Pemkot Bekasi dinilai tidak punya political will terhadap kebutuhan akan Ruang Terbuka Hijau (RTH). Akibatnya pemenuhan target RTH urung tercapai. Hal ini disampaikan anggota DPRD Kota Bekasi, Haeri Parani.
Menurutnya, tidak adanya political will bisa dilihat dari banyaknya lahan fasilitas sosial dan fasilitas umum (fasos fasum) di sejumlah perumahan di Kota Bekasi yang beralih fungsi di luar ketentuannya.
Bahkan politisi senior di Kota Bekasi tersebut tak segan menduga fasos fasum dipindahtangankan oleh pihak Dinas Tata Ruang.
“Pemkot Bekasi tak punya political will terhadap Undang-undang Nomor 6 Tahun 2007 tentang penataan ruang. Bahkan Dinas Tata Ruang terkesan aset fasos fasum diduga dipindahtangankan. Coba lihat di Kemang Pratama, fasos fasumnya habis,” kata pria yang dikenal vokal terhadap kebijakan Pemkot Bekasi tersebut.
Sementara itu, mengacu pada Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, daerah berkewajiban memenuhi RTH minimal 30 persen dari luas wilayahnya. Yang mana dari 30 persen itu, sebanyak 20 persen merupakan RTH publik yang merupakan kewajiban pemerintah daerah. Sedangkan 10 persennya adalah RTH privat.
Adapun Peraturan Daerah Kota Bekasi Nomor 13 Tahun 2013 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Bekasi Tahun 2011-2031, jumlah RTH yang harus dipenuhi Kota Bekasi sebesar 6.7000 hektar atau 30 persen dari total wilayah. Adapun rinciannya, RTH publik sebesar 4.210 Hektar atau 20 persen, RTH privat sebesar 2.150 Hektar atau 10 persen.
Pemenuhan target RTH bukan semata-mata tanggungjawab pemerintah daerah.
Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 60 Tahun 2020 tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Puncak, dan Cianjur (Jabodetabek-Punjur) mengatur kewajiban pengembang properti.
Dalam aturan tersebut pengembang properti diwajibkan menyediakan RTH 30 persen dari luas lahan pengembangan. RTH tersebut nantinya digunakan untuk pemerintah daerah setempat usai pengembangan selesai.
Informasi yang berhasil Klik Bekasi himpun, Pemkot Bekasi baru memiliki RTH publik sekitar 14 hingga 15 persen.
Sedangkan dalam Rapat Koordinasi Lintas Sektor Pembahasan Rencana Tata Ruang Wiklayah (RTRW) yang digelar oleh Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) bulan April 2022 lalu, Plt Wali Kota Bekasi, Tri Adhianto mengatakan, Pemkot Bekasi tengah mengejar kebutuhan akan RTH publik yang belum mencapai 20 persen.
Terpisah anggota Komisi II DPRD Kota Bekasi, Chairoman J Putro meyakini kalau target pemenuhan RTH tidak akan tercapai. Sebab dalam Rencana Jangka Panjang Daerah (RPJPD) 2005-2025 tidak dipasang target pemenuhan RTH 30 persen yang terdiri dari RTH publik 20 persen dan RTH privat 10 persen.
“Pasti tidak akan tercapai karena target RPJPD 2005-2025 RTH 30 persen belum ditargetkan,” katanya.
Ia juga menyinggung Undang-undang Nomor 6 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang yang menurutnya tidak lagi relevan menjadi acuan peraturan tentang pemenuhan RTH sejak lahirnya Undang-undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
“Implikasi UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dan peraturan-peraturan pelaksananya telah melahirkan ketidakpastian dan ketidaksinkronan terkait dengan peraturan yang mengatur tentang Perda RTRW dan Peraturan Kepala Daerah RDTR, sehingga UU Nomor 6 Tahun 2007 menjadi tidak relevan lagi sebagi acuan hukum,” pungkasnya.(Ical)