bekasi kepada ketua DPRD, tertanggal 16 Januari 2017. Isinya adalah tentang usulan pembahasan anggaran tahun jamak dan lampiran proyeknya.
Dalam surat itu wali kota menjelaskan bahwa sejak 30 Juni 2016 Pemkot Bekasi–melalui Badan Perencanaan Daerah–sudah melayangkan surat. 29 November 2016, Pemkot Bekasi kembali menyurati DPRD, namun tidak dibalas.
Belakangan, DPRD akhirnya memenuhi permintaan wali kota.
Ketua DPRD Kota Bekasi, Tumai, mengungkapkan alasan mengapa legislatif akhirnya mau membahas. Menurutnya, anggaran tahun jamak tidak menjadi persoalan sekalipun dibahas setelah APBD 2017 berjalan.
“Kita kan sering mendengar istilah penyesuaian dalam APBD. Artinya, tidak masalah kalau disesuaikan. Kami sudah pikirkan semuanya, soal legal hukum sampai ketersedian anggarannya,” jelas Tumai kepada Klik Bekasi.
Salah satu anggota pansus, Arwis Sembiring, memastikan bahwa ia secara pribadi tidak menerima imbalan apa pun dari Pemkot Bekasi dalam pembahasan anggaran tersebut.
“Kalau saya sih belum tahu yah (tentang anggota lain). Tapi kayaknya tidaklah. Mana ada yang berani kalau hal-hal begitu. Kalau berani ya berhadapan dengan KPK berarti. Saya tidak maulah, cari aman saja,” kata Arwis.
Sejauh ini, pansus tengah berburu fatwa sebagai landasan. Pansus membutuhkan pendapat sejumlah lembaga resmi negara tentang legal tidaknya anggaran tahun jamak yang diusulkan setelah APBD disahkan.
Salah satu lembaga negara yang tengah dinantikan fatwanya adalah Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Fatwa lembaga pengaudit keuangan negara itu, kata Arwis, sangat penting.
“Nanti kita mesti ke BPK dulu. BPK kan auditor. Nanti mereka yang tahu, apakah ini melanggar ketentuan atau tidak. Jangan sampai kami mengerjakan tidak tahunya melangar,” kata politikus Demokrat itu.
Rawan korupsi
Sumber kami di internal DPRD Kota Bekasi mengungkapkan, pansus sebenarnya telah diberi lampu merah oleh Kementrian Dalam Negeri (Kemendagri) mengenai proyek tahun jamak.
“Pansus sudah ke Kemendagri, tapi Kemendagri kasih lampu merah. Kemendagri menyarankan agar proyek itu tidak dilaksanakan,” katanya. Alasan Kemendagri, jelas sumber, proyek tersebut berpotensi melanggar hukum.
Sumber juga menceritakan respon wali kota ketika pansus menceritakan hasil pertemuan dengan Kemendagri. Menurutnya, wali kota marah besar.
“Wali Kota marah. Tidak tahu bagaimana ini kelanjutannya. Apakah ngotot bakal dipaksakan atau tidak. Kalau menurut saya pribadi, terlalu berisiko kalau dipaksakan,” ungkapnya.
Direktur Centre For Budget Analysis (CBA) Uchok Sky Khadafi, ketika kami mintai pendapat, mengatakan proyek tersebut sangat rawan korupsi–mengingat anggarannya fantastis untuk sekelas daerah tingkat kota.
Korupsi anggaran, jelas Uchok, seringkali dimulai sejak perencanaan. Ijon proyek dengan imbalan uang fee adalah modus paling sering dijumpai dalam kasus-kasus korupsi yang sudah terungkap oleh penegak hukum.
“Yang namanya lelang cuma main-main saja di mana pemenang lelang sudah dicari dan dipilih. Bukan berdasarkan kapasitas perusahaan, mulai dari kekuatan modal, personel hingga pengalaman perusahaan,” katanya.
Meski demikian, ujar Uchok, semua kembali kepada profesionalitas Pemkot Bekasi sebagai pemegang kebijakan dan pengguna anggaran.
Ia menyarankan agar pemerintah senantiasa melibatkan masyarakat untuk mengawasi dan berpartisipasi dalam setiap kegiatan pembangunan.
“Kuncinya adalah transparansi jika tidak mau ada korupsi,” tandasnya. (Ical)