Target pemenuhan Ruang Terbuka Hijau (RTH) di Kota Bekasi menjadi pekerjaan rumah (PR) bagi Pemkot Bekasi yang nampaknya sulit tercapai.
Padahal mengacu pada Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, daerah berkewajiban memenuhi RTH minimal 30 persen dari luas wilayahnya. Yang mana dari 30 persen itu, sebanyak 20 persen merupakan RTH publik yang merupakan kewajiban pemerintah daerah. Sedangkan 10 persennya adalah RTH privat.
Merujuk pada Peraturan Daerah Kota Bekasi Nomor 13 Tahun 2013 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Bekasi Tahun 2011-2031, jumlah RTH yang harus dipenuhi Kota Bekasi sebesar 6.7000 hektar atau 30 persen dari total wilayah. Adapun rinciannya, RTH publik sebesar 4.210 Hektar atau 20 persen, RTH privat sebesar 2.150 Hektar atau 10 persen.
Sementara, berdasarkan informasi yang tersebar di sejumlah media online, RTH Kota Bekasi saat ini, dalam hal ini RTH publik, baru mencapai angka 14 hingga 15 persen dari total kebutuhan 20 persen.
Sulitnya, memenuhi kebutuhan RTH sejauh ini memang tidak hanya dialami oleh Kota Bekasi. Hampir semua daerah, terutama di Jabodatabek mengalami masalah yang serupa. Banyaknya jumlah penduduk, terbatasnya lahan dan tingginya harga tanah menjadi masalah utama mengapa pemenuhan kebutuhan akan RTH susah dipenuhi.
Terlepas dari problem yang ada, pemenuhan kebutuhan RTH di Kota Bekasi juga tidak lepas dari lemahnya komitmen pemerintah daerah dalam menjalankan amanat undang-undang serta menegakan aturan soal penataan ruang.
Berdasarakan Laporan Kerja Pertanggungjawaban Wali Kota Bekasi tahun 2017 misalnya, telah terjadi penyimpangan pemanfaatan ruang sekitar 11 persen di Kota Bekasi.
Selain itu, di Kota Bekasi masih banyak pembangunan kawasan pemukiman tidak sesuai ketentuan. Contoh Kecamatan Bekasi Utara merupakan daerah pengembangan perumahan kepadatan tinggi, sesuai Perda Kota Bekasi Nomor 13 Tahun 2013 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Bekasi Tahun 2011-2031 harusnya diutamakan pengembangan hunian vertikal akan tetapi faktanya tidak demikian. Baru-baru ini salah satu perusahaan protery raksasa di Indonesia, justru membangun kawasan pemukiman tapak. Ini bukti kalau Pemkot Bekasi kurang tegas dalam menjalankan aturan.
Pemkot Bekasi dalam beberapa tahun terakhir juga terlihat kurang getol dalam memenuhi target kebutuhan RTH. Sedikit sekali taman-taman baru berdiri di Kota Bekasi sebagai upaya menambah jumlah RTH. Kemudian minimnya pengadaan lahan untuk RTH dalam beberapa tahun terakhir sedangkan Pemkot Bekasi sendiri justru gemar mengadakan pembelian lahan untuk keperluan di luar RTH.
Bagi sebuah kota, pemenuhan RTH tidak semata-mata soal kewajiban undang-undang, pemenuhan RTH adalah kebutuhan dasar demi tercipatanya sebuah kota yang nyaman dan layak huni serta berkelanjutan.
Perjuangan menghadirkan pemenuhan kebutuhan akan RTH dalam prosesnya juga tidak lepas dari godaan korupsi. Banyak pemangku kebijakan, pada akhirnya menggunakan kewenangannya untuk bermain-main dengan para pengusaha nakal guna mendapat keuntungan dengan cara mengakali aturan soal pemenuhan RTH yang juga jadi kewajiban para pengusaha property.
Di Kota Bekasi sendiri, main mata antara pemangku kebijakan dengan para pengusaha nakal kabarnya sudah bukan lagi rahasia umum. Tinggal desas-desus tersebut dibuktikan oleh kerja penegak hukum. Tangan penegak hukum diperlukan guna membongkar praktik haram kejahatan tata ruang di Kota Bekasi. Sehingga PR Pemkot Bekasi memenuhi kebutuhan RTH bisa tercapai.
Oleh: Redaksi KLIK Bekasi